Jumat, 02 November 2018

“Solomon’s Perjury”: Ketika Kasus Bunuh Diri Mengungkap Kebenaran yang Tersembunyi



APA arti kebenaran dalam perspektif remaja versus orang dewasa? Dan ketika remaja memiliki perspektif yang berbeda dengan [sebagian] orang dewasa, mereka malah dicap sedang melakukan pemberontakan negatif.

Stigma semacam itu bukanlah hal yang mudah untuk diatasi remaja yang terlibat, ada yang pesimis dan putus asa menyikapinya karena beranggapan bahwa dunia bukanlah tempat yang baik untuk ditinggali dalam tatanan ideal mereka. Idealisme yang berbenturan dengan realitas sekitar membingungkan sekaligus menggoyahkan remaja yang rapuh tersebut untuk terbenam dalam kubangan depresi tak berujung.
Berlawanan dengan menyikapi pelabelan “memberontak pada dunia orang dewasa” secara negatif di atas, masih ada yang berusaha untuk optimis melawan stigma negatif tersebut dengan eksis secara positif; menunjukkan kapasitas diri yang tak terbatas dalam kehidupan remaja untuk terus digali dan diekspos.
Film “Solomon’s Perjury” layak kita tonton untuk merenungkan arti kebenaran dan kepalsuan dalam realitas sekitar, berikut pengaruhnya bagi kejiwaan remaja. Kita akan memandang secara penuh dalam objektivitas para remaja yang terlibat dalam menguak kasus bunuh diri yang bias dengan pembunuhan.
Itu merupakan drakor (drama Korea) yang menarik untuk ditonton siapa pun yang peduli pada arti hidup itu sendiri, terutama dalam perspektif remaja menyikapi kehidupan yang sesungguhnya. Apakah dunia remaja itu? Dunia pelajar SMA yang digambarkan para sineas Korea.


Ada 12 episode, setiap episode menggambarkan ketegangan dari aspek permasalahan yang dihadapi. Bagaimana sebagian remaja, siswa SMA Jeong-guk, menyimulasikan persidangan olah perkara untuk menguak kasus; apakah kematian salah seorang teman sekelas mereka di kelas 2-1 murni bunuh diri atau pembunuhan.
Secara subjektif, saya kagum pada kemampuan sineas sana dalam mengolah tema kehidupan yang berkaitan dengan remaja. Sebuah tema film yang berbeda dengan genre kebanyakan. Lebih mengekspos aspek psikologis dalam kehidupan mereka secara wajar, bukan melodrama percintaan ala Cinderella, sebuah kehidupan biasa para remaja dengan masing-masing persoalan yang membelitnya.
Bukan sebuah dunia penuh hura-hura melainkan keakraban yang coba dijalin antarsesama mereka ketika melibatkan diri untuk menguak tabir apa yang sebenarnya terjadi pada hidup teman sekelas mereka, Lee So Woo. Apakah bunuh diri atau murni pembunuhan. gara-gara surat dakwaan anonim yang menuduh Choi Woo Hyuk membunuh So Woo di atap sekolah SMA Jeong-guk pada tengah malam Natal.


Kekuatan suatu drama ada pada aspek skenario yang didukung para pemain dan kru film. Skenario yang berbeda dengan tema detektif sangat menarik. Kita diajak ikut terlibat dalam teka-teki, sebuah misteri dalam balutan psikologis. Shoot adegan lebih diarahkan untuk membidik reaksi mereka yang terlibat secara emosional, apakah diam atau perubahan mimik muka sampai gestur.
Namun yang lebih menarik lagi, “Solomon’s Perjury” (“Sumpah Palsu Solomon”) benar-benar fokus menyimulasikan adegan persidangan pengadilan dalam auditorium sekolah, mirip dengan persidangan sesungguhnya di pengadilan. Secara emosi, kita diajak terlibat atau melibatkan diri; entah sebagai penonton, jaksa, pengacara, hakim, penyelidik, pelaku, atau pihak lain yang berseberangan maupun mendukung.
Ditilik dari judul saja, “Solomon’s Perjury” merupakan simulasi apakah kebenaran itu bisa dikuak meski lewat pernyataan sumpah (baca: dakwaan) palsu seorang korban perisakan (bullying), Lee Joo Ri dengan motif tertentu untuk menuduh sang pelaku (Choi Woo Hyuk) sebagai pembunuh dan penyebab kematian Lee So Woo -- karena Woo Hyuk dikenal sebagai biang onar dan kerap merisak siswa lain di sekolah tersebut dengan sikap tirannya. 

