Selasa, 13 November 2018

Train to Busan: Berkereta dengan Para Zombie!




APA, sih, asyiknya film zombie? Um, saya tak tahu karena bukan penggemar film bertema demikian, cuma kebetulan dapat dari hasil sedot koleksi film yang disimpan anak sobat sampai keponakan saya dalam komputer jinjingnya. Ada file film yang tak saya intip isinya tentang apa, jadi tahu-tahu malah menonton film horor tentang para zombie yang kalap serang orang sana-sini. Atau saya sudah tahu isinya tentang zombie tetapi tetap sedot untuk ditonton dan dikoleksi dalam netbook Acer saya, alasannya suka atau penasaran. Yah, lumayanlah untuk diulas dalam blog.

Apa, Sih, Arti Zombie Itu? 


Menurut kamus bahasa Inggris yang saya beli untuk Palung di toko kitab dekat Pasar Balubur Limbangan seharga 15 ribu rupiah saja, artinya mayat yang dihidupkan kembali dengan ilmu gaib (kamus Lengkap 900 Milyar [yang sayangnya kurang lengkap], R. Krisdianto, Penerbit Barus, Jakarta). Kalau translate dalam Transtool, sih, artinya mayat hidup tanpa embel-embel lain.
Baiklah, jika mengacu pada arti mayat yang dihidupkan kembali dengan ilmu gaib, berarti istilah zombie -- yang penulisan dalam bahasa Indonesia menjadi zombi tanpa e -- itu merupakan hal yang sudah dikenal sangat lama sekali, barangkali sejak zaman dahulu kala. Kala ilmu klenik masih bersimaharajalela.
Dahulu kala saya masih kecil dengan status anak SD, tahun ’80-an, pernah menonton film zombi bertema mayat yang dihidupkan kembali dengan ilmu gaib. Bagi anak kecil itu terasa seram banget, namun anehnya saya tetap menonton sampai tamat. Sampai bagian penutup berupa nama-nama asing awak filmnya. Entah buatan Jerman atau Belanda, namun akibatnya tiap saya baca nama berbau asing demikian di layar televisi jadi merinding ingat film zombi. Yah, namanya anak kecil, he he, beroleh pengalaman traumatik akibat film horor.



Alkisah, ada seorang lelaki yang membunuh seorang lelaki lainnya, entah pembunuh atau yang dibunuh orang jahat, atau keduanya sama jahat, karena kala mayat tersebut dibakar di perapian seakan menjadi kutukan. Abu yang tersebar dari cerobong asap jatuh di area pemakaman. Dan di makam tersebut ada sekelompok anak muda yang berpesta memutar musik entah rock atau metal, pokoknya kombinasi sebaran abu mayat yang dibunuh pembunuh plus musik berisik sanggup membangkitkan mayat-mayat yang dikubur di pemakaman itu.
Mau ngapain, tuh, mayat orang mati “hidup” lagi? Yah, mau keluyuran jadi zombi, lah. Zombi-zombi dari makam itu bangkit dengan beragam gaya, kayak lengan nyembul duluan dari makam yang mendadak terbongkar, atau kepala duluan, atau semua anggota badan duluan.
Dan mereka berjalan dengan gaya superkaku ala zombi, lamban pula, menyerang sekelompok anak muda tersebut, menggigit lalu memakani otak mereka. Seram banget. Dan anak-anak sial tersebut begitu usai digigit dan otaknya dimakan malah ikut berubah wujud jadi makhluk yang bukan manusia lagi, jadi mahkluk kategori zombi lapar otak. Mereka keluyuran di kota dan menyerang penduduknya hingga menzombi pula. Jeng… jeng… jeng…. SELESAI!



Karena yang akan saya bahas adalah film “Train to Busan” (Kereta Menuju Busan), tak usahlah membahas film zombi di atas yang saya lupa judulnya apa. Zombi yang ini bangkit bukan karena klenik melainkan kebocoran dari pabrik kimia. Gak jelas kimia apa, tak dijelaskan di film. Lebih pada genre thriller campur drama mengenai upaya sekelompok manusia dalam mempertahankan diri dari serangan zombi, lebih tepatnya bertahan untuk hidup dan tak terinfeksi.
Film ini ditranslasikan secara manual oleh Fathur, selesainya di Makassar, 12 September 2016, pukul 20:59 WITA. Film Korea, sayang tak jelas pemainnya siapa saja karena semua teks pemeran dan awak film, sampai judulnya, pakai huruf bahasa Korea. Harus googling padahal, karena suatu hal, tak bisa ngenet di rumah kala itu. Nontonnya Oktober 2016.

