ALHAMDULILLAH, hari ini (Ahad, 6
Januari 2019) esai bahasa saya dimuat rubrik ALINEA H.U. Riau Pos. Meski untuk itu saya harus menunggu beberapa bulan
setelah kirim. Sehari setelah pengiriman, saya langsung dapat tanggapan dari
redaktur rubrik bahwa naskah akan dimuat, hanya harus masuk daftar antre untuk
bulan Januari 2019. Redaktur mengizinkan saya menarik naskahnya jika merasa
waktu pemuatan terlalu lama. Saya tak keberatan menunggu. Anggap tabungan.
Jadi,
beberapa hari sebelum pemuatan, redaktur mengabari lewat surel (surat
elektronik/e-mail), bahwa naskah saya insya Allah akan tayang
pada tanggal 6 Januari 2019. Saya senang dapat kabar baik demikian. Rasanya
baru kali ini beroleh kabar sebelum pemuatan, bahwa karya saya akan tayang. Jarang
ada media yang mengabarkan itu.
Tahu-tahu dimuat, dan tahu-tahu beroleh honor pemuatan (dengan atau tanpa harus
konfirmasi honor dulu).
Judul
esai bahasa saya “Roti Sobek dan Penggilasan Cucian”, membahas istilah six pack alias dada kotak-kotak. Mengapa
saya tulis itu? Idenya muncul karena saya bingung dengan istilah six pack. Mutiara Aryani (Tiara) membantu
saya memberi referensi lewat pesan WA dengan kirim foto dan tulisan yang
diperolehnya dari media daring (dalam jaringan), tentang fenomena Jojo yang
bikin kaum hawa histeris gara-gara aksi buka kausnya di Asian Games 2018.
Ide
itu dari Tiara yang tahu banget minat saya selalu menulis esai bahasa daripada
disuruh menulis cerita anak seperti minatnya, hi hi. Hasil pemaksaan itu
membuat saya bekerja keras, tanya-tanya di WAG Klinik Bahasa. Saya beroleh
wawasan baru mengenai kebahasaan berkat diskusi dengan sesama peminat bahasa --
yang kebanyakan sudah pakar di bidangnya sesuai strata pendidikan atau pekerjaan.
Penyair
Hasan Aspahani bahkan memberi tahu bahwa ada istilah lain untuk six pack: papan penggilasan! Ha, jelas
saya melongo. Kudet benar saya. Tak
pernah terpikirkan bahwa dada kotak-kotak punya suami (berkat kerja kuli),
mirip papan penggilasan untuk mencuci
pakaian. Ha ha.
Itulah
asyiknya, bahasa adalah fenomena arus zaman. Istilah baru yang bermunculan
merupakan dinamika bahasa yang digunakan masyarakat penuturnya. Dengan kata
lain, bahasa itu dinamis bukan statis. Jadi pertambahan istilah kebahasaan yang
dilakukan masyarakat merupakan hal wajar. Justru kreativitas berbahasa itu
mestinya memperkaya kosakata bahasa Indonesia, meski dalam bentuk kiasan.
Kiasan
atau ungkapan untuk merujuk sesuatu dengan bahasa yang unik namun dirasa
mengena itu, pada dasarnya mengikuti kesesuaian sosiolinguistik dalam
masyarakat. Masyarakat adalah pencipta bahasa sesuai keperluannya untuk
mengungkapkan apa yang dirasa dan dipikirkan.
Mengapa Saya Suka Esai atau
Artikel Tentang Bahasa?
Karena
saya tunarungu dari umur 6 tahun, jadi kebanyakan belajar bahasa dari apa yang
dibaca. Dari sejak kecil sampai sekarang, memahami bahasa bukanlah hal yang
mudah. Butuh proses dan perjuangan panjang. Berkat suka baca, sedikit demi
sedikit saya menambah tabungan kosakata. Tidak selalu saya paham dengan apa
yang dibaca, kata atau istilah asing kerap dilewatkan dulu artinya.
