BANDUNG sebagai
kota seni dan budaya menampung begitu banyak pegiat seni yang aktif dan kreatif
berkarya. Wujud nyata dalam karya biasanya disebarkan pada masyarakat luas
untuk diapresiasi. Baik dalam pertunjukan atau dibukukan. Majelis
Sastra Bandung (MSB), satu dari sekian banyak komunitas seni sastra di Bandung,
adalah komunitas yang berupaya tetap konsisten mewujudkan karya nyata, tidak melulu
dalam pertemuan atau pertunjukan seni saja (Pengajian Sastra dan Tadarus
Puisi), tetapi juga membukukan antologi puisi sebagai perayaan milad
tahunannya.
Sebuah
majelis barangkali mengemban amanat yang berat demi mengusung idealisme. Dan
idealisme macam apa yang telah diusungnya selama 6 tahun ini? Kurun masa yang
tak bisa dibilang singkat.
Berdiri
sejak 25 Januari 2009, MSB layak
diacungi jempol karena upaya tahunannya yang tidak mudah itu, menerbitkan
antologi puisi sebagai perayaan ulang tahunnya. Sepertinya Matdon, selaku Rois
‘Am MSB dan kawan-kawan serius berupaya menghidupkan keberadaan majelis
tersebut.
Antologi
bersama Menulis Puisi Lagi, seperti
semacam perayaan sekaligus syukuran. 50 penyair dengan 125 puisi berupaya
menghadirkan stimung khas
masing-masing. Tema religiusitas, cinta, persona, kritik sosial, sampai
mengenai puisi sendiri didedahkan para penyair dengan daya ungkap
masing-masing.
Perbedaan
daya ungkap dalam suatu antologi puisi bersama bagaimanapun menarik untuk
dikaji dan nikmati. Mereka memiliki beragam jam terbang dan spirit pengalaman
yang berbeda namun berupaya memadukannya agar bisa dinikmati pembaca. Dan boleh
dikata, Menulis Puisi Lagi seakan
merupakan kitab rangkuman ajakan sekaligus kegiatan para pemuisi dalam mendedah
kehidupan.
Acep
Zamzam Noor masih mengentak dengan kekuatan bahasanya yang liris dan metaforis
dalam “Waktu yang Sehitam Dedak Kopi”, “Sepakbola”, dan “Bagian dari Waktu”. Ia
bermain kata sekaligus makna secara filosofis. Pesona yang seakan belum pudar
dari sosok Acep Zamzam.
Kolam-kolam musim dingin
yang jernih/ Habis direguk musim panas yang kehausan/ Sungai masih mengalir
pelan dari balik gunung/ Tapi gairahnya memancar jauh di lubuk lautan/ Maka ke
balik ombaklah ingin kupersembahkan/ Nanar hatiku. Kesabaran ibarat sungai/ Dan
kebijaksanaan tak pernah minum terlalu banyak// (“Bagian
dari Waktu”)
Ada
tiga puisi Sunda terselip dari penyair Arom Hidayat. MSB rupanya tetap memberi
ruang bagi penyair mana pun untuk bebas berkreasi sekaligus mempertahankan
bahasa tradisi. Arom menyapa kita tentang puisi sendiri dengan bahasa yang enak
dan terjaga rimanya dalam “Heuheuy Deudeuh”. Asa teu pira, ngabukbak leuweung/ aing jeung maneh/ keur melak sasiki
sajak// nyaƩta, ku asa heunteu pirana/ ngaludang jeung ngaruang/ sora urang
sorangan//
Kita
ternyata secara kejiwaan memiliki rimba, rimba untuk kita tebas dan jelajahi
sekaligus taklukkan agar bisa menemu apa yang tersembunyi dalam diri: puisi!
Demikianlah Arom berupaya menyuarakan makna yang tersembunyi di balik tabir
puisi.
Dian
Hartati sebaliknya berupaya menyuarakan diri dalam “Undangan 2” dengan diksi
yang meruah dan apa adanya, tanpa balutan rima dan metafora istimewa. Akan
tetapi, kekuatan Dian adalah menyuarakan sesuatu dengan bahasa yang lugas dan
mudah dipahami sekaligus bicara banyak. yang
datang kepadaku lalu membuka dua jalur sungai/ melankolia dibagi-bagikan// aku
bukan sesiapa/ hanya tirai yang menyelubungi mata/ dari sinar dan muram kabut
pagi hari// aku bukan kitab suci yang dibaca setiap saat/….
Begitu
banyak puisi yang disebarkan para penyair dalam Menulis Puisi Lagi. Kita bahkan diajak menggalau bersama dalam
melihat wajah kota. Zulkifli Songyanan membalas puisi yang ditulis Ramadhan KH
dalam versi sekarang, menghadirkan ironi dari keindahan puisi Ramadhan yang
telah dibukukan dalam Priangan Si Jelita.
1/
Seperti baris-baris sajakmu/ Sederet pohon mahoni/ Teduh Jalan Cipaganti/ Masih
membuatku takjub, berkali-kali.// Dan terkenang pupuh kinanti/ Lagu sendu yang
jadi asing/ Di tengah bising kota ini.// Entah kenapa, aku ingin menangis.// 2/
Berjalan di bawah Jembatan Pasupati/ Aku saksikan monyet dan manusia/ Nasibnya
mirip sekali.// Sedang di plaza-plaza yang kudatangi/ Setiap orang yang kuajak
bicara/ Mendadak jadi manekin.// (Aduhai, lihatlah/ Di putih dada mereka/
Berkilauan potongan harga!)// 3/ Seruling di Pasir Ipis, katamu, merdu/ Tapi
tembang yang menggema/ Antara Burangrang-Tangkubanparahu/ Tak juga sampai
padaku.// Kembang Tanjung berserakan, katamu/ Paha perawan di jalan-jalan,
sambungku.//….