BACA JUGA: A Moment to Remember: Ada Penghapus di Kepalaku! 
Film ini disedot dari laptop ASUS Ai Ghina penggemar film horor sampai thriller, sekaligus pencinta drakor alias drama Korea nan romantis. Barangkali doi bercita-cita bisa mengunjungi Korea juga. Mari kita doakan semoga cita-cita manisnya terkabul. Aamiin…. 
Asal tahu saja, semua film yang pernah dikoleksi saya kebanyakan dapat dari hasil sedot koleksi Ai anak sulung Ipah sobat saya. Enak, ya, main sedot itu, tinggal copy-paste atau send to flashdisk saya. Kalau unduh sendiri langsung dari sumbernya suka bingung, kesasar di situs yang ribet cara unduhnya atau bohongan koleksi film karena kebanyakan memampangkan iklan judi online dan hal porno. Pusing, yeuh!
Alasan lainnya, main sedot film secara langsung dari sumbernya (laptop atau NB) itu lebih cepat, makan hitungan menit, dapat banyak lagi. Tak tahulah Ai dapat dari mana, unduh sendiri atau sedot koleksi teman kuliahnya di Bandung?
Saya pernah unduh film dan berulang gagal. Kerapnya mengunduh di Narudemi, ambil yang mudah diunduh dan lebih cepat dari pilihan format lainnya, meski kualitas gambarnya gak bagus. Bukan .mkv, .flv, atau .mp4. .3gp saja, hehe. Yah, kualitasnya kayak film bajakan, tuh. Yang penting bisa ditonton meski rada gaje, gak jelas.



Kok, malah melantur? Oke, kita bahas film “Train to Busan”. Semoga bermanfaat dan mengundang hasrat untuk menontonnya juga. Di sini ada segi humanisme yang dibidik. Hubungan antarmanusia sebelum dan sesudah menghadapi serangan zombi. Meski kala menontonnya untuk pertama kali bikin merinding campur lemas-tegang, plus main jerit segala sampai Ai mengernyit kaget ada orang teriak di dekat kupingnya. He he, maaf, gak sengaja, spontan banget!  



Cerita film dimulai dengan latar jalan masuk pabrik di Jin Yang yang dimasuki oleh mobil pikap biru tua, dikemudikan seorang lelaki. Di gerbang pemeriksaan, mobil dihentikan sebentar oleh petugas jaga untuk disemprot antihama. Sopir mengomel karena bosan dapat perlakuan itu seperti yang sudah-sudah karena sebelumnya tak pernah demikian. Petugas bilang ada kebocoran di pabrik. Mobil dipersilakan jalan. Di perjalanan, sopir meneruskan dumelannya sampai diinterupsi dering ponsel.
Ada benarnya anjuran jangan mengemudi sambil menerima atau menelefon karena akan membawa musibah besar, bagi umat manusia kali ini. Sopir mencoba meraih ponsel sambil menyetir. Kala gagal, ia mengalihkan perhatian dari depan dengan akibat mobil berguncang seperti telah menabrak sesuatu. Dan benar saja, kala menghentikan mobilnya lalu keluar, ia telah menabrak seekor rusa yang menyeberang sembarangan.
Dasar sopir tak tanggung jawab, bukannya ngurus mayat rusa itu agar tak tergeletak sembarangan di jalan yang sepi, malah langsung ngaleos alias ngacir tanpa dosa, toh yang ditabraknya cuma rusa.



Lalu apa yang terjadi pada rusa malang itu? Mati? Iya, tapi ngedadak getar-getar kejang gak jelas lalu bangkit kembali. Hidup? Gak, jadi zombi! Iya, rusa pun bisa menzombi karena dalam film itu lagi ada kebocoran zat kimia. Dan rusa-mati terinfeksi saking kuat dan berbahayanya zat kimia tersebut. Mungkin nama zat kimianya Jelangkung 16.0, hehe.



