PALUNG tidak rewel ingin
ini-itu jika diajak belanja ke pasar atau toserba. Usianya sudah 8 tahun dan ia
paham bagaimana kondisi keuangan kami. Saya dan suami terbuka soal uang pada
Palung dengan harapan agar memahami bagaimana keadaan dan tak menginginkan
standar di luar jangkauan.
Karena
itulah, kala hari Jumat kemarin kami berjalan melewati Alfamart untuk terus
menuju toko pakaian anak, Palung mendadak berhenti dan mengajak saya belanja ke
sana.
Oke,
saya paham kalau ia menginginkan sesuatu untuk sekadar jajan susu cair murni
yang gurih. Namun saya tak lupa mengingatkannya agar jangan beli yang
mahal-mahal karena harus beli baju lebaran untuk Palung. Lalu kami masuk ke
dalam toserba itu.
Suasana
jelang lebaran menyambut kami dengan pajangan aneka kue kaleng dan sirup. Namun
itu bukan tujuan kami. Kami langsung ke lemari pendingin yang memajang aneka
minuman, mencari susu murni yang diinginkannya. Kali ini merek Bendera ukuran 225 ml. karena harganya
sedang diskon. Saya selalu demikian, tak terpaku pada satu jenis merek produk.
Bisa Bendera, Ultra, atau Indomilk;
bergantung yang mana diskonnnya.
Kami
hanya membeli satu kotak saja. Ah, mestinya dua kotak untuk persediaan di hari
sahur lain. Saya menyesal. Kami juga beli teh botol Ichitan, saya cuma iseng ingin tahu apa akan dapat hadiah yang 300
miliar itu, dan ternyata tutup botolnya kosong.
Zonk!
Anda belum beruntung saja, ha ha.
Minuman
itu untuk Palung, hadiah buka puasa nanti. Ia mulai belajar saum sampai magrib
setelah tahun kemarin cuma sampai setengah hari. Ada banyak jenis rasa: tawar,
manis, dan aneka buah. Dari sekian buah, Palung tertarik pada rasa jambu. Doi,
‘kan penggemar berat jambu biji.
Eh, di
pojok atas, teh Ichitan, ada botol
unik Thai Milk Tea, produk Ichitan
juga. Saya tertarik ingin mencobanya maka ambil satu. Kayak gimana, sih,
sensasi rasa milk tea itu. Jujur, saya pernah ingin coba
minuman Thai Green Tea yang hits kala baca blog Piridi Food Blogger. Tak ada itu, Ichitan pun jadi.
Palung
pun antusias kala saya tunjukkan botol Thai
tea-nya. Warna cokelat muda minuman
dalam gelas yang jadi foto kemasannya menarik perhatian kami. Menggiurkan bagi
yang sedang saum di siang berhujan. Untung kami tak punya niat batal. Ha ha.
Kami
lalu keliling, Palung senang dengan suasana di dalam toserba yang rapi dengan
banyak ragam barang yang bisa dipilih dan diambil sendiri. Konsep swalayan
membuat ia merasa seperti sedang bermain dalam acara belanja dadakan.
Saya
bersyukur Palung tidak ingin macam-macam. Setiap mampir pada rak dan melihat
barang yang menarik perhatian, Palung hanya memandang dan memegang. Diskusi
kecil pun terjadi di antara kami tentang aneka camilan yang ada di sana.
Memilih yang harganya terjangkau. Dan kala melihat sebungkus kacang bali yang
terasa mahal bagi kami, saya menghiburnya dengan ucapan.
Kacang
balinya memang menggiurkan, sih.
Mungkin
lebaran tahun ini saya harus bikin kacang bawang untuk Palung. Beli mentah dan
goreng sendiri dapat banyak.
Mengajak
anak belanja di toserba sebenarnya membutuhkan kesiapan mental ibu dan anak
sendiri agar anak tak rewel ingin mengambil banyak hal di luar jangkauan isi
dompet. Palung terbiasa dengan situasi ekonomi rumah tangga kami yang pas-pasan
jadi tak banyak tuntutan.
Yang
lucu, ia sudah bisa membandingkan harga barang yang satu dengan yang lain. Ia
memilih biskuit Inti Gandum daripada yang di sebelahnya
dengan alasan lebih murah dan ingin coba hal baru. Seperti apa, ya, rasa honey banana itu?
