DALAM
buku
Ensiklopedia Makanan Populer di Provinsi
Jawa Barat yang ditulis oleh Nantje Harijatiwidjaja. dan kawan-kawan, diterbitkan
oleh Balai Bahasa Bandung (sekarang Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat); ada
entri mengenai kicimpring. Ini dia!
Nama gorengan yang sejenis dengan upak
yang ditulis Kang Nata di blog Asikpedia miliknya. Saya mengomentari bahwa
bahan dan cara pembuatannya nyaris sama seperti
sejenis gorengan yang ada di suku Sunda. Bedanya upak di Palembang pakai lembaran daun pisang sebagai wadah adonan
tipis yang dikukus dengan cara khusus.
Apakah
kicimpring itu?
Semacam kudapan yang terbuat dari
parutan umbi singkong dan dibentuk berupa lembaran tipis.
Cara
membuatnya mudah namun butuh kesabaran karena prosesnya merepotkan.
- Kupas singkong dan cuci sampai bersih, lalu parut.
- Singkong yang telah diparut itu campur dengan beragam bumbu pilihan. Ada yang cuma garam, bawang putih, bumbu penyedap, dan irisan daun bawang. Kalau mau lebih enak lagi, tambahkan cabai rawit untuk menambah rasa pedas, terasi atau rebon, atau jika ingin berasa unik tambahkan lumatan jengkol. Pokoknya tambahkan bahan lain yang disuka sesuai kreasi.
- Parutan berbumbu itu kemudian ambil secukupnya, lalu dimasukkan ke wadah tutup panci. Bentuk secara melingkar mengikuti wadah tutup panci dan tekan tipis-tipis agar adonan merata.
- Lakukan hal serupa untuk adonan lain pada tutup panci lain. Sepertinya butuh lebih banyak wadah tutup panci yang terbuat dari aluminium. Tidak praktis bagi yang peralatan masaknya terbatas. Lebih baik pakai bahan lain seperti pipiti alias besek anyaman bambu. Atau seperti di tempat Kang Nata berupa lembaran daun pisang, itu lebih aman dan ramah lingkungan daripada memakai lembaran plastik.
- Susun wadah adonan ke dalam panci pengukus besar yang telah diberi air untuk mengukus di dalamnya. Kukus sampai berbentuk bening seperti kaca. Angkat, dan gantikan dengan wadah lain yang telah selesai dibentuk untuk dikukus.
- Biarkan dulu wadah itu sebentar agar tak terlalu panas, potong dalam bentuk sesuai selera, kemudian lepaskan lalu susun di ayakan besar khusus untuk menjemur.
- Jemur sampai kering di bawah sinar matahari lalu lepaskan.
- Goreng sampai garing kapan saja suka lalu hidangkan sebagai camilan atau teman makan nasi.
Sebelumnya
saya katakan bahwa proses pembuatan kicimpring
mudah namun terasa merepotkan. Ya, tahapan itu adalah suatu keistimewaan bahwa
makanan butuh perlakuan khusus sebelum jadi dan siap santap.
Jika
merujuk pada cara pembuatan kicimpring
dengan upak, sepertinya ada semacam
akar kesejarahan makanan tradisional. Yang berbeda cuma cara penamaan atau
masaknya saja, namun dari segi tekstur rasa jelas sama. Lalu bagaimanakah
makanan khas daerah bisa menyebar? Sepertinya itu bahasan ilmu antropologi,
yang jelas bukan kapasitas saya.
Saya
cuma suka makan, termasuk kicimpring
yang jadi makanan favorit saya karena rasanya enak. Gurih dan mengenyangkan
karena terbuat dari parutan singkong yang mengandung karbohidrat. Pun meski
pembuatannya butuh proses merepotkan, namun kicimpring
mentah termasuk makanan tahan lama asal disimpan di tempat yang bersih dan
kering.
Meski
saya doyan kicimpring namun tak
pernah membuatnya, saya tak punya panci kukusan besar, he he. Jadi, kalau suami
mencabut banyak umbi singkong tua di pekarangan, saya cuma mengolah yang
itu-itu saja: comro (oncom di jero) atau comring.