Opening title berakhir. Adegan berpindah pada seorang eksekutif muda perusahaan operasional pabrik zat kimia tersebut. Sibuk meyakinkan klien pemegang saham yang hendak menarik asetnya dari perusahaan terkait masalah dalam pabrik yang turut mengguncang pasar saham. Ia sendiri pusing melihat berita di internet yang mengabarkan jutaan ikan mengambang mati akibat keracunan zat kimia yang bocor dari pabriknya.
Berkeputusan menjual seluruh saham ke bursa efek karena harus mengantisipasi hal tak terduga, memerintahkan hal itu pada manajernya yang ragu. Ia yang workaholic (gila kerja) tak kenal ragu dalam mengambil suatu keputusan penting. Perkawinannya berantakan akibat sifatnya yang egois alias selfish dalam mengejar ambisinya sampai tak peduli pada hal lain.
Di parkiran apartemennya, ia ditelefon mantan istri di Busan, mengomel karena ia tidak menghadiri pementasan putri mereka di sekolah dasar. Ia beralasan sibuk. Karena kesalahan itulah ia terpaksa mengantarkan Soo An, putrinya untuk ke Busan.



Subuh gelap mereka bermobil ke stasiun. Dan melihat kebakaran hebat melanda kota. Di Stasiun Pusat, kala fajar merekah, mereka berangkat dengan kereta menuju Busan, tanpa menyadari ada seorang korban yang digigit zombi menyusup ke dalam kereta yang bergerak. Saat itu stasiun pusat ternyata sudah diserang zombi.
Di gerbong kosong, gadis muda itu mendadak kejang-jejang hebat. Seorang awak kereta yang memergokinya berniat menolong namun malah digigit gadis itu.
Perempuan muda tersebut tentu panik, berusaha melepaskan diri dari terkaman gadis yang tak diketahuinya adalah zombi. Ia masuk gerbong lain yang penuh penumpang dan mendadak jatuh kejang-kejang. Dan gadis zombi yang menggigitnya balik menyerang penumpang malang lainnya. Berdua mereka meneror penghuni kereta, menjadi penyebar virus berbahaya yang telah mematikan sisi manusiawi hingga menjelma zombi.
Alhasil, kepanikan menyebar, dari satu gerbong ke gerbong lain. Dan tokoh kita. eksekutif muda itu, dengan anaknya terjebak dalam huru-hara kereta.
Bisakah mereka menyelamatkan diri?



Saya ingin mengupas sisi menarik dari film “Train to Busan”. Sisi manusiawi yang ditampilkan. Tolong menolong antarsesama seakan menjadi barang langka di kota, dikalahkan egoisme diri yang berlebihan. Dan eksekutif muda itu pun termasuk salah satu pelaku egosentris, berkebalikan dengan anak perempuannya yang berhati hangat dan peduli pada sesama.
Namun masih ada beberapa persona yang memiliki kepedulian tinggi untuk tolong-menolong. Pasutri yang istrinya hamil besar, anak-anak SMU yang hendak tanding bisbol, dua bersaudara perempuan paruh baya, gembel yang lolos dari huru-hara kota dengan menyusup di toilet gerbong kereta. Berikut masinis yang tak tahu apa-apa.
Mereka yang selamat adalah peran sentral dalam cerita, baik sebagai tokoh utama atau pendukung. Jangan abaikan beberapa tokoh antagonis lainnya. Seorang pejabat sombong yang super-duper selfish sampai memprovokasi penghuni gerbong untuk mengabaikan penyelamatan karena takut terinfeksi.
Tokoh yang nyebelin itu pada akhirnya malah kualat jadi zombi yang terinfeksi setelah beberapa upaya menyelamatkan diri dengan cara licik telah dilakukannya, mengorbankan orang lain untuk digigit duluan.
Ada banyak adegan menegangkan sekaligus menyadarkan kita akan watak dasar manusia yang berperilaku tak manusiawi. Filmnya bagus banget! Adegannya juga suspens abis. Spektakuler, malah!

