SETIAP melihat ikan, yang kupikirkan hanyalah bagaimana cara memasaknya
dengan benar agar enak dimakan. Goreng, bakar atau rebus, bergantung jenis
ikannya. Mamaku selalu masak ikan dan aku dengan senang ikut membantu jika
sempat.
Toh, sebagai anak tunggal ikan itu hanya untukku, dalam
artian aku akan mengambil porsi lebih besar daripada mama atau papa, he
he. Tak ada yang protes itulah untungnya jadi anak
tunggal, tak perlu rebutan.
Dan aku mengernyit mengamati mainan baru Anna. Akuarium mini berbentuk toples itu ternyata berisi makhluk
hitam kecil dengan ekor spiral yang meliuk-liuk.
“Kamu menelefonku ke sini hanya untuk menonton
kecebong?!” seruku tak bisa menahan tawa.
Di telefon tadi dengan antusias Anna bilang bahwa ia
punya ikan peliharaan, dan aku berharap bahwa ikannya jenis yang bisa dimakan
agar jika mati karena salah urus tak mubazir.
Namun yang ini, ya, ampun! Aku tenggelam dalam tawaku mengabaikan ekspresi
Anna yang bingung.
“Apa katamu tadi, Fi?”
“Kecebong!” seruku menikmati gema dari namanya. Yang
jelas ini bukan kece, bong! Alias cakep, dan bong itu kata seru
bikinanku sendiri, he he.
“Tapi kata David tadi ini ikan spesial.” Anna tak terima.
Alisku bertaut, jadi David the menace itu tak
tahan juga untuk menjaili Anna yang lembut dan penakut? Anak itu 3 atau 4 tahun
lebih tua daripada kami, namun badungnya sangat mengerikan bagi anak-anak
sampai orang dewasa.
Kami menjulukinya David The Bullying alias David si penggencet. Ia tak segan mengganggu
siapa saja, memeras anak lain agar menyerahkan miliknya, mencuri buah dari
pohon tetangga, sampai memancing di empang milik orang.
Pokoknya segala hal kenakalan yang bisa membuat anak
perempuan atau lelaki menangis, apalagi David punya geng yang kusebut
gerombolan. Huah, kecil-kecil sudah jadi kepala bandit....
“Jadi ini dari David?”
Anna mengangguk lesu.
Kupikir setelah ancamanku pada David tempo hari lalu
untuk tidak mengganggu kami atau siapa saja dengan hampir mematahkan hidungnya
tepat di depan gerombolan yang bengong melihat bosnya dikalahkan seorang anak
perempuan, akan membuatnya kapok.
Sekarang ia mau apa? Membuat lelucon bahwa ikannya
merupakan hadiah permintaan maaf karena telah merebut dan melemparkan bungkusan
ikan mas koki Anna yang baru dibelinya waktu itu? Aku kesal.
“Yuk, kita ke sana!” Aku mengangkat akuarium dengan hati-hati.
“Ke mana?” tanya Anna bingung.
“Ke rumah David!”
TERNYATA tidak sulit mencari David. Ia sedang bengong di kursi
teras rumahnya yang besar dan megah. Satpam membukakan gerbang dan
mempersilakan kami masuk dengan ramah. David seakan tidak mendengar langkah
kami.
Hingga aku yang tidak sabaran merasa harus membentaknya.
“David!”
David tersentak seolah ia barusan tidur dengan mata
terbuka. “Eh, Fi...”
“Katakan apa maksudmu memberi kecebong pada Anna sebagai
ganti ikan mas kokinya yang mati kamu lemparkan ke aspal?” Aku marah karena teringat kejadian kala sedang melintas
dengan sepeda lipatku tahu-tahu ada ikan terbang dan mendarat tepat di depan
roda depan hingga aku melindasnya.
Aku jatuh dengan gusar dan sedih karena telah menabrak
ikan mas koki tak berdosa hingga mati. Dan saat aku berusaha mencari sumber
siapa biang kerok yang sembarangan main lempar ikan, ternyata David dan
gerombolannya sedang mengganggu Anna tak jauh dari tempatku.
Waktu itu Anna menangis sambil memegang erat-erat akuarium kecilnya agar tak dirampas David yang mendesak.
Aku tak tinggal diam dan secepat kilat bersama sepedaku menabrak David agar
menjauh dari Anna.
David tentu saja marah dan tak terima, sebelum ia
memerintahkan gerombolannya bertindak aku sudah memukul hidung David hingga
terjengkang.
Oh, sekadar info aku ikut karate di sekolahku dan sering
mengikuti kejurnas antarsekolah. David tentu saja tercengang karena ia
dikalahkan anak SD kelas V. Dan aku mengancamnya agar ia tak mengganggu Anna
lagi atau akan menanggung akibat yang lebih parah nantinya. Juga harus
mengganti ikan mas koki yang dilemparkannya.
Perhatikan, ikan mas koki, dan aku tak pernah salah bilang kecebong atau berudu
alias anak katak!
Dan kini, di sore yang berangin ini aku (juga Anna) ingin
tahu apa maksud David memberi Anna kecebong.
David berdiri, ia lebih tinggi daripada kami. Tentu saja
karena ia sudah SMP. Aku mendongak waspada.
“Namanya Filo,” gumam David pelan.
Aku tak bereaksi. Sebaliknya Anna malah berkata dengan
nada lembut, “Kecebong yang kamu berikan itu bernama Filo?”
David mengangguk mantap. Aku ingin terbahak. Filo, agak
miriplah dengan ikan giru kecil bernama Nemo dalam film kartun “Finding Nemo”. Apa
David doyan ikan?
“Aku ingin seperti Filo, Fi.”
