Kamis, 21 Februari 2019

Jajan Pempek yang Murah


PERTAMA kali jajan pempek kala SMP, yah, di luar sekolah, tepat di seberang gedung SMP Muhammadiyah 8 Antapani, Bandung, ada mamang yang jualan pempek dengan gerobak dorong kecilnya. Rasanya lumayan bagi anak kecil dengan uang jajan terbatas. Pempeknya juga bukan pempek asli dengan rasa ikan tenggiri yang mantap, semacam pempek aci (kanji) namun diberi campuran mie basah sedikit dan potongan timun, kuahnya juga saus cuka yang lumayan asam, berikut irisan cabai rawit. Saya lupa harganya berapa, namun gerobak mamang pempek itu pada jam istirahat kerap jadi portal kumpul anak cowok. Mungkin mereka risih nongkrong di kantin bareng kaum cewek yang ribut di lapak baso dan somay bibi-bibi, atau gerobak batagor dan bubur ayam yang juga selalu ramai diserbu anak-anak sekolah di lingkungan SD dan SMP Muhammadiyah.


Pempek semacam itu tidaklah mengenyangkan, namun yang namanya anak-anak doyan jajan tidak peduli soal rasa, yang penting harga terjangkau serta menjadi tempat nongkrong yang nyaman. Saya mana mau nongkrong di sana, habis jajan akan segera meninggalkan tempat. Tak nyaman saja meski saya mengenal semua teman di SMP itu yang setingkat (kecuali kakak dan adik kelas yang tidak semuanya dikenal).

Pernah saya jajan pempek punya tetangga yang rumahnya di blok lain dan jualan pempek setiap sore di halaman ruko Antapani, rasanya standar saja meski termasuk pempek yang mestinya asli. entahlah, lidah ABG saya sulit dibohongi soal rasa. Saya pikir rasanya istimewa namun ternyata biasa, tiada rasa ikan tenggiri yang tajam, lebih dominan tepung meski harga lumayan.

Lalu pempek yang enak itu kapan bisa saya rasakan?

Ketika harus merantau ke Kiaracondong, Bandung dan jadi kontraktor kamar sempit bareng ibu yang selalu punya obsesi untuk jadi orang Bandung lagi (demi ambisi bodohnya sampai melepas kehidupan tenteram di kampung dan kembali ke lingkungan masa kecil kala masih punya rumah di sana, ada dua di depan dan belakang, sayang keduanya dijual); saya diajak teman sepermainan untuk jajan pempek enak di daerah Babakan Sari 1, dekat ruko yang ada Toserba Griya. Saya mau saja dan tak menyesal karena rasanya benar lumayan enak. Ikan tenggirinya terasa. Namun di lain waktu saya kapok beli lagi di sana karena yang melayaninya beda orang serta rada jutek, mungkin karena saya belinya cuma 2 biji saja, padahal dulu juga kala dilayani yang lain tak masalah cuma beli dua. Malaslah saya jadi pelanggannya, ha ha. 

Saya sudah mencoba tualang rasa pempek kala pulang kampung ke Balubur Limbangan, Garut. Tetap saja tak tahu rasa pempek yang enak bagaimana, yang ikan tenggirinya terasa mantap dan asli serta dominan. Barangkali pempek demikian harganya lumayan mahal dan hanya ada di tempat tertentu. Jadi saya menyerah terobsesi pada pempek. Sesekali jajan pempek di mamang yang kerap mangkal di sekolahan dan keliling kampung sambil berjualan cakue dan cimol dengan pikulannya. Boleh beli 2 ribu rupiah sebungkus.


Pempeknya cuma 500 rupiah per buah, namun sekarang 2000 rupiah dapat 3 buah karena harga aci (tepung kanji) naik padahal pempeknya meski dibentuk seperti pastel lonjong dan pipih, ada isian kuning telur. Kala saya heran dan tanya soal harga, mamang-nya mengaku teu mahi alias tak menguntungkan. Keuntungannya cuma sedikit untuk menutupi modal dan hasil keringat usaha. 


Bagi saya pempek mamang di kampung sudah lumayan jadi teman jajan, rasa kuah cukanya memang asam dan cair, toh ditujukan pada pangsa pasar anak kecil yang uang sakunya kadang terbatas. Setidaknya usaha demikian bisa menadi lahan rezeki mamang dan keluarganya, berikut sumber alternatif jajan anak-anak yang mudah bosan.

Di kampung sudah ada yang jualan cendol enak dekat pos ronda Kampung Baduyut di sebelah bawah kampung saya, lalu ada yang menjual baso somay basah, lantas sekian pedagang lain meramaikan kekayaan kuliner kampung agar warganya leluasa pilih jajanan. 