Ada alasan mengapa secara subjektif saya tetap menontonnya per episode sampai tamat, tak beralih pada koleksi judul drakor lain (hasil sedot dari laptop Ai Ghina), menghabiskan berjam-jam per hari untuk tuntas menyaksikan. Rasa penasaran mampu membuat seorang penonton rela meluangkan waktunya yang berharga jika disuguhi tontonan apik persembahan sepenuh hati sineas dan krunya.
Banyak ketegangan  yang menggantung per episodenya. Ketakterdugaan bisa memuaskan hasrat penonton untuk melebur dalam peristiwa di film tersebut. Boleh dikata, meski drakornya tidak bertumpu pada pengadegan canggih action atau thriller yang menitikberatkan efek khusus, ada nilai lebih ketika pemain berupaya menghidupkan peran dan suasana dengan akting mereka. Spontan dan tak berlebihan. Mereka benar-benar serius menghayati peran, entah apakah sebagai pemain “Solomon’s Perjury” atau sekelompok remaja yang sedang memainkan peran pelaku dalam persidangan.
Salut!
Cipeujeuh, 27 Februari 2017
#Drakor #Solomon’sPerjury #Review #Remaja #Korea #GenreDetektif #Bullying #Risak






20 komentar:

  1. Jadi ini ceritanya masuk ke kategori film drama atau detektif ya? kalau dari judulnya kayak detektif sih.. masiih aja kalau saya mah takut nonton film begituan.. bukan apa apa, takut ketagihan dan lupa waktu.. maklum saya tidak bagus dalam berdisiplin dan bertekad..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini drama tetapi dalam balutan detektif. Asyik banget karena yang menguak kasusnya adalah para remaja pelajar SMA, plus simulasi adegan pengadilannya kayak di gedung pengadilan sungguhan karena para siswa yang terlibat serius memainkan peran.

      Coba kalau remaja di Indonesia bisa bermain peran seperti itu di sekolah. Kayaknya belum ada.

      Masalah petisakan itu yang disorot karena pelaku perisakan bisa jadi mencontoh dari apa yang dilakukan ayahnya kepada ibunya. Meluapkan kemarahan pada tempat salah.

      Kekerasan dalam rumah tangga bisa menbuat remaja labil. Lalu remaja lain yang berasal dari keluarga harmonis ikut diganggu oleh pelaku.

      Hapus
    2. Masalah remaja memang rumit walau kalau dilihat sekilas sepertinya sederhana... mungkin saya yang sudah tidak remaja lagi tidak akan paham mengapa mereka berbuat seperti itu karena kondisi yang sudah berbeda, remaja yang secara fisik dan psikologis memang masih belum sempurna wajar kalau melakukan hal hal yang mengejutkan, disini peran kita sebagai dalam keluarga dan masyarakat yang perlu menjaganya

      Hapus
  2. Drakor memang selalu menarik untuk ditonton. Pun dengan cerita yang diangkat selalu menyajikan sesuatu yang luar biasa, ga bisa diprediksi.

    BalasHapus
  3. Kayaknya konfliknya menarik nih. Wajib tonton. Saya belum pernah nonton drakor yang ini. Kelewat entah kenapa ya. Tahun 2017-2018 ya pas tayang on goingnya? Kemungkinan pas masa-masa saya masih berjibaku di Ibu Kota dan berkutat dengan pekerjaan jadi kurang piknik dan hiburan. :D Saya suka dengan cerita yang gali konfliknya dalam dan detail seperti ini. Kalau drakor yang sekadar bucin-bucin agak malas nonton. Palingan ditonton ketika lagi nggak ada drakor yang bagus. Terima kasih resensi dan rekomendasinya, Teh Rohjati. Gomawoyo, Rohjati eonni.

    BalasHapus
  4. Wah genre drakor seperti ini umumnya tidak saya lirik tapi sepertinya seru ya. Terakhir saya nonton drakor yang agak thriller itu namanya Sky Castle, serial yang bagus sekali. Thanks mba reviewnya

    BalasHapus
  5. Cerita yang menarik untuk sebuah drama korea. Memang salah satu ciri khas film korea itu selalu hadir dengan konsep berbeda di tiap filmnya.