Ketika
saya terpaksa berhenti sekolah setamat SD Negeri Kiaracondong 1 Bandung untuk
anak normal, karena tiada sekolah umum yang menerima saya. Maka selama 3 tahun
masa home schooling itu saya pakai
dengan banyak membaca apa saja. Bacaan yang berat pun tak masalah. Sampai saya
bisa kembali bersekolah di MTs. YPI Ciwangi Balubur Limbangan, Garut. Kemudian
pindah ke SMP Muhammadiyah 8 Antapani, Bandung kala kelas 2. Belajar tanpa
bantuan alat dengar.
Home schooling
yang saya lakukan sendiri sangat membantu untuk membaur dalam lingkungan dan terus
belajar memahami bahasa. Berkat banyak membaca, otak saya bisa menyerap dan
mengolah informasi dengan cepat (kecuali pada hitungan). Kosakata pun bertambah
serta bisa digunakan secara mengalir lancar kala menulis.
Saya
sangat terbantu dengan bahan bacaan baik yang telah dibaca. Secara otomatis
membuat saya terbiasa dengan struktur kalimat yang baik. Tanpa saya sadari, di
luar dunia sunyi tidak selalu struktur secara pelisanan akan rapi.
Majalah
Intisari adalah contoh guru bahasa
saya. Semua isi dalam majalahnya saya lahap habis, termasuk rubrik INILAH
BAHASA INDONESIA YANG BENAR asuhan J.S. Badudu. Saya belajar teori bahasa
berupa cara penulisan sampai arti kata. Saya terobsesi pada bahasa karena dunia
sunyi membuat terasing sendiri. Bisakah Anda pahami?
Ketika
saya memasuki dunia menulis, tabungan informasi mengenai kebahasaan itu sangat
membantu. Saya tak berhenti belajar, membaca rubrik bahasa di koran Pikiran Rakyat dan Galamedia. Jadi, saya paham bagaimana menyusun struktur kalimat yang
baik dan berusaha keras untuk menerapkannya.
Kesulitan
pasti selalu ada. Bukan cuma teori bahasa saja melainkan logika, bagaimana cara
menyusun struktur kalimat atau cara penulisan kata yang tepat. Perkenalan saya
dengan Pak Tendy K. Somantri yang dulunya redaktur budaya H.U. Galamedia lalu Kepala Pusat Data dan
Analisis H.U. Pikiran Rakyat,
membantu saya untuk menambah jaringan pertemanan dan wawasan kebahasaan di
milis guyubbahasa Forum Bahasa Media
Massa (FBMM). Sekarang Pak Tendy sudah pensiun dari Pikiran Rakyat dan jadi Ketua FBMM.
Ternyata
yang dibahas dalam milis tak melulu soal teori bahasa saja, fenomena berbahasa masyarakat
pun dibahas. Seperti istilah termehek-mehek
atau lainnya yang populer dalam masyarakat.
Saya
kian bergairah menulis esai bahasa setelah gabung dengan WAG Klinik Bahasa.
Diskusi secara cepat dalam ruang chat
publik itu menjadikan saya yang penyimak pasif mencoba aktif. Kadang saya
bertanya tentang suatu soal, selalu saja ada tanggapan dari rekan Klinik Bahasa
lain. Benar-benar ruang diskusi yang hangat dan responsif. Zaman telah berubah
dan milis seakan menjadi sesuatu yang kuno untuk masa sekarang. Namun saya
bersyukur pernah mengenal milis.
Saya
punya pijakan dasar berkat diskusi di milis guyubbahasa,
jadi tertarik menulis esai bahasa. Sudah beberapa esai mengenai bahasa yang
saya tulis. Kebanyakan berkaitan dengan fenomena berbahasa dalam masyarakat,
atau hal-hal yang menarik perhatian saya.
Karena
saya tak memahami teori keilmuan linguistik, maka tulisan pun terbatas
pembahasannya. Rujukan saya berupa buku yang dipunyai, KBBI, diskusi, dan dari
internet.
Jangan
anggap esai atau artikel bahasa itu berat, penulis mana pun bisa menuliskannya
asal berminat. Tak perlulah jadi ahli teori, namun sangat penting memahami teori. Jadi jangan berhenti terus
memperbarui diri dengan banyak belajar dan diskusi.
Buku
mengenai bahasa bisa menjadi rujukan kita, ada banyak buku demikian di pasaran.