“Kamu ingin seperti kecebong?” aku tak tahan untuk mengejek. Namun David hanya
tersenyum.
“Ya, katakanlah secara filosofis, Fi.”
Giliran aku yang bingung.
“Papamu,” lanjut David. “Kemarin ia datang lagi ke sini.
Semula aku takut beliau akan memarahiku karena soal ikan yang mungkin kamu adukan. Sebaliknya beliau malah mengajakku ngobrol banyak hal tentang kehidupan.”
Aku diam. Setelah menghajar David dan mengantar Anna
pulang ke rumahnya, aku mengadu pada Papa tentang ulah David yang kali ini
sangat keterlaluan. Papa yang murah hati hanya diam. Aku kesal karena Papa diam
saja. Apa iya bisa mengubah si menace itu jadi manis dengan menyogoknya
buah rambutan doang?
Dulu, ketika masih kecil, aku memergoki David dan gerombolannya mencuri buah
rambutan di pekarangan dengan cara menggunakan galah panjang. Aku mengadu pada
Papa, tapi Papa hanya tersenyum. Ia mengambil galah dan memetik banyak sekali
rambutan. Menyuruhku membantunya mengumpulkan di keresek besar. Dan Papa
mengajakku ikut.
Apa yang dilakukannya membuatku tercengang. Papa
mengajakku ke rumah David hanya untuk mengantarkan rambutan itu. Kami bahkan
harus menunggu di teras sampai David pulang dan menerima bagian rambutannya.
Kedua orang tua David selalu sibuk dan jarang di rumah.
David sepertiku merupakan anak tunggal. Bedanya aku dibesarkan dalam keluarga
yang harmonis.
“Untuk David dan teman-teman,” kata Papa ramah. “Kalau
ingin rambutan jangan sungkan datang ke rumah, dengan senang hati Om dan Dik Sofia akan berbagi. Ada banyak, kok.”
David waktu itu malu, menerima rambutannya dengan ucapan
terima kasih yang lirih. Sejak saat itu David dan gengnya tak pernah mengganggu
pohon rambutan kami kala berbuah, tidak juga menjadikanku sasaran untuk
digencet. Ia seperti segan pada Papa dan aku.
Namun setiap musim rambutan Papa akan datang ke rumah
David dengan membawa sekeresek besar rambutan untuk dibagikan pada teman-temannya
juga. Aku mau tak mau menemani Papa sebab Papa bilang ia ingin melatihku agar
mau berbagi pada yang membutuhkan. Aku tidak keberatan berbagi, namun mengapa
harus pada si bandit kecil itu, kesalku.
Papa hanya tersenyum. Berbuat kebaikan jangan lihat
orangnya tapi konteksnya, Sofia, kata Papa waktu itu. Aduh, Papa suka bicara
dengan gaya bahasa berat yang sulit dicerna anak kecil.
Apa semua orang dewasa memang rumit? Tapi bagaimana jika
aku dewasa akankah ikut bergaya bicara rumit kayak Papa? David dan gengnya
pernah diundang Papa untuk pesta rambutan namun tak nongol. Jadi Papa memilih
mengantarkan rambutannya dari dulu sampai sekarang.
Jadi, apa yang dilakukan Papa sampai David ngomong Filo
segala?
David seolah bisa membaca raut wajahku yang berkerut.
“Selama ini aku hanya mengacau saja, Fi. Aku minta maaf. Juga terutama pada
Anna.” David memandang kami bergantian.
“Tentu kamu tahu bagaimana katak bermetamorfosis, dari
telur-berudu kecil-berudu besar-anak katak-lalu katak, jika aku tidak salah
urai,” kata David.
Aduh, pelajaran itu, sih, sudah kupahami benar dari acara TV juga. Namun Anna
belum pernah melihat kecebong secara langsung seumur hidupnya.
“Aku tak mau selamanya jadi bandit,” David sepertinya
tertohok dengan ucapanku tentang julukannya tempo hari lalu.
Aku tak bisa menahan senyumku padahal seumur hidup aku
tak pernah tersenyum pada David. “Lalu?”
“Mungkin aku butuh teman seperti Filo, teman yang tulus
dan berani meluruskan yang salah.” Suara David mengambang serak di udara sore
yang kali ini hangat.
Aku dan Anna saling berpandangan dan mengangguk.
“Ide bagus,” kataku. “Kita bisa jadi teman Filo dan
melihat ia tumbuh alami mengikuti hukum alam. Sepakat?”
Aku memandang David dan Anna bergantian.
Wajah David yang murung berubah ceria. Anna seperti lega,
sepertinya kisah the menace tamat. Ya, semoga David jadi anak yang baik.
Betapa mengerikannya bagi sebagian besar anak untuk hidup di bawah kendali
orang lain berupa digencet. Semoga David benar-benar sadar.
Bertiga, kami mengamati Filo berenang bebas dalam kolamnya.
Mungkin suatu saat ia akan melompati tepi aquarium sebagai katak yang merdeka.***
Cipeujeuh, 9 Januari 2012
*
Dimuat di majalah Imut
#CeritaAnak
#Kecebong #Bullying # 2012
~Foto
hasil jepretan kamera ponsel ANDROMAX PRIME~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah singgah, silakan tinggalkan jejak komentar sebagai tanda persahabatan agar saya bisa lakukan kunjungan balik. Komentar sebaiknya relevan dengan isi tulisan. Nama komentator tidak langsung mengarah ke URL pos blog agar tidak menambah beban jumlah link pemilik blog ini. Jangan sertakan link hidup dan mati, apalagi iklan karena termasuk spam.Terima kasih banyak. Salam. @rohyatisofjan