HARI terakhir semua orang
bebas makan dan minum karena besok akan mulai saum, ada semacam kebiasaan di
antara para tetangga dekat rumah saya. Masak dan makan bersama di hawu (tungku kayu bakar) seadanya yang
terbuat dari susunan batu bata atau batu kali. Hal itu disebut liliwetan karena cara memasak nasinya
dengan di-liwet pakai kastrol.
Kastrol
itu semacam belangga (panci khusus terbuat dari logam yang tebal) untuk menanak
nasi secara langsung dengan takaran air yang sudah ditentukan agar nasinya bisa
matang secara merata dan pengapian yang pas pula. Dan memasak nasi dengan cara diliwet lebih praktis dari segi waktu
dan rasa. Yang penting harus memahami benar bagaimana memberi takaran airnya
agar tak lembek karena kebanyakan air, atau keras jika kekurangan air.
Pun
pengapian, bagaimana cara mengatur susunan kayu bakar agar tak membuat nasi
cepat kehabisan air padahal belum matang benar. Mula-mula susun kayu dengan api
besar, dan begitu telah berhenti mendidih, kecilkan apinya agar bara api kayu
bakar tak membuat nasi gosong.
Saya
sendiri biasa menanak nasi dengan cara diliwet
di kompor gas, kadang hawu jika gas
habis dan tak ada uang pembelinya atau stok gas di warung-warung kampung pada
kosong.
Karena
itulah tradisi masak nasi secara diliwet di kampung tidak punah meski sudah ada
magic com atau rice cooker sebagai alat
penanak nasi modern. Dan liliwetan
kerap jadi acara menyenangkan untuk kumpul bersama siapa saja yang ingin melakukan
kebersamaan dengan cara makan-makan secara patungan bahan atau mentahannya
(uang).
Para
tetangga dekat rumah saya di RT 07 ini sudah menjadikan liliwetan sebagai semacam tradisi kebersamaan untuk mengeratkan
persaudaraan. Dan khusus sehari sebelum saum, para tetangga akan berkumpul di
tanah kosong yang cukup lapang untuk memasak bahan, lantas ramai-ramai
menyantapnya jika semua sudah siap saji.
Liliwetan
diadakan sebagai semacam cara untuk menghibur dan menyemangati anak-anak bahwa
besok adalah hari yang istimewa. Sekarang semua bebas makan dan minum karena
besok merupakan hari besar untuk segala macam pantangan: makan, minum,
perbuatan tak menyenangkan, atau amarah yang diumbar.
Diharapkan
anak-anak bersemangat jika besok memulai hari dengan ibadah saum Ramadan,
karena itu kerap pula para ibu tetangga ramai-ramai melakukan semacam
kebersamaan dengan cara sederhana dan biasa yang mereka bisa: masak besar secara
gotong royong. lalu makan beramai-ramai.
Masak
besar itu adalah semua nasi dan lauknya ditaruh di alas daun pisang bersih yang
dihamparkan. Lantas ramai-ramai makan dengan perasaan riang gembira sekaligus
lahap karena dilakukan secara bersama. Nilai afeksi dan interaksi sosial
diharapkan tetap terjaga baik, bahwa kepedulian antartetangga tidak luntur
digerus zaman yang kian individualis dan mengedepankan egoisme diri karena
kontaminasi teknologi.
Menu
lauk tak perlulah mahal apalagi mewah, bahkan cenderung seadanya dan sederhana.
Yang penting nikmat disantap. Selain nasi, biasanya terdiri dari tumis
kangkung, ikan asin peda goreng, tahu dan tempe goreng, potongan jengkol
goreng, kerupuk, lalap dan sambalnya. Itu tahun kemarin. Dan tadi cuma
bala-bala dan gehu goreng dari warung Bi Ai, tumis kangkung, tempe dan ikan asin
goreng, kerupuk, petai, lalap dan sambal. Itu saja.
