Selasa, 08 Januari 2019

Selamat Ulang Tahun, Majelis Sastra Bandung


 BANDUNG sebagai kota seni dan budaya menampung begitu banyak pegiat seni yang aktif dan kreatif berkarya. Wujud nyata dalam karya biasanya disebarkan pada masyarakat luas untuk diapresiasi. Baik dalam pertunjukan atau dibukukan. Majelis Sastra Bandung (MSB), satu dari sekian banyak komunitas seni sastra di Bandung, adalah komunitas yang berupaya tetap konsisten mewujudkan karya nyata, tidak melulu dalam pertemuan atau pertunjukan seni saja (Pengajian Sastra dan Tadarus Puisi), tetapi juga membukukan antologi puisi sebagai perayaan milad tahunannya.

Sebuah majelis barangkali mengemban amanat yang berat demi mengusung idealisme. Dan idealisme macam apa yang telah diusungnya selama 6 tahun ini? Kurun masa yang tak bisa dibilang singkat.
Berdiri sejak 25  Januari 2009, MSB layak diacungi jempol karena upaya tahunannya yang tidak mudah itu, menerbitkan antologi puisi sebagai perayaan ulang tahunnya. Sepertinya Matdon, selaku Rois ‘Am MSB dan kawan-kawan serius berupaya menghidupkan keberadaan majelis tersebut.
Antologi bersama Menulis Puisi Lagi, seperti semacam perayaan sekaligus syukuran. 50 penyair dengan 125 puisi berupaya menghadirkan stimung khas masing-masing. Tema religiusitas, cinta, persona, kritik sosial, sampai mengenai puisi sendiri didedahkan para penyair dengan daya ungkap masing-masing.
Perbedaan daya ungkap dalam suatu antologi puisi bersama bagaimanapun menarik untuk dikaji dan nikmati. Mereka memiliki beragam jam terbang dan spirit pengalaman yang berbeda namun berupaya memadukannya agar bisa dinikmati pembaca. Dan boleh dikata, Menulis Puisi Lagi seakan merupakan kitab rangkuman ajakan sekaligus kegiatan para pemuisi dalam mendedah kehidupan.
Acep Zamzam Noor masih mengentak dengan kekuatan bahasanya yang liris dan metaforis dalam “Waktu yang Sehitam Dedak Kopi”, “Sepakbola”, dan “Bagian dari Waktu”. Ia bermain kata sekaligus makna secara filosofis. Pesona yang seakan belum pudar dari sosok Acep Zamzam.
Kolam-kolam musim dingin yang jernih/ Habis direguk musim panas yang kehausan/ Sungai masih mengalir pelan dari balik gunung/ Tapi gairahnya memancar jauh di lubuk lautan/ Maka ke balik ombaklah ingin kupersembahkan/ Nanar hatiku. Kesabaran ibarat sungai/ Dan kebijaksanaan tak pernah minum terlalu banyak// (“Bagian dari Waktu”) 
Ada tiga puisi Sunda terselip dari penyair Arom Hidayat. MSB rupanya tetap memberi ruang bagi penyair mana pun untuk bebas berkreasi sekaligus mempertahankan bahasa tradisi. Arom menyapa kita tentang puisi sendiri dengan bahasa yang enak dan terjaga rimanya dalam “Heuheuy Deudeuh”. Asa teu pira, ngabukbak leuweung/ aing jeung maneh/ keur melak sasiki sajak// nyaĆ©ta, ku asa heunteu pirana/ ngaludang jeung ngaruang/ sora urang sorangan//
Kita ternyata secara kejiwaan memiliki rimba, rimba untuk kita tebas dan jelajahi sekaligus taklukkan agar bisa menemu apa yang tersembunyi dalam diri: puisi! Demikianlah Arom berupaya menyuarakan makna yang tersembunyi di balik tabir puisi.
Dian Hartati sebaliknya berupaya menyuarakan diri dalam “Undangan 2” dengan diksi yang meruah dan apa adanya, tanpa balutan rima dan metafora istimewa. Akan tetapi, kekuatan Dian adalah menyuarakan sesuatu dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami sekaligus bicara banyak. yang datang kepadaku lalu membuka dua jalur sungai/ melankolia dibagi-bagikan// aku bukan sesiapa/ hanya tirai yang menyelubungi mata/ dari sinar dan muram kabut pagi hari// aku bukan kitab suci yang dibaca setiap saat/….
Begitu banyak puisi yang disebarkan para penyair dalam Menulis Puisi Lagi. Kita bahkan diajak menggalau bersama dalam melihat wajah kota. Zulkifli Songyanan membalas puisi yang ditulis Ramadhan KH dalam versi sekarang, menghadirkan ironi dari keindahan puisi Ramadhan yang telah dibukukan dalam Priangan Si Jelita.
1/ Seperti baris-baris sajakmu/ Sederet pohon mahoni/ Teduh Jalan Cipaganti/ Masih membuatku takjub, berkali-kali.// Dan terkenang pupuh kinanti/ Lagu sendu yang jadi asing/ Di tengah bising kota ini.// Entah kenapa, aku ingin menangis.// 2/ Berjalan di bawah Jembatan Pasupati/ Aku saksikan monyet dan manusia/ Nasibnya mirip sekali.// Sedang di plaza-plaza yang kudatangi/ Setiap orang yang kuajak bicara/ Mendadak jadi manekin.// (Aduhai, lihatlah/ Di putih dada mereka/ Berkilauan potongan harga!)// 3/ Seruling di Pasir Ipis, katamu, merdu/ Tapi tembang yang menggema/ Antara Burangrang-Tangkubanparahu/ Tak juga sampai padaku.// Kembang Tanjung berserakan, katamu/ Paha perawan di jalan-jalan, sambungku.//….
 Bagaimanapun, pengerjaan antologi puisi semoga tak sia-sia. Kita butuh upaya tiada henti demi mendokumentasikan kehidupan, dan sastra adalah medium yang tak bisa dipinggirkan karena merupakan bagian terpadu dari masyarakat beradab.
Selamat ulang tahun, Majelis Sastra Bandung. Semoga perjalanan selama 6 tahun tak terhenti di satu titik stagnasi.***
Cipeujeuh, 12 Maret 2015
#Sastra #Puisi #MajelisSastraBandung
~Foto hasil jepretan kamera ponsel ANDROMAX PRIME