Ukuran
harga pula yang membuat Palung spontan menyarankan saya memilih teh yang
harganya cuma 5 ribu saja daripada teh hijau cap Kepala Djenggot. Dengan
polos ia mengambil bungkusan teh rekomendasinya dan melarang saya beli yang
lain.
Oke,
rekomendasi Palung bagus juga, dan tehnya berukuran lebih besar dengan harga
murah itu harum menggoda dalam kemasan kertas, namun saya bilang bahwa mamah
ingin teh hijau. Ada alasan medis yang membuat saya harus mencobanya. Lagi
pula, teh itu dalam kemasan ekonomis jadi harganya terjangkau. Palung belum
tahu, nanti akan saya beri tahu begitu kami sama-sama ngeteh time di rumah.
Palung
adalah anak semata wayang kami, meski ia ingin punya adik namun situasi belum
mengizinkan. Faktor usia dan finansial membuat saya terpaksa lanjut KB pil.
Karena itulah acara belanja membuat saya bisa lebih fokus pada Palung.
Manisnya,
anak itu seperti biasa akan minta izin dulu jika menginginkan sesuatu. Dan jika
diizinkan maka akan mengambil satu.
Palung
sadar ada banyak barang yang bisa dipilih dan diambilnya sendiri, namun ia
paham ada batasan mengenai apa yang harus dipilih. Baiknya anak itu punya
banyak saran pada mamahnya mengenai apa yang harus dibeli. Semisal minyak
goreng kemasan 2 liter yang sedang diskon. Saya setuju saja dengan sarannya
namun memutuskan untuk beli di kios dekat rumah dengan alasan rasa terima kasih
karena kerap bersedia jadi tempat penerima titipan paket untuk saya.
Ketika
anak memiliki sikap kritis (baca: kritis, ya, bukan krisis!), sebenarnya tanpa
disadari orang tua bahwa anak sendiri tengah berkembang. Sebagai anak kampung
Palung terbiasa dengan keterbatasan dari lingkungan keluarga dan sekitar. Anak
memiliki banyak potensi kecerdasan terpendam meski dari segi pelajaran di
sekolah lebih memilih nilai pas-pasan (karena malas belajar dan lebih asyik
dengan gim komputer dan main di luar bersama teman-temannya).
Kecerdasan
yang saya maksud adalah nilai afeksi sosialnya untuk peka pada keadaan. Dan hal
demikian membuat orang di sekitarnya merasa nyaman. Itu juga bergantung
bagaimana pola asuh orang tuanya.
Tidak
mudah mendidik anak. Saya tetap merasa belum bisa sepenuhnya berlaku sebagai
orang tua yang baik dan ideal. Orang tua sesuai panduan buku-buku parenting yang telah saya baca.
Barangkali
ada pro dan kontra mengenai mengajak anak belanja di toserba, namun jika anak
tidak dibekali pemahaman mengenai situasi secara dini maka akan merepotkan
acara belanja bersama.
Saya
setuju anak diajak belanja ke mana saja sebagai cara mengedukasi anak untuk
lebih merambah wilayah luar yang menakjubkan. Pengalaman berbelanja akan
menjadi momen mengesankan antara anak dan orang tua. Namun butuh tahapan agar
anak siap. Karena anak yang terbiasa dengan budaya hidup konsumtif akan sulit
menerima pemahaman untuk belanja sesuai kemampuan daya beli.
Siang
lepas zuhur itu adalah acara belanja anak dan mamah yang mengesankan. Palung
hanya merasa lelah dan lapar.
Cipeujeuh, 20 Mei 2018
~Foto hasil jepretan ponsel
Andromax Prime~
#BelanjaBareng #MamahPalung
#Parenting #Toserba #Alfamart
Sukaaaa baca ini mba, ada pesan tersendiri buat saya.
BalasHapusBetewe, kami juga bukan termasuk golongan ekonomi berlebihan, tapi saya masih kesulitan mengontrol apa saja yang bisa dibeli saat ke minimarket.
Anak sih gak minta macam-macam, cukup memelas aja, mamaknyaini udah gak tega untuk tidak membelikannya.
Alhasil, setiap kali ke minimarket, bangkrutlah saya dengan beragam jajan hiks
Pernah juga disiasati dengan bawa uang seperlunya, misal 50 ribu saja.
Eh sampai di minimarket baru sadar kalau butuh sesuatu, trus duit ga cukup, hadeehh sebal hahaha
Mungkin karena itulah saya jarang banget keluar rumah, jadi dompet aman.
Plus juga gak pernah terlalu berani belanja online :D