Selasa, 06 November 2018

Baikkah Mengajak Anak Belanja di Toserba?




PALUNG tidak rewel ingin ini-itu jika diajak belanja ke pasar atau toserba. Usianya sudah 8 tahun dan ia paham bagaimana kondisi keuangan kami. Saya dan suami terbuka soal uang pada Palung dengan harapan agar memahami bagaimana keadaan dan tak menginginkan standar di luar jangkauan.

Karena itulah, kala hari Jumat kemarin kami berjalan melewati Alfamart untuk terus menuju toko pakaian anak, Palung mendadak berhenti dan mengajak saya belanja ke sana.

Oke, saya paham kalau ia menginginkan sesuatu untuk sekadar jajan susu cair murni yang gurih. Namun saya tak lupa mengingatkannya agar jangan beli yang mahal-mahal karena harus beli baju lebaran untuk Palung. Lalu kami masuk ke dalam toserba itu.

Suasana jelang lebaran menyambut kami dengan pajangan aneka kue kaleng dan sirup. Namun itu bukan tujuan kami. Kami langsung ke lemari pendingin yang memajang aneka minuman, mencari susu murni yang diinginkannya. Kali ini merek Bendera ukuran 225 ml. karena harganya sedang diskon. Saya selalu demikian, tak terpaku pada satu jenis merek produk. Bisa Bendera, Ultra, atau Indomilk; bergantung yang mana diskonnnya. 

 

Kami hanya membeli satu kotak saja. Ah, mestinya dua kotak untuk persediaan di hari sahur lain. Saya menyesal. Kami juga beli teh botol Ichitan, saya cuma iseng ingin tahu apa akan dapat hadiah yang 300 miliar itu, dan ternyata tutup botolnya kosong.

Zonk! Anda belum beruntung saja, ha ha.


Minuman itu untuk Palung, hadiah buka puasa nanti. Ia mulai belajar saum sampai magrib setelah tahun kemarin cuma sampai setengah hari. Ada banyak jenis rasa: tawar, manis, dan aneka buah. Dari sekian buah, Palung tertarik pada rasa jambu. Doi, ‘kan penggemar berat jambu biji.

Eh, di pojok atas, teh Ichitan, ada botol unik Thai Milk Tea, produk Ichitan juga. Saya tertarik ingin mencobanya maka ambil satu. Kayak gimana, sih, sensasi rasa milk tea itu. Jujur, saya pernah ingin coba minuman Thai Green Tea yang hits kala baca blog Piridi Food Blogger. Tak ada itu, Ichitan pun jadi.


Palung pun antusias kala saya tunjukkan botol Thai tea-nya. Warna cokelat muda minuman dalam gelas yang jadi foto kemasannya menarik perhatian kami. Menggiurkan bagi yang sedang saum di siang berhujan. Untung kami tak punya niat batal. Ha ha.

Kami lalu keliling, Palung senang dengan suasana di dalam toserba yang rapi dengan banyak ragam barang yang bisa dipilih dan diambil sendiri. Konsep swalayan membuat ia merasa seperti sedang bermain dalam acara belanja dadakan.

Saya bersyukur Palung tidak ingin macam-macam. Setiap mampir pada rak dan melihat barang yang menarik perhatian, Palung hanya memandang dan memegang. Diskusi kecil pun terjadi di antara kami tentang aneka camilan yang ada di sana. Memilih yang harganya terjangkau. Dan kala melihat sebungkus kacang bali yang terasa mahal bagi kami, saya menghiburnya dengan ucapan.

Kacang balinya memang menggiurkan, sih.

Mungkin lebaran tahun ini saya harus bikin kacang bawang untuk Palung. Beli mentah dan goreng sendiri dapat banyak.

Mengajak anak belanja di toserba sebenarnya membutuhkan kesiapan mental ibu dan anak sendiri agar anak tak rewel ingin mengambil banyak hal di luar jangkauan isi dompet. Palung terbiasa dengan situasi ekonomi rumah tangga kami yang pas-pasan jadi tak banyak tuntutan.


Yang lucu, ia sudah bisa membandingkan harga barang yang satu dengan yang lain. Ia memilih biskuit Inti Gandum daripada yang di sebelahnya dengan alasan lebih murah dan ingin coba hal baru. Seperti apa, ya, rasa honey banana itu?

Ukuran harga pula yang membuat Palung spontan menyarankan saya memilih teh yang harganya cuma 5 ribu saja daripada teh hijau cap Kepala Djenggot. Dengan polos ia mengambil bungkusan teh rekomendasinya dan melarang saya beli yang lain. 