17 komentar:

  1. Syelamat ulang tahun majelis sastra bandung.. semoga karya2 nya semakin oke yaa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Terima kasih, Mbak Thya. Semoga MAJELIS SASTRA BANDUNG baca ini. Pun penyair yang terangkum karyanya. :)

      Hapus
  2. Mbak ... artikel ini copas dari blog yang dulu yach ? :) saya lihat tanggalnya 12 Maret 2015.

    Sebaiknya jangan di copas, namun tulis ulang saja, agar tulisan menjadi artikel seger dimata Mesin pencari, bukan artikel duplikat.

    Mudah2an tidak copas yach... :)

    di tulis ulang dengan menambahkan informasi baru sangat baik sekali krn akan menambah nilai lebih dimata mesin pencari, dan berpeluang nangkring di halaman pertama Google.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, di-copas, Kang. Tapi yang di blog lama sudah dihapus. Cuma harus cari juga apa ada jejak di G+.
      Terima kasih sarannya, Kang. Meski saya bingung apa harus diterapkan karena sayang jika blog lama diantep dengan isinya padahal saya tak akan isi lagi. Takutnya ada yang ambil itu lalu mengakui sebagai karyanya karena blog lama saya dianggap tak aktif. Nanti saya pikirkan soal tambahkan informasi barunya, dengan bikin panjangan dikit.
      Senang dapat pemberitahuan dari kang Nata. Saya ingin tahu, apakah meski kita telah hapus isi blog, mesin pencari tetap akan menyimpan datanya?