Kicimpring
dalam foto di atas adalah pemberian dari tetangga kampung yang garap kebun di
bawah rumah. Ceu Entin baik juga, ya. Memberi sekeresek besar kicimpring mentah yang bisa habis untuk
beberapa hari.
Bagi saya makanan tradisional khas Sunda tetap merupakan makanan yang lebih enak, sehat, dan mengenyangkan daripada semacam snack buatan pabrik yang berpengawet. Sayangnya karena cara membuat kicimpring lumayan merepotkan, jarang ada yang memproduksinya dalam jumlah besar. Paling jadi makanan olahan rumahan orang kampung sini untuk jadi teman makan nasi atau sekadar gorengan.
Lalu
apakah kicimpring itu termasuk
keripik atau kerupuk?
Secara
bahasa ada perbedaan antara keripik dan kerupuk. Keripik tak menghilangkan
bentuk asli bahan dasar yang utuh, sebut saja keripik singkong atau talas.
Sedang kerupuk telah melalui perubahan bentuk bahan dasar yang diolah, seperti
dibentuk lebih halus daripada sebelumnya, sehingga perlakuan tersebut menghilangkan
bentuk asli yang utuh.
Orang
sini selalu menyebut kicimpring
dengan kerupuk singkong atau kurupuk
sampeu. Makanan itu termasuk musiman, hanya ada jika musim singkong sudah
berbuah tua dan besar.
Yang
jelas kicimpring telah memperkaya
kuliner khas Nusantara. Sebuah kekayaan budaya warisan turun temurun dari nenek
moyang yang bijaksana cara pengolahannya. Memanfaatkan alam sebagai penyaji
sumber pangan yang melimpah.
Saya
kira semestinya kicimpring diolah
secara lebih besar dalam industri rumah tangga, dikemas apik dan sesuai standar
pengemasan makanan, diberi citarasa yang beragam sesuai selera pasar, ditentukan
masa kedaluwarsa dari waktu pembuatan, kemudian disebarkan dengan cara yang
lebih cerdas mengikuti strategi pemasaran jangkauan luas.
Kicimpring
memang hanya makanan tradisional khas suku Sunda, namun Palembang pun punya upak yang mirip kicimpring. Pada dasarnya makanan tradisional pun harus
dilestarikan keberadaannya agar masyarakat Indonesia tidak lupa akar, tidak
buta sejarah, menghargai proses, dan bangga sebagai orang Indonesia yang
bermartabat.
Salam.
Cipeujeuh, 21 Januari 2019
#Kicimpring
#KerupukSingkong #MakananTradisional #GorenganAwet #TanpaPengawet #BahanDasarUmbi #Singkong #SHSTJanuari21
~Foto hasil jepretan kamera ponsel ANDROMAX
PRIME
Kalo untuk temen pas makan kayaknya seru juga.
BalasHapusDilihat dari cara pengolahannya, menurutku kecimpring lebih pas dikategorikan sebagai keripik.
BalasHapusKalau kerupuk sudah berbeda jauh dengan tampilan bahan utamanya.
Di daerahku nama keripik ini beda lagi, kak. Cuman aku lupa namanya apa.
Rata-rata masih banyak dijumpai dan diminati di pedesaaan seperti di desa asal nenek buyutku.
Kalau di perkotaan jenis keripik ini sudah sangat jarang terlihat.
hahahahah.... ampyun dech.... Upak yang sering saya makan sewaktu masih kecil dulu ternyata di ekspose disini, ketahuan nich kalau saya Wong Desoh, hahahahah...
BalasHapusAwal membaca ini saya cuma penasaran dengan Kecimpring.... eee,,,,rupanya kakak beradik dari si Upak.
Pada Prinsipnya makanan ini memang enak dan mengandung Karbohidrat.
Kalau saya mah sukanya, kalau dicelupin ke Cuka Pempek kalau sudah di goreng, rasanya kriuk-kriuk dan pedes enak ,,,,gitu Mbak.