Penulis buku bahasa yang populer sekarang adalah Ivan Lanin (Wikipediawan),
Uksu Suhardi (redaktur majalah Tempo),
dan Khrisna Pabhicara Marewa (penulis lepas). Di luar itu masih banyak lagi
nama lain yang layak diperhitungkan kemampuannya dalam menulis esai atau
artikel bahasa dalam bentuk buku; seperti Yusup Irawan, Encep Abdullah Pontang,
maupun buku antologi bahasa bersama yang diterbitkan penerbit besar atau
lembaga.
Saya
merasa bahwa bahasa Indonesia mulai banyak diminati masyarakat dibanding dulu.
Dunia digital telah memudahkan penyebaran arus informasi sehingga para pelaku
digital, entah itu warganet biasa atau kaum profesional, tertarik
mempelajarinya. Alasan utamanya tentu karena mereka adalah pengguna aktif media
sosial, jadi harus terlibat dalam arus informasi terkini, dan bahasa adalah
alat penyampai yang tak bisa diremehkan.
Meremehkan
bahasa Indonesia hanya menunjukkan bagaimana posisi diri mereka. Pegiat
literasi jangan sekali-kali meremehkan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik
dan benar. Itu berkaitan agar tulisan bisa runut, jelas, dan enak dibaca.
Narablog
juga sebaiknya jangan berhenti memperbarui diri. Tingkatkan kemampuan menulis
dan cara penyampaian. Bukankah kita harus terus belajar sepanjang hayat dikandung badan.
Sekadar
penutup, ada banyak rujukan untuk belajar bahasa atau sekadar memahami suatu
kata maupun istilah tertentu. KBBI daring, Wikipedia, Kateglo, dan Lokadata bisa jadi rujukan yang mudah dan menyenangkan. Salam.
Cipeujeuh, 6 Januari 2019
#Bahasa #EsaiBahasa
#RubrikBahasa #Alinea #RiauPos #ForumBahasaMediaMassa #KlinikBahasa
#SHSTJanuari6
~Foto dari Pak Irul S.
Budiarto yang dibagikan di grup Facebook Sastra
Koran dan Majalah, foto tampilan esai dari Mutiara Aryani.
wah jadi pengin baca artikel roti sobeknya, gambarnya terlalu kecil jadi tulisannya tidak terlihat, hehe
BalasHapusInsya Allah, akan saya posting esainya untuk label BAHASA. Maaf dan terima kasih. :)
HapusProk..prokk....tepuk tangan dulu dech untuk Mbak Rohyati ini.
BalasHapusTulisannya berbau pengalaman yang dicampur dengan pengetahuan, ckckckck...Super sekali.
Mbak punya skil menulis, kemungkinan besar blog ini akan maju terutama kategori Bahasa Indonesia,.
Coba dech Mbak, kirim tulisan di Mojo dot co. Disana ada label esai, dan bagi penulis yang beruntung akan dapat honot.
Ohy.... bagi2 alamat email dong Mbak... ? dari tadi saya lihat tdk ada kontak email. :)
Siapa tahu kelak ada penawaran dari saya, heheheh.... :)
Terima kasih keprok semangatnya, Kang. Senang jika apa yang saya bagikan ada manfaatnya. Sebenarnya saya sudah berupaya tembus Mojok cuma susah banget. Detik juga. Jadi menyasar media yang dirasa mudah dulu padahal Riau Pos juga lumayan susah ditembus, he he.
HapusHarapan saya semoga bahasa Indonesia pun bisa diterima beragam kalangan dengan perhatian khusus, terutama yang bergiat dalam dunia literasi dan blog.
Soal alamat kontak. Duh, saya sudah berupaya cantumkan secara otomatis lamatanya di bawah setiap posting-an namun rupanya gagal.Apa Kang Nata bisa menulis tipsnya?
Akan saya coba lagi kayak Mbak Rey yang selalu otomatis menyertakan alamat kontak dan akun media sosialnya. Nuhun, Kang. Semoga kelak saya kecipratan rezeki juga dari bagi-bagi job, he he.
Wah senangnya...
BalasHapusAlhamdulillah, akhirnya Teh Anggi pun buka blog lagi. Diisi, ya, Teh. Mari.