    BalasHapus
  6. Ihh teteh sempet deh nonton drakor hehe. Klo ceritanya ada detektifnya gitu sepertinya seru nih.. soalnya sy gak suka drama yg menguras air mata 😁

    BalasHapus
  7. kayaknya rekomendasi banget buat pecinta film yang wajib mikir ya teh, kayaknya filmnya penuh dengan puzzle gitu, tak terduga. Saya hampir tidak pernah menonton film drama korea tapi kalau bacain sinopsisnya begini suka penasaran pengen nonton

    BalasHapus
  8. Aku sudah lama nggak nonton drakor, terakhir sekitar 10 tahun yll. Tapi aku jadi penasaran dengan drama detektif ini, tampak seru dan menegangkan. Aku pada dasarnya memang suka cerita-cerita remaja lengkap dengan konfliknya, tampak ngeyel tapi benar, tampak benar tapi ngeyel. Belum lagi konyol dan penuh kegalauan. Hehehe. Dunia remaja yang seru. 😁 Terima kasih rekomendasi dan review filmnya, Teh Rohyati. 👍😘

    BalasHapus
  9. Drakor thriller gini jarang saya ikutin mba terlebih kurang familiar sama pemainnya, next mau coba juga ah nonton yg gak romantis2an biar gak bosen :)

    BalasHapus
  10. Membaca ulasan ini, drakor ternyata gak cuma sebagai ajang untuk baper dengan cerita yang sedih atau romantis aja ya mbak. Lebih dari itu, ada nilai atau edukasi didalamnya yang bisa dipetik.

    BalasHapus
  11. Baru kali ini saya membaca review drakor yang unik. Bahasanya ngesastra, itu sih kata saya hahaha.Jadi penasaran dengan drakor ini, sekalipun saya bukan pencinta drama Korea tetapi sesekali bolehlah nonton.

    BalasHapus
  12. Sepertinya saya tidak ngeuh dengan Solomon’s Perjury hmm. Tahun 2017/2018 padahal sedang gandrung-gandrungnya sama drakor. Heran kenapa bisa kelewat karena dari genre-nya termasuk genre favorit. Nanti, deh saya cari-cari siapa tahu ada yang masih punya seriesnya.

    BalasHapus
  13. menarik nih ceritanya, lumayan ada 12 episode ya, tidak terlalu panjang. Genre Solomon's perjury saya suka drama ada detektifnya gitu

    BalasHapus
  14. Drakor remaja yang bertema detektif begitu sepertinya...soal kasus bully emang harus di perhatikan, bully merusak mental anak, bully bisa dilakukan sesama teman atau gurunya secara tdk langsung melakukan bully.

    Seruu nih dramanya

    BalasHapus
  15. Sama, saya pun kagum dengan kemampuan sineas sana dalam mengolah tema kehidupan, apapun temanya, remaja ataupun bukan. Saya bukan penggemar drakor tapi ketika BW ke blog teman2 yang me-review drakor, saya menyadari kemampuan para sineas Korea itu.

    BalasHapus
  16. Drakor memang gak pernah gagal, dan selalu menghadirkan konsep baru. Tidak mulu-mulu soal percintaan. Yang menarik di sini adalah bagaimana mereka mencari bukti untuk membuktikan apakah kasus ini termasuk bunuh diri atau pembunuhan..

    Nah, pas di sini nih, Min Jesinnews yakni pasti ada dilema antara mereka yang merasa bakal gak dipercaya sama orang dewasa yang notabene harusnya memikirkan hal ini lebih dalam..

    Btw ini hanya 12 episode ya?, enak nih buat ditonton, gak sampai 20 episode lah, kalau dah 20 episode, hihihi, udah lelah duluan.

    BalasHapus
  17. Dibandingkan kisah romantis, justru kisah misteri seperti ini yang lebih saya sukai, Teh.

    Biasanya semakin rumit alurnya maka semakin menantang. Dan sineas Korea cukup oke memainkan scene yang mengundang ketertarikan penonton.

    Langsung di note nih, mau nyari di aplikasi nonton film gratis

    BalasHapus
  18. wah teteh suka nonton drakor juga ya, saya jarang teh, kalau durasinya pendek baru saya tonton, ini hanya 12 episode mungkin masih bisa saya tonton, penasaran juga sama jalan ceritanya kayaknya seru juga ya, tapi kalau thriller begini suka serem juga teh

    BalasHapus

Terima kasih sudah singgah, silakan tinggalkan jejak komentar sebagai tanda persahabatan agar saya bisa lakukan kunjungan balik. Komentar sebaiknya relevan dengan isi tulisan. Nama komentator tidak langsung mengarah ke URL pos blog agar tidak menambah beban jumlah link pemilik blog ini. Jangan sertakan link hidup dan mati, apalagi iklan karena termasuk spam.Terima kasih banyak. Salam. @rohyatisofjan

Disabilitas Mengelola Komunitas

Arti disabilitas adalah keterbatasan aktivitas dan partisipasi akibat  ketidakmampuan mental atau fisik. Hal itu bisa menjadi stigma dalam m...