BACA JUGA: “Solomon’s Perjury”: Ketika Kasus Bunuh Diri Mengungkap Kebenaran yang Tersembunyi 
Bikin kita deg-deg plas melihat upaya penyelamatan diri kala dikepung zombi. Zombinya juga tak peduli pada diri sendiri, badan yang ancur abis demi mengejar target hidup untuk digigit.
Kaget lihat zombi melompat dari ketinggian gedung atau kereta, bahkan helikopter yang lewat di jalan raya, mereka tak peduli tulang patah atau berdarah-darah, toh masih “hidup” meski ubah-wujud. Jadi kejar terus yang hidup agar sama!
Adegan spektakuler lainnya adalah saat kereta bertabrakan di stasiun lain, ada lokomotif yang terbakar, terus para zombi yang terjebak di dalam kereta memecahkan kaca, serempak keluar padahal beberapa tokoh protagonis yang selamat berupaya saling menolong agar bisa menuju lokomotif di jalur rel lain yang hendak berangkat ke Busan.
Banyak sekali pengorbanan yang bisa menohok dan mempermalukan kita yang selfish. Tokoh suami perempuan hamil, demi sang istri rela menjadi tameng untuk menahan para zombi di pintu antarlorong kereta. Ketika digigit, ia menyuriuh istrinya untuk menyelamatkan diri bersama tokoh lain. Duh, sedihnya.
Sepasang remaja putra dan putri, setelah sekian adegan menegangkan telah dilakoni, yang perempuan digigit zombi gegara didorong pejabat jahat ke arah zombi yang mengejarnya di pintu masuk kereta. Padahal pejabat tersebut tak perlu melakukannya, ia hanya tinggal kerja sama dengan mereka untuk menutup pintu luar agar sama terlindungi.
Egoisme diri yang brutal tersebut berdampak merugikan pihak lain yang lebih lemah dan tak berdosa. Pelaku egoisme-brutal tersebut barangkali lebih buruk daripada zombi sendiri karena jiwanya telah lama menzombi sebelum ia menjelma dalam wujud zombi beneran. Jadi ingat lagu “Zombie” yang dibawakan group The Cranberries di tahun ’90-an.
Dan lelaki gembel dengan kaki pincang akibat terluka dalam upaya pelolosan diri sebelumnya di kota, jiwanya tidaklah segembel penampilannya. Rela mengorbankan diri agar Soo An dan perempuan hamil bisa meloloskan diri dari dua rangkaian kereta di jalur bersisian yang mengepung mereka. 



Ada banyak zombi kalap yang hendak lolos dengan memecahkan kaca jendela kereta, dan pada saat bersamaan kedua rangkaian gerbong tersebut sama-sama hendak ambruk menimpa mereka yang terjebak di tengah-tengahnya. Menciptakan gemuruh besar, berikut ledakan kebakaran yang berbahaya.
Dalam film “The World War Z” yang dibintangi Brad Pitt, para zombi bereaksi terhadap bunyi, mereka akan kalap menuju sumber bunyi yang keras sekali. “Train to Busan” pun demikian. Namun yang membedakan adalah zombi dalam “Train to Busan” tak bisa melihat kala gelap waktu kereta lewat terowongan.
Begitu lokomotif bergerak, para zombi serempak kalap mengejar. Wow, mereka semua berlarian sampai mengorbankan badan. Salah seorang berhasil memegang sandaran besi di belakang lokomotif, dan badannya diseret lokomotif seakan kebas sakit. Badannya jadi titik pusat utama para zombi agar zombi lain berpegangan padanya demi menarik lokomotif itu.
Lagi-lagi itu adegan spektakuler! 



Dari beberapa zombi jadi puluhan sampai hitungan tak terkira, berlarian kalap mengejar lokomotif karena nyaring bunyinya sumber gairah mereka. Lagi-lagi itu mengingatkan adegan dalam film “The World War Z”. Para zombi yang jumlahnya jutaan kalap merayap naik sampai bertumpuk-tumpuk, membentuk “tangga zombi” agar bisa memanjati tembok pemisah antara permukiman penduduk Palestina dengan orang Yahudi sana. Karena terusik lagu “perdamaian” Arab-Israel. Apa semacam propaganda terselubung sineas Hollywood sana?
Seru banget menonton “Train to Busan”. Deg-deg plas dikemas tidak dalam adegan murahan. Efek spesial sineas Korea yang canggih dipertontonkan pada kita.
Jika kita suka mikir, alias cenderung memandang dengan kacamata filosofis, mari kita umpamakan kereta dengan alat perjalanan hidup kita. Kita berkereta untuk menuju stasiun tujuan tertentu.
Dan dalam satu gerbong perjalanan, kerap bersua dengan orang-orang yang tidak berkesesuaian. Namun percayalah, akan ada pihak yang sehaluan dengan kita, entah dari gerbong yang sama atau berbeda.
Train to Busan” menohok sisi kemanusiaan kita!
Selesai di Cipeujeuh, 30 Desember 2017 setelah naskahnya diantep lama

#TrainToBusan #Review #Zombie #FilmBagus #FilmKorea #SisiManusiawi #BoxOffice
~Foto hasil capture dari filmnya pakai GOM Player~
     

27 komentar:

  1. Halo, kak Rohyati.
    Selamat malam, kak ...
    Ini blog baru kakak ya , keren tampilannya dan responsive 👍
    Lalu tentang ukuran huruf yang digunakan sudah pas, tidak kebesaran juga tidak kekecilan ukurannya.
    Nyaman dibaca.