      Hapus
    2. artikel lama akan tetap dirayapi googlebot dan akan ada laporan eror di webmaster tool.

      masalahnya adalah artikel yg mbak tempatkan diblog ini adalah artikel yg pernah dirayapi googlebot.

      googlebot itu adalah robot yg menjelajahi artikel yg kita buat.

      klu ternyata artikel yg mbak buat adalah hasil copas, googlebot pasti tahu dan yg terjadi adalah artikel sulit masuk page one google krn disangka spam.

      saya pernah coba hal ini.

      yg lebih baik itu adalah Mbak tulis ulang dng gaya bahasa berbeda dan informasiny ditambah.

      Biar menjadi informasi segar dan Google senang akan hal itu.

      Hapus
    3. artikel lama klu sdh dihapus tdk akan muncul mbak. :)

      Hapus
    4. Jadi, meski artikel lama telah dihapus, jejaknya akan tetap muncul dalam sistem perayapan Googlebot? Saya tak begitu paham soal itu, Kang. Googlebot tetap menyimpan ingatan akan jejak hilang yang telah dihapus?
      Duh, tolong dibikin artikel atuh di Asikpedia agar lebih jelas bagi saya yang awam soal copas karya sendiri. Nuhun, Kang.

      Hapus
  3. HBD MSB, Majelis Sastra Bandung! Terus menetaskan karya-karya gemilang pula untuk masyarakat Indonesia dan dunia :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Meski sekarang saya tak tahu apakah Majelis Sastra Bandung masih aktif, namun semoga tetap aktif dan kreatif. Terima kasih, Nonamuda Tuteh.

      Hapus
    2. Nimbrung ahh emsk rohyati .. Ajarin nulis dong pngn bsa lihai dalam sastra.kisi-kisinya dikit hheee

      Hapus
    3. Aaah, bagaimana caranya mengajarkan sastra yang enak dama dunia menulis, ya? Silakan japri saya di pos-el (e-mail_ atau akun Facebook juga bisa.
      Yang terpenting banyak baca puisi dan menikmatinya tanpa beban. selalu ada hal yang mengasyikan dariu puisi, loh. Mari belajar.

      Hapus
  4. Mba, saya tuh salut banget ama orang-orang yang pandai menulis puisi, saya kesulitan soalnya kalau nulis puisi hahaha
    Masih ingat dulu waktu SMP, saya paling bete kalau pelajaran bahasa Indonesia dan kita disuruh bikin puisi hehehe

    Bahkan baca semua tulisan mba ini, saya jadi merasa kayak remahan rengginang di kaleng monde hahaha
    Masih harus belajar lebih lagi agar bisa pandai menulis kayak mba, makanya tulisannya selalu ada di mana-mana :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan merasa seperti remahan rengginang, Mbak Rey. Yang penting tetap menulis agar bisa terus mengasah potensi diri. Puisi memang membantu penulisnya untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran terdalam, dan untuk itu ada proses panjang; rasa suka dan keinginan untuk menggulatinya.
      Sesekali baca puisio bagus juga agar rasa bahasa Mbak Rey bisa terasah. insya Allah. Puisi itu indah. Mari baca puisi meski belum bisa menuliskannya, itu akan membantu kemahiran Mbak Rey mengolah tuilisan dan memperlakukan bahasa.

      Hapus
  5. Balasan
    1. Siap, kang. maaf jarang buka akun gmail untuk blog. Lagi menunggu kabar dari media tentang dimuat atau tidaknya di blog lain. Punten.

      Hapus

Terima kasih sudah singgah, silakan tinggalkan jejak komentar sebagai tanda persahabatan agar saya bisa lakukan kunjungan balik. Komentar sebaiknya relevan dengan isi tulisan. Nama komentator tidak langsung mengarah ke URL pos blog agar tidak menambah beban jumlah link pemilik blog ini. Jangan sertakan link hidup dan mati, apalagi iklan karena termasuk spam.Terima kasih banyak. Salam. @rohyatisofjan

Disabilitas Mengelola Komunitas

Arti disabilitas adalah keterbatasan aktivitas dan partisipasi akibat  ketidakmampuan mental atau fisik. Hal itu bisa menjadi stigma dalam m...