Selasa, 25 Desember 2018

Fungsi Algoritma dalam Interaksi Sosial




ALGORITMA atau bakunya algoritme menurut KBBI 3 semacam kata benda,  prosedur sistematis untuk memecahkan masalah matematis dalam langkah-langkah terbatas; sedang dalam istilah manajemen  adalah urutan logis pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Prosedur sistematis atau urutan logis bagi pemecahan masalah tersebut masuk dalam ranah interaksi sosial. Menyangkut prinsip agar diri sendiri nyaman karena wilayah privasi tak diusik pihak tak berkepentingan.

          Wikipedia menerangkan algoritme adalah prosedur langkah-demi langkah untuk penghitungan, pemrosesan data, dan penalaran otomatis dalam ilmu matematika dan komputer. Dengan kata lain, semacam metode efektif yang diekspresikan sebagai rangkaian terbatas dari instruksi-instruksi yang telah didefinisikan untuk menghitung sebuah fungsi. Dari kondisi awal (yang mungkin kosong), instruksi menjelaskan sebuah komputasi yang bila dieksekusi (diproses lewat sejumlah urutan kondisi terbatas dan terdefinisi dengan baik), pada akhirnya menghasilkan “keluaran” dan berhenti di kondisi akhir.

Dalam status seorang teman dumay yang juga tayang di beranda saya, Ruri Ummu Zayyan membahas masalah algoritma yang dilakukan pihak Facebook

Menurutnya, Facebook yang memutuskan status siapa yang tayang di beranda kita, dan status kita tayang di beranda siapa. Konon, itu bergantung pada edge rank atau apalah namanya. Status orang yang sering kita like atau komen bakalan sering muncul di beranda, karena Facebook menganggap mereka teman akrab lalu dimasukkan ke dalam lingkaran kita.

 Setelah membaca paparan teman dumay itu, intinya ia bilang algoritma berperan dalam memasukkan status kita untuk tayang, namun bergantung pada Facebook juga. Karena tak semua status teman selingkaran tayang di beranda kita. Barangkali berkaitan dengan kesamaan minat atau persamaan lainnya.

Disadari atau tidak, algoritma yang merupakan bagian dari bahasa matematika atau manajemen pun berperan serta dalam menentukan interaksi kita dengan sesiapa. Facebook kian memperkecil lingkaran pertemanan dengan aturan yang dtetapkan agar para penggunanya nyaman karena ada perbaikan dalam pelayanan. 


Hal itu diterangkan dalam halaman Standar Komunitas yang dibuat tim Facebook. Bertujuan menemukan keseimbangan antara memberikan orang-orang tempat mengekspresikan diri mereka sekaligus mendukung sebuah lingkungan yang nyaman dan aman bagi setiap orang.  Karena setiap hari orang di seluruh dunia berbagi kiriman di Facebook yang menambah nilai bagi kehidupan kita, namun terkadang orang membagikan kiriman yang dapat mengganggu atau menyakiti anggota komunitas lainnya.

Poin utama standar komunitas: 1) menjaga pengguna tetap aman, 2) mendorong perilaku saling menghormati, 3) mengakui keragaman budaya, dan 4) memberi kita alat-alat untuk mengendalikan apa yang ingin dilihat. Standar tersebut dibuat agar para Facebooker merasa termotivasi dan diberdayakan untuk memperlakukan satu sama lain dengan penuh empati dan rasa hormat.

Maka Facebook membuat opsi/pilihan pengaturan untuk pertemanan dan perpesanan bagi yang menghendakinya.

 Saya, sih tidak karena ingin status siapa saja tayang di beranda saya dan status saya pun tayang di beranda siapa saja, yang masuk dalam lingkaran atau bukan. Sebagai seorang penulis lepas, saya butuh perluasan lingkaran agar karya sendiri eksis.

Bagi saya algoritma memberi kemudahan jika kita memang menginginkannya sebagai bagian dari prinsip hidup. Terserah jika jejaring yang saya ikuti untuk memudahkan interaksi sosial dengan siapa saja membuat semacam algoritma demi kenyamanan bersama. Itu juga semacam kontrol sosial agar pelaku jejaring mematuhi pranata yang ada.

Masih banyak pengguna layanan jejaring sosial yang seenaknya sehingga merugikan algoritma orang lain. Kita tentu tak nyaman baca status yang isinya caci-maki, omong-kosong, provokasi, sampai konten pornografi tayang di beranda. Maka, tanpa disadari, kita butuh algoritma.


Dalam drakor (drama Korea) “Because this is My First Life” yang jalan ceritanya bagus banget dan cenderung bertutur dalam gaya sastra, tokoh Nam Se Hee menjadikan algoritma sebagai syarat pertama kala bekerja di perusahaan startup sahabatnya, baginya perusahaan tidak bisa mematahkan prinsip algoritma hidupnya.

