JIKA kita bersandar pada teori humanisme
untuk menganalisis cerita dalam bentuk fabel, Ayam yang Ingkar Janji (Penerbit Rainbow, 2014), masuk kriteria
tersebut. Sebagai bahan pedagogik bagi anak.
JUDUL : Ayam yang Ingkar Janji (Dan Kumpulan
Cerita Ayam Lainnya)
PENULIS : Winkanda Satria Putra
PENERBIT : Rainbow (Penerbit Andi)
CETAKAN : 1, 2014
TEBAL : vi + 66 Halaman
ISBN : 978-979-29-4596-6
Bimbingan yang
diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak atau orang lain yang
belum dewasa disebut pendidikan (pedagogik). Jadi, pedagogik berarti suatu
usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memengaruhi
seseorang atau sekelompok orang lain agar
menjadi dewasa (atau tingkat hidup dan penghidupan yang
lebih tinggi).
Dalam bentuk lain,
pedagogik dipandang sebagai suatu proses atau aktivitas yang bertujuan agar
tingkah laku manusia mendapat perubahan. Tingkah laku seseorang adalah setiap
respons yang dapat dilihat atau diperlihatkan oleh orang lain. Pedagogik termasuk ilmu yang sifatnya
teoritis dan praktis. Oleh karena itu, pedagogik banyak
berhubungan dengan ilmu-ilmu lain seperti: ilmu sosial, ilmu psikologi,
psikologi belajar, metodologi pengajaran, sosiologi, filsafat dan lainnya.
Mengacu pada uraian di atas, buku Ayam yang Ingkar Janji sangat
direkomendasikan untuk alat bantu pedagogik sendiri. Sebagai koleksi
perpustakaan pribadi untuk anak atau proyek pengadaan koleksi perpustakaan
sekolah.
Winkanda Satria Putra sebagai penulis
seakan membimbing anak untuk memahami nilai-nilai kebaikan dan pranata sosial
yang berlaku di sekitar. Subjek cerita bertumpu pada tokoh ayam dengan beragam
perangai. Sedang tokoh hewan lain
beperan sebagai karakter pendukung, bisa sebagai protagonis atau antagonis.
Buku ini unik, karena menjadikan ayam
sebagai pelakon bisa merupakan lekatan agar anak terkesan. Ayam ternyata punya
banyak kisah, beragam pula. Ceritanya singkat namun padat dengan nilai rujukan,
Paragraf dan dialog tidak kepanjangan. Memudahkan anak untuk mencerna. Dan di
setiap akhir cerita pendek ada pesan moral berikut pertanyaan. Sedang jawaban
ada di akhir kesemua cerita, dalam judul dan halaman tersendiri (52-63).
Ukuran buku yang 19 X 19 Cm memudahkan
anak atau orangtua memegangnya kala mendongeng untuk pengantar tidur. Dan isi
cerita utama 66 halaman. Mungil tetapi bernas. Winkanda bersungguh-sungguh
mengolah fabel tersebut meski pendidikan terakhirnya pasca-sarjana Kimia dari
UGM dan bekerja sebagai supervisor PT Pharos Indonesia. Fabel bisa dibuat siapa
saja (apa pun latar belakangnya).
Bagi Winkanda, dalam prakatanya, “Fabel
adalah cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia yang pelakunya
diperankan oleh binatang. Fabel biasanya berisi pendidikan moral dan budi
pekerti. Fabel juga mengajarkan etika, keteladanan, dan semangat berusaha.
Tepatlah kiranya bila fabel dijadikan teman pengantar tidur adik-adik
tercinta.”
Kita mulai dengan mitos pertanyaan tak
berujung pangkal dalam “Telur atau Ayam?” Seekor anak ayam yang selalu ingin
tahu mengajukan pertanyaan sulit yang membebani pikirannya pada hewan lain yang
dianggap lebih banyak tahu. Ia selalu
disuruh bertanya pada yang tingkatan pengetahuannya lebih tinggi daripada yang
ditanyai. Dan pada akhirnya ia hanya beroleh jawaban bahwa pertanyaan mengenai
asal-muasal mana yang lebih dulu tak sepenuhnya kita tahu. Di sini Winkanda
mengajak anak untuk rajin mempelajari banyak hal namun tetap rendah hati dalam
ilmu karena hanya Dialah Yang Maha Tahu.
