PALUNG paling senang jika
naik sado. Kala bayi saja dan masih enen,
doi sudah pintar menunjuki setiap sado yang lewat di jalan raya kecamatan
dengan takjub. Menepuk muka Mamah yang menggendongnya pakai aisan, lantas bilang sambil tangannya
menunjuk segenap semangat khas bayi yang baru belajar bicara, “Sado! Sado!” Dan
segera menggerakkan bokongnya atas-bawah di aisan,
seakan ingin menandak-nandak.
Mamah
cuma bisa mengiyakan saja, dunia bayi Palung adalah hal-hal baru yang
menakjubkan. Melihat hewan yang aneh bentuknya karena besar dan sanggup menarik
beban yang ditumpangi manusia. Dan Palung hafal bahwa itu kuda. Setiap melihat
sado mungkin yang ingin dikatakannya adalah kuda, namun kudanya mengangkut
semacam kendaraan yang ditumpangi manusia maka Palung tahu bahwa itu sado.
Bayiku
yang manis dan cerdas, betapa jauhnya berubah dengan sekarang. Manja dan malas
belajar, anak lelaki 8 tahun yang lebih suka main di luar ketimbang baca buku
pelajaran. Mamah kangen Palung yang dulu, yang lucu dan gemesin; yang selalu
ingin tahu; yang bakal menunjuk-nunjuk sesuatu dengan merengut kala
menginginkannya; yang selalu ingin naik sado lagi meski sudah tiba di tempat
tujuan. Ah….
Mamah
punya banyak kenangan tentang sado, dan Palung menambah nilai kenangannya jadi
lebih indah sekaligus semarak. Mamah senang bisa bersado dengan Palung meski
kurang merasakan sensasi jalanan tenang seperti kala SMU dulu kerap bersado
sebagai sarana transportasi ke sekolah di Jalan Lapangan Pasopati.
Palung
dan Mamah rasanya menempuh perjalanan bersado dengan singkat. Jalanan seperti
biasa, Jumat jelang asar ini, padat merayap. Kami naik sado dengan mamang yang
rasanya sudah lama jadi sais sejak zaman Mamah masih sekolah.
Naiknya
di dekat pasar tempat sado mangkal. Sebelumnya sudah naik sado yang lagi nunggu
penumpang, namun Mamah terpaksa turun karena ada ibu-ibu carter sado untuk
mengantar pulang rombongan keluarganya dari puskesmas sebelah pasar.
Sado
yang Mamah dan Palung tumpangi sudah mengangkut seorang bapak berikut beberapa
galon aqua. Mamah memilih turun di dekat Monggor, seberang POM bensin kala
bapak itu bersama galon aqua-nya turun. Soalnya Mamah tak ingin ngerepotin
pemakai jalan lain karena sado harus menyeberang lagi ke sisi kanan arah menuju
timur.
Mamah
pengen jalan-jalan sebentar melewati sebelah dalam Jalan Mongor. Masuk gang
yang dulu kerap Mamah lewati sebagai jalan pintas, dan ngomong pada Palung
bahwa dulu sering lewat tempat ini. Mamah ingin menunjukkan hal-hal lama yang
barangkali baru bagi Palung. Setiap jalan ada ceritanya, dan Mamah bilang punya
teman sekolah yang rumahnya di dekat Alun-alun.
Kami
tidak ke rumah teman karena Mamah ragu, tak menghubunginya dulu untuk bikin
janji temu di WA atau Facebook. Jadi
Mamah dan Palung lanjutin jalan ke Alun-alun untuk cari makan. Jalan kakinya
tidak kejauhan banget, kok.
Niatnya
mau makan nasi goreng Kang Syarif teman SMU juga, namun rupanya doi beroperasi
kala malam. Jadi meluncurlah Mamah dan Palung ke tempat yang dirasa oke. Kedai
mie ayam dan baso.
Sebagai
Mamah yang menerapkan tester, maka
pesan mie ayam satu dulu karena Palung maunya itu. Mamah tanya harga dulu pada
ibu pemilik kedainya. Cuma 10 ribu semangkuk. Oke, deal.
Kayak
apa, sih, penampakan mie ayamnya?
Seporsi
mie ayam diantarkan dengan baso dan kuahnya dalam mangkuk melanin kecil.
