Rabu, 05 Desember 2018

Berpusing-pusing dengan Akronim



SIAPA yang tidak kenal akronim dalam keseharian? Bisa jadi kita kadang atau kerap menggunakan akronim dalam percakapan lisan sampai tulisan, bahkan isyarat tangan bagi yang disabilitas pendengaran macam saya.

Akronim adalah kata benda untuk istilah linguistik. Bermakna kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata, atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memuat halaman khusus untuk singkatan atau akronim untuk memandu. Namun rasanya kita akan terkaget-kaget lantas berpusing-pusing disedot labirin akronim dalam kekinian.
Betapa tidak, akronim terkini merupakan gabungan suku kata dari bahasa campur-aduk, entah bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa asing (biasanya Inggris), bahasa Indonesia campur bahasa gaul/alay, atau bahasa alay doang



Dua tahun lalu, saya benar-benar tak paham arti kudet kala mulai aktif mengisi blog dan menyimak Facebook. Kata ajaib itu benar-benar bertebaran dan membuat saya dilanda sesak kata karena berada dalam kumparan ketidaktahuan yang menyesakkan. Yah, kalau kita kesulitan bernapas jadi sesak napas, dan jika kesulitan memahami makna kata serasa sesak kata.

BACA JUGA: Likuefaksi 
Kudet itu apa? Semacam nama makanan? Yah, bukanlah! Juga bukan nama benda untuk peralatan masak karena mirip sodet. Dicari di KBBI 3 punya saya pun tak bakal ketemu, apalagi di halaman bagian akronim.
Saya sempat coba menyamakan suku kata ku- sebagai kurang sebagaimana kuper yang berarti kurang pergaulan. Namun mencari arti suku kata terakhir terasa mencarinya di tumpukan jerami, benar-benar membuat senewen karena ­­-det seakan mengajak saya bermain tebak-tebak buah manggis. Berapa jumlah bijinya tidak akan pernah saya ketahui kecuali jika mengupas buahnya.
Yang tersulit dari akronim adalah jika tiada penjelasan, baik dalam kalimat lanjutan yang menyertai penggunaan kata itu. Dan saya merasa buram yang teramat sangat karena akronim (terkini) lebih sulit ditebak.
Kudet itu ternyata akronim dari ‘kurang up to date’ atau  kurang update; yah, semacam out of date ‘ketinggalan zaman’. Kudet benar-benar telah membuat saya kecele bermain tebak katanya, karena, ternyata, percampuran bahasa nasional dengan internasional. Benar-benar menghasilkan “rasa” yang luar biasa!
Tidak heran, saya tak akan sanggup menebaknya karena sebelumnya tidak berpedoman bahwa akronim bisa saja memakai bahasa percampuran selain bahasa Indonesia sendiri.
Bayangkan, bagaimana mungkin saya akan sanggup menebak bahwa ­-det adalah suku kata untuk cara baca date. Mungkin saya akan berpedoman bahwa penulisan akronim dalam bahasa Inggris mengikuti kaidah baku berupa tulisan bukan berdasarkan cara pengucapan.



Beginilah bahasa gaul, bahasa yang kerap digunakan dalam pergaulan (anak muda), benar-benar informal. Apakah kudet merupakan singkatan [k]urang [u]p[date],  alhasil jadilah kudet? Apakah alasan mengakronimkan kudet karena dirasa keren, enak diucapkan dan didengar; jadilah bahasa keseharian yang dianggap wajar?
Mungkin akan terasa lucu dan tidak efektif, bagi kalangan muda (atau yang berjiwa muda), jika membuat akronim searti kudet dengan kupem ‘kurang pembaruan’ atau kumem ‘kurang memperbarui’.
Meskipun demikian, jika kudet yang semula ditujukan sebagai bahasa khas di kalangan tertentu, lantas karena telah populer bukan berarti orang awam terutama disabilitas pendengaran atau lisan akan paham. Mungkin pada mulanya mereka akan terjebak dalam kumparan ketidaktahuan dulu sampai bisa mengartikannya, atau terus terjebak dalam kumparan itu lantas tidak peduli untuk mencari arti karena enggan berpusing-pusing.
Bagi saya, kudet hanyalah salah satu dari sekian akronim terkini yang akan terus menuntut perhatian, untuk ditelaah dan diartikan. Bukan karena saya ingin menjadi pakar linguistik melainkan rasa frustrasi kala dihantam ketidaktahuan, lantas harus mencari pedoman sendirian.
Felicia N. Utorodewo menulis artikel bagus, “Kaidah Pembentukan Akronim” (Dari Katabelece sampai Kakus, Penerbit Buku Kompas, 2003). Baginya, sepanjang akronim itu digunakan untuk pergaulan dan permainan bahasa, kita tidak perlu terlalu khawatir. Nyatanya, banyak di antara akronim itu yang tidak berumur panjang. Sebaliknya, ada akronim yang dibakukan dan digunakan dalam berbagai kegiatan berbahasa. Dalam hal ini, jika akronim berkaitan dengan penggunaan yang bersifat informatif dan penyiaran berita, sebaiknya kita merujuk kembali kepada kaidah pembentukan kata.
Jika kudet berfungsi sebagai akronim untuk pergaulan dan permainan bahasa, tentu ada banyak insan “kurang gaul” yang akan kebingungan mengartikan permainan bahasa tersebut sebagaimana halnya saya. Kaidah kudet bikin mumet. Entah apakah masih layak disebut akromin atau tak lebih dari bahasa slank anak muda terkini?
Mengartikan akronim sekarang ini ternyata bukan perkara mudah, ada kaidah suka-suka yang diterapkan pelopor kata baru tersebut. Boleh dikata, karena kita hidup di era digital, istilah asing yang berkaitan dengan penggunaan perangkat teknologi digital jadi terbawa dalam komunikasi keseharian sehingga menjadi ragam bahasa baru. Alhasil, pelisanan pun dibahasakan menjadi bentuk tidak baku kala dituliskan.
Entah apakah kudet akan berumur panjang.***
Cipeujeuh, 20 Desember 2016
#Bahasa #Akronim #Kudet #IstilahSlank #CampurKode #Linguistik
~Gambat hasil paint sendiri
   