 Apa algoritma Nam Se Hee? Rumah, kucing dan kesendiriannya!

Maksudnya? Ia bekerja di kantor itu dan harus dapat gaji yang sesuai agar bisa membayar cicilan rumah. Ia juga harus mengurus kucing dengan memberi makan jadi menolak lembur jika si kucing akan terbengkalai. Terakhir, ia selalu butuh saat-saat untuk sendirian dan tak ingin diusik sesiapa, tidak juga sahabatnya yang bos dari tempat kerjanya, apalagi perempuan.

Tentu kita punya prinsip algoritma tersendiri. Namun bisa jadi kita tak akan menyebutnya sebagai algoritma karena diksi tersebut seakan kurang populer, kita menyebutnya sebagai apa saja yang sesuai dengan pemahaman.

Karena kita hidup di era digital, bahasa kaum programer bertebaran.  Algoritma hanya sebagian kecil dari banyaknya tebaran bahasa kekinian.***

Cipeujeuh, 16 Januari 2018

~ Rohyati Sofjan adalah pencinta bahasa Indonesia sejak dahulu kala masih baca majalah Intisari lawas gegara rubrik “Inilah Bahasa Indonesia yang Benar” asuhan J.S. Badudu. Sampai kejeblos di milis guyubbahasa Forum Bahasa Media Massa (FBMM), sekadar belajar bahasa sekaligus tahu fenomena bahasa apa yang lagi menghebohkan masyarakat kala masih kerja di Bandung. Sekarang masih melanjutkan kepo-nya di rumah saja dengan cara mengintai Facebook dan sekian situs berita. Gabung di WAG Klinik Bahasa yang anggotanya kebanyakan para pakar bahasa, termasuk Ivan Lanin dan Uksu Suhardi.
#Bahasa #Linguistik #Algoritma #MasyarakatDigital #MediaSosial
~Gambar hasil paint sendiri

18 komentar:

  1. Iya Sosmed sekarang pake algoritma, google, IG feed, FB. Tapi dulu waktu kuliah, algoritma adalah pelajaran yang saya sebelin. Hahhaha...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi hi, ternyata banyak yang sebal juga pada algoritma sekarang ini, karena membuat lingkaran pertemanan berkurang sehingga seakan jadi kurang populer. Padahal mestinya ada keseimbangan bahwa kita berbagi dan yang dibagikan pun mau menerimanya. Jika tidak? Yah, pasang proteksi dirilah. Termasuk membuat jarak.

      Hapus
  2. Pernah baca juga.. Apa yg tampil di wall facebook kita adalah apa yg sering kita kepoin di facebook. Ini juga yg mempermudah penargetan iklan fb berdasarkan kecenderungan org tersebut melihat apa di fb

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mas. Sebenarnya algoritma juga memudahkan target market bagi para pemasang iklan. Sasaran pasar yang dibidik bisa lebih tersampaikan karena mengikuti algoritma pengguna Facebook.

      Hapus
  3. Algoritma ini bikin kita kudu kerja keras biar adil ya, banyak banget orang yang ngeluh, medsosnya punya banyak teman dan follower, tapi hanya sedikit yang like komen statusnya.
    Lah gimana mau like status, sedang dia aja jarang interaksi dengan orang lain, maunya di like komen aja, ga mau balas like komen hehehehe

    Btw kejawab deh, mengapa semua tulisan mba bagus banget EYD dan pengaturannya, ternyata karena masih setia ama bacaan-bacaan tempo lawas yang belum terjangkiti virus kekinian yang bikin bahasa Indonesia jadi kacau yaa :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Algoritma sekarang mah harus ada interaksi karena merupakan semacam seleksi. Jadi kalau tak pernah like atau ngobrol artinya tidak diinginkan pemilik akun dalam pembacaan Algoritma Facebook.Yah, makanya saya selalu berupaya dekat dengan beberapa akun yang disuka karena bermanfaat dengan nge-like atau komen agar tak kehilangan jejak. Cuma bagaimana jika saya tak pernah di-like apa akan nongol di berandanya? He he.
      Barangkali karena saya steril, Mbak Rey. Jadi bisanya pakai bahasa dari apa yang dibaca. Lalu kalau baca yang kacau penyampaiannya, saya jadi bingung.

      Hapus
  4. Oh, ya ampuuunnnn kakak, baca ini saya jadi sadar bahwa di beranda Facebook saya pun selalu muncul yang itu-itu saja, ternyata karena dialgoritma sama Facebook. Rugiiii karena tentu status kita pun demikian padahal kan mungkin status itu bermanfaat untuk lebih banyak orang atau membutuhkan lebih banyak orang semisalnya status #Urgent Butuh Darah. Hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitullah, lingkaran dalam FB ekslusif. Jadi coba buka halaman teman kita, lalu pada setiap akun yang memeng penting coba klik suka dan komen agar bisa terhubung lagi dengan algoritma kita. Namun semoga saja mereka tak unfollow agar status bisa sampai.