Ayo dong Mbak Ekspose Jenis makanan lainnya yang belum banyak ditulis di Google . :) dengan begitu tulisan kita akan sedikit pesaingnya, sehingga trafik akan mudah naik dimasa akan datag. :)
Di tempatku kok kayaknya namanya "Becak" ya mbak haha
BalasHapusapa beda ya? tapi dilihat dr tekstur pas masih mentahnya mirip becak.
entahlah apa itu tapi pasti feelingku tepat mbak ini namanya becak hahaha
inget jaman kecil, di oleh2in becak sama ibu dari pasar..huhu so sad.
Ini adalah bukti bahwa literasi bahasa saya masih cetek banget: saya baru tahu bedanya keripik dan kerupuk itu apa. Menyedihkan memang, taunya makan doang #eh
BalasHapusBener mba, makanan kayak gini harus dilestarikan dan diperkenalkan ke publik sebagai ciri khas suatu daerah. Kalau digemari sebagai oleh2, bisa menjadi peluang usaha bagi masyarakat di sekitar lingkungannya
Kayaknya saya belum pernah makan deh mba, daaann saya ngiler wkwkwk
BalasHapusSaya paling suka olahan singkong, apalagi dibuat kayak keripik, nyammmm..
Tapi kayaknya saya belum pernah liat di jatim, apa memang cuman ada di jabar kali ya.
Btw, kalau di Buton ada lagi olahan singkong yang kayaknya di Jateng juga ada, tapi saya lupa namanya.
Jadi singkong diparut, terus diperas biar airnya pisah dengan parutan singkong, setelah itu dijemur.
Nantinya parutan singkong yang udah kering, bisa dimasak lagi di sebuah wadah segitiga, lupa namanya, atau dibuat gorengan yang dibikin dengan kodel angka 8, saya pernah baca jajanan itu di blog Himawan, tapi lupa judulnya apa.
Duh kok jadi lapar ya saya hahaha
Setuju, Teh. Kicimpring sudah memperkaya kuliner khas Nusantara. Sudah lama saya gak makan kicimpring. Baca ini jadi kangen. Biasanya di rumah kalau lagi musim singkong gitu suka bikin. Di makan bareng keluarga sembari ngobrol santai itu menyenangkan.
BalasHapusOh, iya waktu sekolah dasar saya dulu, malah ada yang jual kicimpring. Lupa harganya, yang jelas masih murah pada saat itu. Dijualnya lengkap dengan sausnya. Tapi yang beli beragam sih, mau di kasih saos atau tidak itu selera.
Ini d.sini suguhnya gak ada kicimpringnya langsung ya, Teh? hehe
Dari yang Kakak tulis di pos ini, waktu kecil sepertinya saya pernah makan kecimpring, dibikin sama isterinya guru olahraga SD, kebetulan mereka tinggal di rumah dinas guru. Proses pembuatan dan kukusnya mirip yang dipos ini, jadi memang lama. Misalnya dibikin hari ini, dijemur (ini paling lama) digoreng dan dijual pada bocah/murid SD itu. Kadang saya membelinya untuk dibawa pulang, bekal buat temani baca buku hasil pinjam di perpustakaan atau pas baca cergam Tiger Wong dan Tapak Sakti. Masalahnya saya tidak tahu itu panganan asalnya dari mana hehehe, mungkin isteri guru saya itu mendengar dari sodaranya. Mungkin sih. Dan namanya waktu itu adalah kerupuk ubi. Kami menyebutnya begitu. Ada aneka warna dan saya ingat warna pink yang paling sering ada.
BalasHapusKemudian saya pernah memakan opak (Opak Open Bu Mumum, judul artikel saya), juga ikut proses pembuatannya (membentuk opak), ikut membuat tapi banyak rusak dan saya cuma bisa minta maaf sama Bu Mumun. Apakah opak ini yang dimaksud dengan upak dalam pos ini?
Saya tahu kecimpring itu dari sinetron Preman Pensiun. Sampai sekarang masih belum familiar di telinga saya yang orang Jawa Timur. Mungkin semacam keripik singkong dengan pembuatan yang sangat beda dengan daerah saya.
BalasHapusSaya orang Palembang, dan pertama kali liat gambarnya "Lah ini bukanya opak..." eh pas baca sampai bawa, diulas juga ternyata. Kalau kita sebutnya Opak Mba... atau keripik upi saja. Hehehehe
BalasHapus