 

14 komentar:

  1. Wahhh mantep nih udah update terus wuehehe :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he, Mumpung ada paket data dan cuaca memungkinkan untuk isi blog dan blogwalking (BW). Mari kita update jika sempat. Setidaknya tak kudet, he he.
      Ipdate dalam segi apa saja, namun sebagai narablog harus rajin ngeblog dan BW serta terus berbagi arus informasi selain menyerapnya dari luar.

      Hapus
  2. kayaknya di iklan provider ada deh bu nyebut2 kata kudet.... tapi karena memang kudet jadi masih bingung ya arti kaya kudet. syukurlah sekarang udah tau.

    memang sih akronim yang satu ini pencapmpuran bahsa, ga ada di kbbi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, ada banyak iklan bahkan ujaran yang ber-kudet. Memang membingungkan bagi yang tak paham. Jadi kudet karena kudet, he he.
      Lain kali saya harap KBBI pun memuat akronim itu agar kita bisa terbantu untuk mencari tahu.

      Hapus
  3. Ha ha ha .. lucu dan unik ya, kak ..
    Kalau diamati, anak muda jaman now itu pada kreatif nyiptain istilah-istilah gaul.

    Bermula dari tayangan lenong rumpi dan akhirnya sampai dituliskan di terbitan buku.
    Contoh kalimatnya : Mawar Tinta.
    Ternyata artinya : Mau Tidak
    Ha ha ha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, dan ngeselin banget pada mulanya karena gagal paham meski sudah upaya main tebak-tebakan. Anak muda zaman sekarang mah sesuai dinamika aruis zaman, makanya istilah yang dibuat mencerminkan bagaimana karakter mereka sebagai individu kreatif dan inovatif.
      Dunia digital telah mencetak geneasi seperti sekarang ini. Bahkan bahasa pun akan campur kode.

      Hapus
    2. Pada awalnya saat istilah baru dan nyeleneh seperti itu hanya sebatas orang tertentu yang mengenalnya ..., kitapun jadi bingung juga seringkali bertanya2 dan menebak kira-kira apa yang dimaksud.
      Tak jarang hal ini kita jadi bertanya2 sebenarmya apa maksud kata itu.

      Hapus
    3. Betul, Mas. Kita berkomunikasi agar bisa paham dan memberi pemahaman, namun kalau berurusan dengan akronim yang tak dipahami bisa bikin gagap komunikasi atau salah paham.

      Hapus
  4. Istilah2 zaman now memang keren, tapi kalau zaman dulu ada ngak yach kallimat 2 alay... ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Zaman dulu ada, kok, bikin saya yang masih remaja saja bingung, itu apa?! Kayak di serial "Lupus", banyak banget bahasa prokem yang tak saya pahami. Cuma karena belum ada internet dan media sosial maka tak bisa protes dan mencari tahu sendiri.
      Amit-amit banget, deh, soalnya kala baca istilah prokem bikin saya harus skip, kalimat jadi seakan kehilangan arti, ha ha.
      Cuma, sekarang rasanya kian parah, deh, soalnya untuk akronim saja melanggar rambu-rambu kebahasaan, jadi gado-gado banget, ha ha....

      Hapus
  5. Jangan lupa, Akak, ada kudet, ada mager. Awalnya saya pusing ... apa lagi ini mager!? Males Gerak ternyata wkwkwkwk Pewe, Posisi Wuenak *LOL*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Akronim mager juga dulu saya gak paham dan bikin kesal, kayak pager yang alat komunikasi sebelum ada ponsel, atau malah 'pagar' untuk memagari? Ha ha? Gak bisa nebak, deh.
      Ma- 'kan bisa diartikan lain, dan -ger juga. Ada es doger yang artinya dorong gerobak.
      Nah, akhirnya bisa tahu dari Mbak Tuteh tentang arti 'pewe', kirain pede we.
      Ah, akronim emang bikin pusing. Itu yang bikin istilahnya, ha ha.
      Yah, inilah zaman gaul berkat internet. Makanya kita tinggal googling saja kalau tak paham daripada pusing sendirian. Dulu mah saya pusing karena belum terpikirkan untuk googling soal kudet. Untung saya tak mikir bahwa itu 'kurang detox', ha ha....

      Hapus
    2. He he, kalau mantul jadi mantap betul, bisa diartikan lain kayak bola yang memantul. :)

      Hapus

Terima kasih sudah singgah, silakan tinggalkan jejak komentar sebagai tanda persahabatan agar saya bisa lakukan kunjungan balik. Komentar sebaiknya relevan dengan isi tulisan. Nama komentator tidak langsung mengarah ke URL pos blog agar tidak menambah beban jumlah link pemilik blog ini. Jangan sertakan link hidup dan mati, apalagi iklan karena termasuk spam.Terima kasih banyak. Salam. @rohyatisofjan

Disabilitas Mengelola Komunitas

Arti disabilitas adalah keterbatasan aktivitas dan partisipasi akibat  ketidakmampuan mental atau fisik. Hal itu bisa menjadi stigma dalam m...