HapusSaya suka membaca pos ini (pos lainnya juga donk) khas Kakak Rohyati, menulis dengan sangat baik, mengantar pembaca menelusuri kata demi kata, paragraf demi paragraf, dengan sangat terstruktur. Bahasa Indonesia jangan dianggap remeh, ketika mampu mensejolikan diksi, akan sangat sangat sangat indah. Bahasa yang terus berkembang sesuai perkembangan zaman haha. Terima kasih untuk daya ungkit semangat yang sudah Kakak tulis:
BalasHapusNarablog juga sebaiknya jangan berhenti memperbarui diri. Tingkatkan kemampuan menulis dan cara penyampaian. Bukankah kita harus terus belajar sepanjang hayat dikandung badan.
Betul, Kak. Bagi para blogger, sebenarnya, rajin menulis merupakan salah satu cara untuk memperbaiki tulisan dari hari ke hari. Karena, tidak ada yang instan di dunia ini. Hehe. Salut untukmu, Kak. To the max!
Alhamdulillah, Nonamuda. Meskipun demikian, saya juga harus tetap memperbaiki diri secara terus-menerus, karena masih ada kesalahan berbahasa yang hanya akan tampak dalam pandangan pakar bahasa yang jeli. Saya ada kelemahan menyusun pilihan kata, apakah mestinya sebagai antarkalimat atau intrakalimat.
HapusJadi, tiada pilihan selain tetap membaca beragam rujukan juga harus jeli kala menulis.
Mbaaa.. saya baca komennya kang Nata, dan beneran deh.
BalasHapusBlog ini belum ada kontaknya loh.
Ayo bikin mba.
gampang kok, pakai widget juga bisa, minimal ada nama, email dan nomor HP
saluuttt banget mbaaa..
JAngan pernah lelah menulis, tulisan mba itu masih amat sangat jarang dalam dunia blog, unik saking jarang yang gunakan.
Selain itu kebiasaan mba Rohyati rajin BW dengan komen yang menarik perhatian, beneran bikin mba itu jadi cepat terkenal
Semangat selalu ya mba, teruslah menginspirasi, khususnya saya yang belum pandai menulis dengan benar ini hahaha
Alhamdulillah, senang ada teman yang selalu mengingatkan pada kebaikan. Akhirnya saya bisa juga bikin pengenalan diri di halaman khusus. Terima kasih, ya.
HapusSaya jadi malu, Mbak Rey. Padahal di luar sana ada banyak narablog lain yang bagus soal bahasa dan lebih detail mengulas bahasa. Syukurlah jika saya yang hanya nyempil ini bisa membawa faedah bagi sesama. Dan komen Mbak juga menarik perhatian saya, ha ha.
Hatur nuhun pisan.
Ih mba Rohyati mah, beneran punya ciri khas tersendiri.
HapusSetidaknya di lingkaran blogger emak-emak hehehe.
Saya sering BW ke mana-mana, tapi rasanya masih jarang yang menulis dengan ciri khas ala mba Rohyati ini.
Saya jadi banyak belajar kata-kata dalam bahasa Indonesia yang benar dari blog ini.
Dan, meskipun gaya bahasanya begitu memperhatikan bahasa Indonesia yang benar, namun masih terbaca dengan ringan, ngga kaya blog berita online hahahah.
Semangat selalu mbaaa...
Jangan lelah mengingatkan kami tentang penulisan yang baik dan benar :)
Alhamdulillah. Selamat ya senang pastinya karya kita dipublikasikan. Semoga karya karya lainnya terus bermunculan. Amin.
BalasHapusMasyaallah, pantas saja bisa menulis esai bahasa. Memang sudah terlatih sejak kecil, ya. Selamat atas pencapaiannya.
BalasHapusYang penting semangat dan juga konsistensi yaaa mba.. aku kalau menulis angot-angotan, kecuali untuk pekerjaan hehehe
BalasHapuswohoo! keren mbak esainya terbit juga. aku masih sulit menulis esai. biasanya nulis di blog aja, hehe.. hm, dulu pernah juga sih ikutan nulis di buku antologi cerpen bareng temen2 komunitas 1minggu1cerita. mau baca ga mbak? aku masih ada nih bukunya *eaa malah promosi xD
BalasHapusSelamat untuk publikasi esainya ya Mbak. Saya salut banget membaca perjuanganmu, Mbak. Belajar bahasa secara mandiri sampai sukses bisa publikasi esai. Inspiratif banget! Sukses selalu ya Mbaaaak!