Winkanda juga mengajak anak untuk
memahami bentuk-bentuk persahabatan. Ada yang langgeng karena sama-sama saling
tahu menempatkan diri dan tolong-menolong seperti dalam “Ayam dan Anjing”. Ada
yang retak karena sembarangan memegang amanah sehingga menimbulkan permusuhan
abadi dalam “Ayam dan Jarum Ajaib Milik Elang”. Ada yang retak pula karena
sifat egois, serakah, malas, dan manipulatif; dalam “Ayam dan Kelelewar”, “Ayam
dan Kera”, dan “Ayam yang Malas”.
Nilai-nilai kebaikan yang disampaikan
pada anak sebaiknya menghibur pula agar anak tak merasa bosan apalagi digurui.
Bagi anak, dunia penuh hal-hal baru tak terpahamkan, dan dengan buku mereka
bisa belajar sekaligus menualangi dunia imajinasi. Imajinasi yang kelak akan
mengajarkan mereka untuk merenungkan hal-ihwal kehidupan. Agar nilai-nilai
kebaikan meresap ke alam bawah sadar, untuk diterapkan dalam keseharian.
“Anak Ayam dan Seekor Musang”
mengajarkan anak agar mematuhi pesan atau nasihat orangtua demi kebaikan.
Sangatlah berbahaya memiliki sifat ceroboh dan tidak waspada pada orang asing
atau lingkungan sekitar. Dengan demikian, diharapkan anak tahu menempatkan diri
sekaligus bisa menjaga diri secara mandiri.
“Musang dan Induk Ayam” mengajak anak
belajar tak mengulangi kesalahan serta bisa menyiasati kelicikan pihak lain
agar diri sendiri tak dirugikan lagi. Memahami setiap perbuatan pasti ada
balasannya, entah baik atau buruk.
Sombong itu hal buruk dan tercela, diri
sendirilah pada akhirnya akan binasa seperti yang dicontohkan dalam
“Perkelahian Dua Ekor Ayam Jantan”. Berbuat curang sama sekali tak berfaedah
karena bisa saja pihak lain pada akhirnya unggul secara tak terduga padahal ia
tak melakukan kecurangan atau menghalalkan segala cara, seperti dicontohkan
dalam “Ayam yang Beruntung”.
Ayam sebagai peran sentral cerita
memiliki beragam pembagian watak seperti halnya manusia. Sifat-sifat baik atau
buruk yang melekat pada manusia digambarkan oleh perwatakan ayam sedemikian
rupa. Mengingatkan kita untuk berhati-hati, tak mengentengkan sesuatu, termasuk
pada janji. Seperti yang dicontohkan dalam “Ayam yang Ingkar Janji”.
Satu hal lagi, egoisme diri yang
kebablasan itu akan merugikan diri sendiri. Rasa tidak puas dan kurang
bersyukur akan membuat kita takabur agar bisa lebih dari yang lain, itu yang
dilakukan “Ayam yang Tidak Pernah Puas”. Ingin menjadi makhluk paling hebat
lalu lebih hebat, dan lebih hebat lagi, lantas berakhir sebagai yang terlemah.
Para tokoh ayam adalah cerminan diri
kita yang sebenarnya. Winkanda tidak berpretensi menelanjangi diri, ia hanya
ingin mengajak anak belajar memahami sifat-sifat dasar. Pendidikan dini semacam
itu siapa tahu kelak akan membangun karakter anak agar lebih kuat dan
menerapkan dasar-dasar pedagogik yang telah diserap.(*)
Cipeujeuh,
20 Januari 2018
#BukuAnak #Resensi
#DongengAyam #Fabel #WinkandaSatriaPutra #PenerbitRainbow #2014
~Foto
koleksi pribadi~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah singgah, silakan tinggalkan jejak komentar sebagai tanda persahabatan agar saya bisa lakukan kunjungan balik. Komentar sebaiknya relevan dengan isi tulisan. Nama komentator tidak langsung mengarah ke URL pos blog agar tidak menambah beban jumlah link pemilik blog ini. Jangan sertakan link hidup dan mati, apalagi iklan karena termasuk spam.Terima kasih banyak. Salam. @rohyatisofjan