      Hapus
  5. Algoritma dibuat untuk kenyamanan berkomunitas. Jadi saya terima saja perubahannya. Hihihi. Tapi perilaku bermedsos saya relatif ajek, sih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, demi hal itulah maka pengguna media sosial harus tahu batasan agar tidak kena batunya. Yang runyam adalah algritma Instagram sekarang kian ketat tetapi membingungkan dan ada semacam bug sehingga terjadi kekacauan di awal Agustus kemarin. Ada yang tidak bisa melihat pos teman lain padahal tidak bermasalah dengan jaringan. Sepertinya kita juga harus berhati-hati agar kegiatan tidak berlebihan atau membuat pihak lain lakuan kegiatan berlebihan seperti boom like.

      Hapus
  6. Saya termasuk awam soal algoritma. Hanya yang saya tau, kuncinya adalah interaksi. Ketika ada interaksi, entah itu like, komen, dsb, maka setiap postingan feed, story akan muncul di akun Ig kita. Nah, cuma uniknya, ada yang ga pernah ngelike, komen, atau ngeliat story, tapi hanya sekedar mengintip akun kita, maka akun tersebut selalu muncul setiap postingan terbaru di Ig kita hehe...

    BalasHapus
  7. Dalam menggunakan Facebook, saya memilih mana yang hendak saya lihat. Ada yang terpaksa saya set supaya tak lewat di beranda saya karena bisa meracuni.

    BalasHapus
  8. Jadi kenapa kita ga bisa melihat status dari semua orang yang berteman dengan kita, itu karena algoritma.

    BalasHapus
  9. algoritma itu biar kadang tidak disukai, tapi membuat segala sesuatu menjadi lebih konsisten dan terarah.. berbeda dengan manusia yang memang sulit untuk konsisten karena memiliki keinginan dan perasaan yang dapat berubah dengan cepat dan tidak konsisten

    BalasHapus
  10. Setiap sosmed kayaknya beda2 algoritmanya ya, yang paling saya suka sih algoritmanya Twitter ketauan siapa yg follow, siapa yg kita sukai dll

    BalasHapus
  11. Saya suka sekali bagaimana cara Teh Rohjati menggambarkan algoritma--sesuatu yang rumit dan bahasa pemrograman--dengan mengumpamakannya sebagai salah satu tokoh di drama Korea This is My First Life. Tepatnya tokoh yang dimainkan Lee Min-ki. Pas baca bagian itu rasanya kayak.... jedeeerrr.... waw out of the box banget. Hahahaha. Dan dengan pengibaratan itu sebuah algoritma menjadi sesuatu yang mudah dipahami dan nyantol di kepala. Mentor saya dulu pernah bilang, tugas penulis adalah membuat pembaca paham sesuatu yang paling sulit dipahami sekalipun. Entah bagaimana caranya. Teh Rohjati sudah berhasil bikin paham sesuatu yang rumit yakni algoritma. Bahkan mungkin, justru lebih mudah memahami algoritma ketimbangan orang yang menulis status relationship di medsosnya sebagai: it's complicated. 😁😂

    BalasHapus
  12. betul sekali teh sekarang semua sosmed yang satu group dengan facebook, algoritmanya lagi diupgrade, ya kita sebagai user hanya pasrah dan pasti mereka sudah punya hitung-hitungan juga sih dengan coding-coding yang mereka rancang saat ini, lagi pula mereka kasih opsi kita untuk setting sendiri, jadi tinggal nikmatin dan pilih mana aja yang kita inginkan, mari bersosmed dengan bijak dan gunakan sebaik mungkin, itu aja yang harus kita lakukan ya teh

    BalasHapus
  13. Algoritma versiku me time dan ruang sendiri ya bun 😂😊🙏

    BalasHapus

Terima kasih sudah singgah, silakan tinggalkan jejak komentar sebagai tanda persahabatan agar saya bisa lakukan kunjungan balik. Komentar sebaiknya relevan dengan isi tulisan. Nama komentator tidak langsung mengarah ke URL pos blog agar tidak menambah beban jumlah link pemilik blog ini. Jangan sertakan link hidup dan mati, apalagi iklan karena termasuk spam.Terima kasih banyak. Salam. @rohyatisofjan

Disabilitas Mengelola Komunitas

Arti disabilitas adalah keterbatasan aktivitas dan partisipasi akibat  ketidakmampuan mental atau fisik. Hal itu bisa menjadi stigma dalam m...