    Tentang film Train to Busan, saya penasaran pengin lihat rusa jadi zombie.
    Sepanjang nonton film zombie, baru kali ini ada rusa jadi zombie.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo juga Mas Hino,
      Selamat siang da bacanya kala siang, he he. makasih atas dukungan Mas tentang blog ini dan berkenan singgah. Untuk membenahinya hingga ukuran huruf pas itu tidak mudah maklum saya awam soal ilmu SEO.
      Iya, baru kali ini ada hewan yang menzombi dan herbivora pula. Ada film zombi lain yang hewannya jenis ganas namun saya tak berani nonton, ha ha.
      Selamat nonton "Train to Busan", ya, Mas. seru, loh.
      Oh ya, saya mau istirahat barang seminggu atau lebih dengan tak isi paket data dulu. Kelenger edit blog sampai berulang kali itu, he he.Nuhun sudah mampir.

      Hapus
  2. Saya sudah nonton Train to Bussan ini, kebetulan saya suka filem-filem bertema zombie termasuk serial The Walking Dead yang fenomenal itu hahaha. Kalau mau yang lebih seru, yang zombienya guanas poll coba nonton filem yang dimainkan sama pacar saya, Brad Pitt qiqiqiq ;)) WORLD WAR Z. Silahkan tahan nafas! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. "World War Z" memang negangin banget dan superganas zombinya. Sudah nonton namun filmnya keburu dihapus jadi tak sempat diulas. Emang benar negangin banget, he he. Cuma di sana ada segi positifnya tentang harapan untuk terbebas dari sasaran pengindraan zombi yang menyerang orang sehat.
      Makasih sudah mampir, nanti saya BW balik. :)
      Tahan napas dulu baru terhubung dengan internet lagi setelah ada acara mati lampu plus mendadak koneksi hotspot terputus melulu. Senang dapat tamu pembaca. :)

      Hapus
  3. Belom pernah nonton mba. Spt banyak review bilang ini film keren..

    BalasHapus
  4. Sudah nonton film ini, dan lumayan bagus, meski saya tetep cinta mati ama zombi nya Brad Pitt hahaha.
    Mungkin juga karena saya pecinta film barat kali ya, jadi film2 action selain barat rasanya kurang greget gitu.

    Tapi sekurang gregetnya, tetep saja saya jerit-jerit ketakutan nontonnya haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, zombi di "World War Z" itu ganas. Mana aksi Brad juga menegangkan. Kabur-kaburan dari serangan para zombi bareng istri dan anak-anaknya.Film zombi bikin yang nonton jejeritan, hi hi.

      Hapus
  5. Saya cukup sering liat film ini di list film-film korea yang saya suka cari buat ditonton.
    Tapi ntah kenapa blom jadi-jadi liatnya

    BalasHapus
  6. Termasuk film favorit yang suka diulang ulang di tonton. Filmnya menarik dan mengesankan

    BalasHapus
  7. Film yang bercerita tentang sisi kemanusiaan plus ke ego-an manusia ya mbak bagus sih ceritanya menarik dan sangat menginspiratif jadi ikut deg2an juga baca reviewnya hehehe

    BalasHapus
  8. Berkali sudah train to bussan ditampilkan di tipi dan tak bosan ditonton karena memang visual nya sangat menarik dan ide cerita juga bagus .
    Dalam keseharian kita mba, kadang naik kereta bikin geleng-geleng kepala. Gimana gak, orang yang gak hamil karang duduk di kursi buat ibu hamil atau berkebutuhan khusus. Ada ibu yang berdiri sambil gendong anak gak ada yang peduli.
    Mh.. kadang mikir juga, seandainya terjadi kejadian kayak di film train to bussan ini saya yakin, orang yang selfish duduk di kursi orang lain adalah pemeran antagonis tersebut.
    Yang tega mengorbankan orang lain demi keselamatan dirinya sendiri.