Kala
acara itu diadakan, saya tak ikut dulu karena sibuk di depan komputer. Cuma
Palung yang ikut dan patungan uang 6 ribu saja karena adanya di dompet cuma
sisa 8.000 rupiah dipotong jajan. Tadi pagi suami tak memberi uang belanja.
Uang di dompet adalah sisa kemarin. Saya bahkan tak bisa belanja ke warung,
menunggu suami pulang kerja nanti sore.
Dan
ketika mati lampu sehingga komputer dimatikan karena tiada daya untuk tetap
tersambung dengan charger ke stop
kontak, saya malah ketiduran, masih ada sisa lelah dan kantuk dari begadang
semalaman sampai dini hari. Tak meliput acara masak dan makan liliwetan-nya. Semuanya terlewat.
Sampai
ketika listrik kembali menyala kala saya sudah dari tadi terjaga, Palung datang
dengan sepiring seng isi nasi hangat berikut lauk tempe goreng, bala-bala dari
warung Bi Ai, plus sedikit sambal terasi yang ditumis.
Rupanya
itu hidangan liliwetan untuk saya.
Palung sudah makan banyak di sana dari sejak tadi kala saya ketiduran. Palung
bilang kenyang kala saya mengajaknya makan. Isi piring seng pun dipindahkan ke
piring beling. Piring sengnya kepunyaan tetangga yang masak liliwetan. Saya minta Palung segera
mengembalikan. Duh, tak dicuci dulu
karena ia ingin segera kembali main di tempat kumpul semula bersama
teman-temannya.
Ketika
saya makan nasi dengan lauk sederhana karena lapar dan sudah jam makan siang,
saya besyukukur ada rezeki tak terduga sehingga tak perlu masak lagi siang ini.
Cukup nantilah kalau suami pulang bawa uang,
Saya
cuma sempat jepret piring berisi nasi liliwetan-nya.
Inilah hasil akhir dari acara demikian yang sudah usai gegara kelalaian saya.
Namun semoga Allah masih memberi usia untuk kelak bisa meliput acara demikian
dan nimbrung masak bareng para ibu tetangga. Tidak ketiduran karena badan remuk
redam bekas begadang menulis semalaman.
Akhir
kata, karena besok saatnya kita menunaikan ibadah saum ramadan, saya ucapkan
mohon maaf lahir batin jikalau ada kata salah yang terucap dalam tulisan bahkan
di kolom komentar siapa saja. Semoga selama sebulan penuh ini kita tidak
termasuk orang yang merugi dalam beribadah saum Ramadan.
Wassalam,
Rohyati
Sofjan
Cipeujeuh, 16 Mei 2018
#Liliwetan #MakanBersama #Kuliner #TradisiKampung #Sunda #Ramadan
#Liliwetan #MakanBersama #Kuliner #TradisiKampung #Sunda #Ramadan
~Foto di bagian atas merupakan
kiriman sahabat dari Batusangkar yang mendesain dari Canva untuk saya. Berasa
spesial saja~
~Foto lainnya jepretan
kamera ponsel ANDROMAX PRIME~
Mbaaa... ini tulisan dari blog lama ya? masha Allah, saya bacanya pas di bulan Ramadhan :D
BalasHapusbetewe masak-masaknya bikin saya teringat masa kecil, saya masih ingat waktu kami baru pindah dari Manado ke Buton, kami masaknya pakai kayu bakar gitu.
Ingat banget, bapak saya ngajarin kakak masak nasi karena mama harus sekolah lagi, trus apinya harus dijaga biar merata.
Setelah matang pun bara apinya kudu di sebar biar hangatnya masih bisa membuat nasi matang sempurna.
Emang makanan terasa lebih enak ya kalau masak kayak gitu.
Saking terbiasa masak gitu, sampai sekarang, mama saya punya dapur spesial buat masak pakai kayu bakar gitu.
Meskipun sekarang hanya dipakai buat bakar ikan atau masak air minum.
Mama saya ga suka masak di kompor, aneh rasanya katanya hahaha
Tapi ya gitu, asapnya bikin dapur menghitam hahahaah