BalasHapusAlhamdulillah..senangnya. Saya senang baca tulisan Mba..tertata begitu rapi. Semangat terus ya Mba..����
BalasHapusKakaaa...
BalasHapusKita tetanggaan ternyata yaa...
SMA nya di Antapani kan..?
Aku di Arcamanik.
Ya Allah~
Ketemuan doonk, kak...
Biar bisa minta ajarin nulis yang menghasilkan pundi-pundi rupiah gini...
Seruu niih..
Salut mbak..aku juga pengen punya semangat yang sama dengan mbak. Aku setuju banget kalau sebagai narablog harus bisa memperbaharui diri.
BalasHapusMbaa..saya makin salut dg mba Rohyati yg ternyata memiliki keterbatasan namun mampu memacu diri dan berprestasi jauh melampaui keterbatasannya. Dan saya baru tahu itu sebabnya tulisan2 mbak terstruktur dg apik tapi tetap nyaman dibaca. Terus semangat ya mbaa... Ihya saya menanti posting ttg Roti Sobeknya ya..hehe .
BalasHapusSangat menginspirasi sekali mba ceritanya, semoga terus semangat dan menebarkan virus positif ya mba.
BalasHapusselamat ya teh keren bisa tayang nih di koran :) fenomena roti sobek emang pas Jojo itu ya teh hhahah bikin emak2 salfok
BalasHapusMasya Allah, saya salut sekali dengan Mbak Rohyati yang terus belajar dan menambah kosakata baru setiap harinya. Memang dengan kosata kata yang banyak dan wawasan yang luas, pasti ya dapat membantu proses apapun di lingkungan manapun. Saya belum begitu banyak kosatakatanya dan seharusnya terus membaca untuk mendapat perbendaharaan kosakata yang banyak. Terima kasih inspirasinya ya Mbak
BalasHapusPengen baca juga doong Mbak artikel Jojo nya, ehh roti sobek dan penggilasan itu *upsss.
BalasHapusKerenn banget Mbak, artikelnya sering tayang di media, salut banget lho :)
Suka baca tulisannya Mbak Rohyati, selalu ada ciri khasnya dan memang menuliskannya menggunakan diksi yang udah dipilih dengan cermat. Oh ya saya setuju banget itu kalau kegiatan membaca karya berkualitas, intisari salah satunya, bisa membantu memperkaya kosakata. Dari perbendaharaan kosakata yang banyak maka tulisan pun jadi makin "kaya".
BalasHapusaku suka deh baca artikel ini, jadi makin semangat untuk menulis banyak hal, membahasakan ide melalui tulisan ya mba. Makasi mba, aku banyak belajar istilah baru jadinya.
BalasHapuskeren mba. aku belum pernah nulis sampai dimuat di koran atau media cetak. Masih cetek banget nih ilmu dan sepak terjangku
BalasHapusJujur Mba, awal saya kenal Mba di grup FwB, saya itu kaget dengan komentar Mbak yang selalu panjaaaaang sekali. Namun saya baru bahwa ternyata kondisi sunyi ini yang membuat Mbak lebih mengindahkan kata-kata meski dalam sebuah kolom komentar. Tapi saya suka, karena artinya Mbak benar-benar membaca tulisan dan mengerti isinya, nggak seperti sebagian blogger lain yang hanya fast reader saja.
BalasHapusOh ya, satu lagi, sebagai lulusan Sastra Indonesia, saya merasa tidak ada apa-apanya dibanding karya yang sudah Mbak terbitkan. Ilmu-ilmu yang sudah saya pelajari pun seakan terbang begitu saja selepas wisuda. Paling-paling hanya ilmu-ilmu dasar dalam menulis saja yang masih membantu saya dalam menulis blog dan cerita fiksi (dulu). Selebihnya, entah ke mana. :(
Oh, wait. Sekarang saya pun jadi menulis panjang sekali di kolom komentar ini. Hihihi, maafkan. :))