USIA adalah batasan kita
dalam melakukan sesuatu. Entah apakah akan memulai awal yang baik atau awal
yang bisa jadi semacam petualangan baru. Semakin bertambah usia, semakin
terbuka kemungkinan untuk melakukan banyak hal, namun bisa juga merupakan
batasan untuk melakukan banyak hal.
Batasan
demikian disebut limit dalam bahasa
Inggrisnya. Yah, saya malah ingat iklan produk dengan jargon “No limit!”
Kita
mampu melakukan banyak hal namun hal tersebut akan membentur dinding batas.
Dinding itu bisa jadi berupa tembok batu tebal, tinggi pula untuk kita lompati
atau terlalu berat untuk didobrak pakai pemalu batu sekalipun.
Pun
usia. Ia mengenal batas sebagai penanda masa siklus waktu. Apakah kala kau dalam
rahim ibumu, lalu lahir sebagai bayi, tumbuh menjelma kanak-kanak, berkembang
sebagai remaja, mencapai masa dewasa, lalu menua sesuai bergulirnya hari yang
ditentukan rotasi bumi terhadap matahari. Lantas kau kembali pada ketiadaan
berupa kematian.
Saya
ingin bahas mengenal batasan kapasitas kala usia bertambah. Kita mengenal
falsafah bahwa kehidupan dimulai pada usia 40 tahun. Pada usia demikian
semestinya menjadi batas bagi kita untuk mengenal dan mendalami hal-hal yang
berkaitan dengan norma dan agama. Batas untuk berhenti berbuat maksiat dalam
beragam bentuknya: lisan, tulisan, niatan. dan tindakan!
Bahkan
batasan itu tidak mencakup hal besar semata, hal-hal kecil pun akan kita alami.
Semisal kekuatan atau daya tahan tubuh yang berkurang, selain elastisitas kulit
yang tak lagi mengencang.
Tubuh
akan mengenal siklus untuk lebih sering beristirahat kala fisik terasa rapuh
dan mudah lelah. Karena itu tak bijak memforsir diri dalam bekerja; kala usia
diibaratkan bukit yang menanjak maka akan menurun pula prima kita mendakinya.
Pada
usia 20 dan 30-an, saya masih mampu begadang, kerja sampai malam; menuliskan
banyak hal atau malah sekadar menonton anime
One Piece maupun drakor untuk menuntaskan rasa penasaran.
Namun
pada usia 40-an, pelan namun pasti saya merasakan perubahan berkaitan dengan
daya tahan, bahkan massa tulang. Sekarang
tubuh mengenal batasan. Limit untuk
berhenti dan jangan memforsir diri.
Kau
akan mudah lelah dan mengantuk kala jam tidur menuntut istirahat dari segala
aktivitas yang membuat badanmu remuk. Maka, beristirahatlah. Pulihkan dirimu
agar kembali segar dalam segi fisik dan psikis. Tidur bisa sebagai pilihan.
Asal jam tidurnya jangan terlalu lama. Bangunlah kala jam biologis atau
kumandang azan memanggilmu agar lepas dari buaian mimpi dan segera kembali pada
dunia nyata.
Mewujudkan
kerja nyata!
Saya
sadar dengan bertambahnya usia seperti sekarang ini, 42 tahun, berarti jatah
hidup di dunia kian berkurang. Sekaligus akan alami menopause alias masa
berhentinya siklus haid sebagai penanda tidak subur lagi dan tak bisa hamil.
Yah,
saat ini saya masih alami menstruasi namun terpaksa di-KB usai melahirkan
Palung dengan bedah caesar 8 tahun
silam demi alasan medis dan finansial. 5 tahun IUD, 3 bulan suntik, lalu sampai
sekarang memilih pil KB sebagai alat kontrasepsi yang aman dan nyaman. Soalnya
IUD tak nyaman dan suntik sekali saja membuat saya kapok, mengingatkan pada
masa-masa di rumah sakit.
Kala
masih lajang di Bandung, saya sampai heran dengan teman chatting di mIRc di Yogya
karena doi kuat begadang. Kerja di warnet membuatnya kerap kebagian tugas malam
sampai pagi. Jelas saya yang kerja dari pagi sampai malam setiap hari tanpa
libur kala tanggal merah di toko kecil tak akan kuat menjalani siklus kerja
demikian.Saya masih gadis muda yang butuh bobo cantik agar esok paginya bisa
kembali segar kala bekerja.
Dan
teman-teman di komunitas Mnemonic Geng Mnuliz, yang bermarkas di toko buku Wabule (Warung Buku Lesehan), Bandung, kerap kumpul-kumpul dengan
sesama teman penulis lain, sampai subuh mengobrolnya. Kuat, ya, begadangnya. Maklum anak muda
pencinta baca dan tulis kalau kumpul-kumpul pasti banyak hal yang ingin
dibahas.
Saya
mah tak pernah ikutan acara begadang
demikian.Mana tahan!
Dan
sekarang, saya lebih nyaman menulis sampai di bawah jam tengah malam. Kalau
sampai lewat tengah malam tetap begadang rasanya tak nyaman. Kadang saya
terjaga pada jam sekian dini hari lalu kembali bekerja.
Kondisi
fisik dan psikis akan memengaruhi hasil tulisan kita. Jika
suasana hati suntuk dan lelah, maka tulisan kita seakan tak bertenaga.
Kala
menulis, ada banyak hal yang tanpa sadar kita salurkan ke dalam tulisan
sehingga pembaca ikut merasakan. Kalau tulisannya loyo bisa jadi yang menulis
lagi suntuk dan kelelahan.
Saya
akan memilih berhenti kala kantuk menyerang; untuk menghindarkan pembaca dari
rasa bosan yang tak sengaja saya salurkan ke dalam tulisan.
Tulisan
adalah wakil dari perasaan dan pemikiran seseorang.
Cipeujeuh, 13 Mei 2018
#Sehat #Usia #40Tahun
#Perempuan #Siklus #Begadang #Menulis
~Gambar hasil dari Paint sendiri~
Benar banget mba, saya juga udah ga kuat begadang, eh tepatnya ga kuat kurang tidur, padahal masih 30 plus plus haha.
BalasHapusBegadang sih masih kuat, ga kerasa ngantuk sampai pagi, tapi setelah pagi, kepala migren dan butuh waktu istrahat lama sampai migrennya hilang.
makanya sekurang-kurangnya waktu tidur, saya selalu usaha cukupin di waktu siang :)
Butuh waktu lama agar sadar ada yang berubah dalam tubuh, dulu mah tak sadar. Baru sadar setelah kepala 4. Sekarang mah kalau begadang bisa mual, tubuh butuh istirahat, kepala butuh asupan oksigen, makanya mual.
HapusBegadangnya juga terpaksa demi sinyal. Sekarang baiknya jangan ngoyo. Isi paket data kala hari cerah, agar tak perlu berurusan dengan gawai yang saling ngambek gara-gara sinyal luplap sampai saling memutuskan hubungan hotspot, he he.
Sekarang lagi cerah sore ini, netbook 9 tahun dan ponsel 9 bulanan akur kerja sama kalau cuaca cerah da sinyal tak raib.