    BalasHapus
  9. Aku udah nonton train to busan dari awal smpe episode terakhir ini mbak. beneran bikin senam jantung. salah satu film keren yang pernah ku tonton sih, menggambarkan satu negara yang porak poranda akibat zombie :(

    BalasHapus
  10. Nyaman sekali baca artikel Teh Rohyati ini ya, taat pisan dengan PUEBI dan KBBI ya. Btw saya kebetulan gak suka genre horor ala zombi-zombian Teh, cm Train to Busan ini saya nonton karena ada Ahjussi Gong Yoo hihihi

    BalasHapus
  11. Euleuh saya jadi merasa kesindir. Hehehe
    Saya pun banyak draft yang tidak diselesaikan.

    Btw soal film ini saya terakhir nonton bareng Fahmi waktu ada tayang di tv pas liburan tahun baru sebelum pandemi. Itu anak saya sampai hafal jalan ceritanya.

    BalasHapus
  12. Wah iyaaa inii film membekas bangett di ingatan. Baguss emang bahkan sblm dulu Gong Yoo terkenal karena Goblin

    BalasHapus
  13. saya udah nonton nih, Train to Busan. Bagian paling mengharukan adalah perpisahan suami dengan istrinya yang sedang hamil. Itu saya sempat nangis. Heuheuheu.

    BalasHapus
  14. wah teteh udah lihat film ini ya, saya belum teh, penasaran pengen nonton tapi serem hehehe sendirian mah nontonnya

    BalasHapus
  15. Film dengan premis yang terbilang sederhana, setting yang unik lantaran dominan di kereta, tapi secara keseluruhan dikemas apik dan dramatik. Setiap menit jalan ceritanya saya hanyut dengan sensasi tegang, mencekam dan berakhir haru. Mengulang kata Mbak Rohyati di blog ini "menohok sisi kemanusiaan kita". Train to Busan, salah satu film perjalanan yang wajib ada di daftar list penikmat film. Dijamin tidak mengecewakan.

    BalasHapus
  16. Wah saya suka banget teh dengan film ini, gara-gara train to busan ini suami jadi nge fans sama korea movies, biasa mah nggak bakalan mau nonton

    BalasHapus
  17. Aku nonton ini cuma di bagian awal aja eh. Nggak sampai selesai. Takut duluan aku

    BalasHapus
  18. ternyata dari film ini jadi terlihat sifat aslinya manusia, yang maunya hanya mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan orang lain.. namun ada juga sisi baiknya yang cenderung mau peduliu dengan kesusahan orang lain ya..

    BalasHapus
  19. film korea horor pertama yg ditonton! emang gak sehoror hantu atau apalah itu, malah yg bikin paling inget sama film ini bisa bikin mewek dia pas adegan ibu hamil sm suaminya itu, drama horor yg bisa bgt ngadonnya jadi film campur aduk begini. semoga Indonesia bisa film kayak begini ya mbak ya, yg fresh dan agak masuk akal ceritanya hehe

    BalasHapus
  20. Film Zombie gitu memang menyeramkan sih. Saya sampai sekarang gak terlalu berani nonton yang berbau horor. Film Train to Busan ini sempet hits juga,kawan-kawan banyak yang nonton bahkan sampe pergi ke Busan cobain trainnya.

    BalasHapus
  21. Nah klo Korea genre ini saya demen teteh, dan pernah nonton juga Train to Bussan. Keren yaa cerita & akting pemainnya

    BalasHapus
  22. Kalau film ini, sering nonton waktu di asrama. kebetulan menjadi tontonan paling menarik. sampai dikelas pakai proyektor malah jadi bioskop

    BalasHapus
  23. ini salah satu film serem yg aku berani nonton karena penasaran hehe :) kereeen emang ceritanya msh teringat

    BalasHapus

Terima kasih sudah singgah, silakan tinggalkan jejak komentar sebagai tanda persahabatan agar saya bisa lakukan kunjungan balik. Komentar sebaiknya relevan dengan isi tulisan. Nama komentator tidak langsung mengarah ke URL pos blog agar tidak menambah beban jumlah link pemilik blog ini. Jangan sertakan link hidup dan mati, apalagi iklan karena termasuk spam.Terima kasih banyak. Salam. @rohyatisofjan

Disabilitas Mengelola Komunitas

Arti disabilitas adalah keterbatasan aktivitas dan partisipasi akibat  ketidakmampuan mental atau fisik. Hal itu bisa menjadi stigma dalam m...