Basonya ada dua biji dan ukuran kecil. Mie ayamnya belum dibubuhi saos dan
kecap. Jadi Mamah campurkan sedikit saos karena rasanya pedas banget, itu kayak
saos sambal ABC atau SASA, saos benaran bukan saos kemasan murah. Justru itu
jadi daya tarik bagi penggemar pedas. Kecap tampaknya kurang banyak mamah
tambahkan. Soalnya toping ayam bumbu seperti kering dan kurang berminyak banyak
seperti di mamang mie ayam langganan yang mangkal dekat pasar.
Ayamnya
memang potongan ayam doang bukan
dicampur tetelan macam-macam, jadi maklum kalau
tak melimpah banyak. Di atasnya dikasih 2 potong pangsit goreng yang
renyah dan enak. Pangsitnya kayak buatan tangan soalnya ada hijau-hijaunya daun
bawang atau seledri. Gurih krispi.
Itu
oke, pangsitnya, he he. Rasa mie ayam standar saja. Mie basahnya kenyal dan
tidak lembek, dengan campuran daun sawi hijau. Basonya juga enak, kayak daging
sapi giling buatan sendiri.
Berhubung
Mamah lapar dan barusan dapat kabar lewat WA bahwa warung nasgor Syarif buka
malam, jadi Mamah putuskan coba baso aci seporsi. Tanya harga dulu, sama
seperti harga mie ayam namun kata ibu itu boleh 5 ribu atau 6 ribu. Oke,
dikasih yang 5 ribu saja.
Beginilah
tampilan baso acinya. Ada 8 biji dengan tambahan daun sawi hijau kerenyes. Ada
isian gajih sapi di dalam baso aci cilkecil itu. Enak dan ngangenin jika
disantap panas-panas pedas. Mamah mau ke sana lagi bareng Palung jika ada
rezeki.
Mie
ayamnya tak ditandaskan Palung dengan alasan kenyang, jadi sisanya dicampurkan
ke mangkuk baso aci Mamah yang juga dikasih tambahan kerupuk darokdok alias kulit yang sebungkusnya 3
ribu. Namun Palung masih pengen jajan jus buah. Jadilah segelas jus buah naga
ungu unyu manis segar menjadi penutup makan-makan gaya cara kami yang 26 ribu
totalnya.
Tadinya
Mamah ragu untuk beli jus buah naga karena konon rasa buah naganya asam. Namun
di tangan Teteh penjual jus samping baso (masih sekedai), ternyata enak juga.
Manis dengan tambahan gula, susu, plus taburan meses warna-warni. Ketahuan ini
petama kalinya kami makan (jus) buah naga, he he. Kuper….
Palung
kalau makan nyante banget dan kayak
raja kecil pengen dimanjain. Syukurnya kedai baso tidak penuh. Ada serombongan
ibu-ibu barusan pulang pengajian dan ngebaso sambil ngobrol seru bareng ibu
kedai. Ibu kedai baik, ya, tak nerapin harga mahal. Lihat sikon dari penampilan
calon pembeli dan dilayani dengan ramah. Bikin Mamah dan Palung betah.
Mamah
sudah lama tak ke Alun-alun. Terakhir ke sana kala Agustusan bareng Palung yang
kelas 1. Rame banget suasananya. Alun-alun mendadak jadi pasar kaget yang
diluberi ribuan masyarakat Limbangan dan sekitarnya. Halaman masjid besar saja
ditongkrongi para pedagang macam-macam. Ada yang jualan tikar plastik segala.
Semoga Agustusan nanti Mamah dan Palung bisa
jalan-jalan seru lagi. Murah meriah asal sediain uang secukupnya untuk jajan
dan transportasi.
Balik
soal acara makan, jujur Mamah kecewa Alun-alun tidak sesuai perkiraan. Hanya
beberapa tempat makan yang buka dalam satu garis tempat jualan yang dinaungi
bangunan dari rangka baja ringan. Masjidnya sedang direnovasi, diperbesar
sehingga halaman samping lebih sempit.
Cuma
satu hal yang tak berubah, naungan pohon rindang masih ada.
Cipeujeuh, 9 April 2018
~Foto koleksi pribadi hasil
jepretan ponsel ANDROMAX PRIME~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah singgah, silakan tinggalkan jejak komentar sebagai tanda persahabatan agar saya bisa lakukan kunjungan balik. Komentar sebaiknya relevan dengan isi tulisan. Nama komentator tidak langsung mengarah ke URL pos blog agar tidak menambah beban jumlah link pemilik blog ini. Jangan sertakan link hidup dan mati, apalagi iklan karena termasuk spam.Terima kasih banyak. Salam. @rohyatisofjan