Oke, rekomendasi Palung bagus juga, dan tehnya berukuran lebih besar dengan harga murah itu harum menggoda dalam kemasan kertas, namun saya bilang bahwa mamah ingin teh hijau. Ada alasan medis yang membuat saya harus mencobanya. Lagi pula, teh itu dalam kemasan ekonomis jadi harganya terjangkau. Palung belum tahu, nanti akan saya beri tahu begitu kami sama-sama ngeteh time di rumah.

Palung adalah anak semata wayang kami, meski ia ingin punya adik namun situasi belum mengizinkan. Faktor usia dan finansial membuat saya terpaksa lanjut KB pil. Karena itulah acara belanja membuat saya bisa lebih fokus pada Palung.

Manisnya, anak itu seperti biasa akan minta izin dulu jika menginginkan sesuatu. Dan jika diizinkan maka akan mengambil satu.

Palung sadar ada banyak barang yang bisa dipilih dan diambilnya sendiri, namun ia paham ada batasan mengenai apa yang harus dipilih. Baiknya anak itu punya banyak saran pada mamahnya mengenai apa yang harus dibeli. Semisal minyak goreng kemasan 2 liter yang sedang diskon. Saya setuju saja dengan sarannya namun memutuskan untuk beli di kios dekat rumah dengan alasan rasa terima kasih karena kerap bersedia jadi tempat penerima titipan paket untuk saya.


Ketika anak memiliki sikap kritis (baca: kritis, ya, bukan krisis!), sebenarnya tanpa disadari orang tua bahwa anak sendiri tengah berkembang. Sebagai anak kampung Palung terbiasa dengan keterbatasan dari lingkungan keluarga dan sekitar. Anak memiliki banyak potensi kecerdasan terpendam meski dari segi pelajaran di sekolah lebih memilih nilai pas-pasan (karena malas belajar dan lebih asyik dengan gim komputer dan main di luar bersama teman-temannya).

Kecerdasan yang saya maksud adalah nilai afeksi sosialnya untuk peka pada keadaan. Dan hal demikian membuat orang di sekitarnya merasa nyaman. Itu juga bergantung bagaimana pola asuh orang tuanya.

Tidak mudah mendidik anak. Saya tetap merasa belum bisa sepenuhnya berlaku sebagai orang tua yang baik dan ideal. Orang tua sesuai panduan buku-buku parenting yang telah saya baca.



Barangkali ada pro dan kontra mengenai mengajak anak belanja di toserba, namun jika anak tidak dibekali pemahaman mengenai situasi secara dini maka akan merepotkan acara belanja bersama.

Saya setuju anak diajak belanja ke mana saja sebagai cara mengedukasi anak untuk lebih merambah wilayah luar yang menakjubkan. Pengalaman berbelanja akan menjadi momen mengesankan antara anak dan orang tua. Namun butuh tahapan agar anak siap. Karena anak yang terbiasa dengan budaya hidup konsumtif akan sulit menerima pemahaman untuk belanja sesuai kemampuan daya beli.

Siang lepas zuhur itu adalah acara belanja anak dan mamah yang mengesankan. Palung hanya merasa lelah dan lapar.
Cipeujeuh, 20 Mei 2018
~Foto hasil jepretan ponsel Andromax Prime~
#BelanjaBareng #MamahPalung #Parenting #Toserba #Alfamart













1 komentar:

  1. Sukaaaa baca ini mba, ada pesan tersendiri buat saya.

    Betewe, kami juga bukan termasuk golongan ekonomi berlebihan, tapi saya masih kesulitan mengontrol apa saja yang bisa dibeli saat ke minimarket.

    Anak sih gak minta macam-macam, cukup memelas aja, mamaknyaini udah gak tega untuk tidak membelikannya.

    Alhasil, setiap kali ke minimarket, bangkrutlah saya dengan beragam jajan hiks

    Pernah juga disiasati dengan bawa uang seperlunya, misal 50 ribu saja.

    Eh sampai di minimarket baru sadar kalau butuh sesuatu, trus duit ga cukup, hadeehh sebal hahaha

    Mungkin karena itulah saya jarang banget keluar rumah, jadi dompet aman.

    Plus juga gak pernah terlalu berani belanja online :D

    BalasHapus

Terima kasih sudah singgah, silakan tinggalkan jejak komentar sebagai tanda persahabatan agar saya bisa lakukan kunjungan balik. Komentar sebaiknya relevan dengan isi tulisan. Nama komentator tidak langsung mengarah ke URL pos blog agar tidak menambah beban jumlah link pemilik blog ini. Jangan sertakan link hidup dan mati, apalagi iklan karena termasuk spam.Terima kasih banyak. Salam. @rohyatisofjan

Disabilitas Mengelola Komunitas

Arti disabilitas adalah keterbatasan aktivitas dan partisipasi akibat  ketidakmampuan mental atau fisik. Hal itu bisa menjadi stigma dalam m...