Bagaimanapun, pengerjaan antologi puisi semoga
tak sia-sia. Kita butuh upaya tiada henti demi mendokumentasikan kehidupan, dan
sastra adalah medium yang tak bisa dipinggirkan karena merupakan bagian terpadu
dari masyarakat beradab.
Selamat
ulang tahun, Majelis Sastra Bandung. Semoga perjalanan selama 6 tahun tak
terhenti di satu titik stagnasi.***
Cipeujeuh, 12 Maret 2015
#Sastra #Puisi
#MajelisSastraBandung
~Foto hasil jepretan kamera
ponsel ANDROMAX PRIME
Syelamat ulang tahun majelis sastra bandung.. semoga karya2 nya semakin oke yaa..
BalasHapusAamiin. Terima kasih, Mbak Thya. Semoga MAJELIS SASTRA BANDUNG baca ini. Pun penyair yang terangkum karyanya. :)
HapusMbak ... artikel ini copas dari blog yang dulu yach ? :) saya lihat tanggalnya 12 Maret 2015.
BalasHapusSebaiknya jangan di copas, namun tulis ulang saja, agar tulisan menjadi artikel seger dimata Mesin pencari, bukan artikel duplikat.
Mudah2an tidak copas yach... :)
di tulis ulang dengan menambahkan informasi baru sangat baik sekali krn akan menambah nilai lebih dimata mesin pencari, dan berpeluang nangkring di halaman pertama Google.
Iya, di-copas, Kang. Tapi yang di blog lama sudah dihapus. Cuma harus cari juga apa ada jejak di G+.
HapusTerima kasih sarannya, Kang. Meski saya bingung apa harus diterapkan karena sayang jika blog lama diantep dengan isinya padahal saya tak akan isi lagi. Takutnya ada yang ambil itu lalu mengakui sebagai karyanya karena blog lama saya dianggap tak aktif. Nanti saya pikirkan soal tambahkan informasi barunya, dengan bikin panjangan dikit.
Senang dapat pemberitahuan dari kang Nata. Saya ingin tahu, apakah meski kita telah hapus isi blog, mesin pencari tetap akan menyimpan datanya?
artikel lama akan tetap dirayapi googlebot dan akan ada laporan eror di webmaster tool.
Hapusmasalahnya adalah artikel yg mbak tempatkan diblog ini adalah artikel yg pernah dirayapi googlebot.
googlebot itu adalah robot yg menjelajahi artikel yg kita buat.
klu ternyata artikel yg mbak buat adalah hasil copas, googlebot pasti tahu dan yg terjadi adalah artikel sulit masuk page one google krn disangka spam.
saya pernah coba hal ini.
yg lebih baik itu adalah Mbak tulis ulang dng gaya bahasa berbeda dan informasiny ditambah.
Biar menjadi informasi segar dan Google senang akan hal itu.
artikel lama klu sdh dihapus tdk akan muncul mbak. :)
HapusJadi, meski artikel lama telah dihapus, jejaknya akan tetap muncul dalam sistem perayapan Googlebot? Saya tak begitu paham soal itu, Kang. Googlebot tetap menyimpan ingatan akan jejak hilang yang telah dihapus?
HapusDuh, tolong dibikin artikel atuh di Asikpedia agar lebih jelas bagi saya yang awam soal copas karya sendiri. Nuhun, Kang.
saya baca semua.nuhunnnnnn pisan
HapusHBD MSB, Majelis Sastra Bandung! Terus menetaskan karya-karya gemilang pula untuk masyarakat Indonesia dan dunia :)
BalasHapusAamiin. Meski sekarang saya tak tahu apakah Majelis Sastra Bandung masih aktif, namun semoga tetap aktif dan kreatif. Terima kasih, Nonamuda Tuteh.
HapusNimbrung ahh emsk rohyati .. Ajarin nulis dong pngn bsa lihai dalam sastra.kisi-kisinya dikit hheee
HapusAaah, bagaimana caranya mengajarkan sastra yang enak dama dunia menulis, ya? Silakan japri saya di pos-el (e-mail_ atau akun Facebook juga bisa.
HapusYang terpenting banyak baca puisi dan menikmatinya tanpa beban. selalu ada hal yang mengasyikan dariu puisi, loh. Mari belajar.
Mba, saya tuh salut banget ama orang-orang yang pandai menulis puisi, saya kesulitan soalnya kalau nulis puisi hahaha
BalasHapusMasih ingat dulu waktu SMP, saya paling bete kalau pelajaran bahasa Indonesia dan kita disuruh bikin puisi hehehe
Bahkan baca semua tulisan mba ini, saya jadi merasa kayak remahan rengginang di kaleng monde hahaha
Masih harus belajar lebih lagi agar bisa pandai menulis kayak mba, makanya tulisannya selalu ada di mana-mana :)
Jangan merasa seperti remahan rengginang, Mbak Rey. Yang penting tetap menulis agar bisa terus mengasah potensi diri. Puisi memang membantu penulisnya untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran terdalam, dan untuk itu ada proses panjang; rasa suka dan keinginan untuk menggulatinya.
HapusSesekali baca puisio bagus juga agar rasa bahasa Mbak Rey bisa terasah. insya Allah. Puisi itu indah. Mari baca puisi meski belum bisa menuliskannya, itu akan membantu kemahiran Mbak Rey mengolah tuilisan dan memperlakukan bahasa.
Saya kirim email Mbak...
BalasHapusSiap, kang. maaf jarang buka akun gmail untuk blog. Lagi menunggu kabar dari media tentang dimuat atau tidaknya di blog lain. Punten.
Hapusnuhun semua da doanya
BalasHapus