Mie baso yang dijajakan di berbagai warung atau motor keliling, cilok, bandros, cingcau, bacil (baso aci cilik), cuanki, kerang hijau,bajigur,  dan sekian jajanan lainnya. Jangan lupa aneka warung yang khusus menjual seblak juga. Anda bebas jajan murah meriah asal punya uangnya saja. Harga pun bervariasi, ada yang satuan gopek (500 rupiah) sampai 5.000 atau 10.000 rupiah.

Karena saya berumah lumayan terpencil di tengah kebun, maka kerap tidak tahu kalau ada mamang jualan melintasi gang rumah paling depan di ujung. Bisanya jajan di warung dekat rumah saja, di warung Bi Ai-Suhara yang sejak subuh buta sudah sedia aneka gorengan 500 rupiah per buah. Tentu saja saya bosan dengan gorengan kayak bala-bala, gehu (goreng tahu), gero (dage di jero/ampas tahu kedelai di dalam), atau goreng hui (ubi manis). Pada saat tertentu saya rindu pempek sungguhan.


Terakhir ke Pasar Modern Balubur Limbangan, saya melihat gerobak yang jual pempek di antara satu barisan panjang gerobak makanan aneka pedagang. Harganya per buah cuma 2.500 rupiah, ada 4 jenis dan saya beli 3 karena tidak yakin soal rasa.Mamang yang melayani saya masih muda dan ramah, mengizinkan saya beli 3 saja soalnya nanti pengen beli baso di lapak langganan. Pempeknya terdiri dari lonjor, adaan yang isi telur, lalu polos dengan sematan daun bawang di sekitarnya dalam bentuk pipih atau bundar. Saya pesan tiga yang pertama. Dan dengan cekatan dia memotong-motong dulu pempeknya agar mudah matang dengan cepat jika digoreng, serta mudah dimakan pembeli tentunya tanpa harus repot memotong-motong sendiri.

Kuah cuka dan sambal dibungkus terpisah. Dalam bungkusan kuah cuka ada tambahan mentimun yang dipotong kotak-kotak kecil. Kala dicoba di rumah, kuah cukanya enak. Sambalnya digerus kasar sehingga pedasnya terasa. 


Bagaimana dengan rasa pempek? Saya bingung membedakannya, sih. entah apakah rasa asin gurih itu dari garam dan bumbu penyedap rasa yang berlebih, atau rasa khas ikan tenggiri yang banyak. Saya tak peduli, harganya juga murah untuk ukuran kampung. Kalau harga pempek yang asli berisi ikan tenggiri secara dominan bolehlah lebih mahal karena mengedepankan citarasa.

Apakah di lain waktu saya akan jajan pempek itu lagi? Entahlah, saya malah tertarik pada gerobak mamang yang jualan nasi goreng, kwetiau, dan terutama mie tek-tek! Sungguh saya rindu ingin mencicipi mie tek-tek lagi. Terakhir makan mie jawa (yang juga semacam mie tek-tek) di Restoran Bakmi Jogja, Jalan Bengawan, Bandung pada suatu malam berhujan di bulan April 2005; rasanya mengesankan meski sejujurnya saya lebih suka mie tek-tek Mas Joko di Babakan Sari dalam lingkungan rumah masa kecil. Mungkin saya hanya rindu kenangan manis, namun citarasa mie godog maupun goreng Mas Joko terasa sedap bagi lidah saya, pun aroma bakaran anglonya.

Ah, menulis soal makanan malah bikin saya lapar. Saya belum minum obat untuk kali ketiga malam ini. Selesaikan dulu tulisan karena takut pengaruh obat akan membuat saya mengantuk, lantas menunda proyek SHST (Satu Hari Satu tulisan). Serpanjang hari sibuk jelajah blog di grup BW WAG, 2 grup dan ada 37 blog yang harus saya kunjungi dan komentari.

Intinya, pempek tetap jadi makanan favorit saya namun tidak untuk lebih sering disantap. Sesekali saja. Saya bahkan tidak tahu makanan mana yang paling enak sebagai jenis jajanan favorit. Saya suka makan apa saja asal bersih dan halal. Perkara sehat, mau saya makanannya tak dicampuri zat macam-macam kayak pengawet atau borax. Itu seram!

Saya belum pernah merasakan pempek asli Palembang yang berasal dari Palembang. Pengen coba juga namun belum punya uang untuk alokasi jajan karena harus pakai jasa pesanan. Untuk sementara jajan apa yang ada di sekitar. 

Saya bersyukur warung di kampung rumah selalu menyediakan aneka kuliner yang beragam, bahkan saya suka belanja jajan pasar kalau ke pasar. Sekarang saya kangen kacang bulu, itu kacang kedelai rebus dengan kulit dan tangkainya. Dulu di warung Bi Ai-Suhara ada itu, beli dari pasar. Kacang kedelainya gurih, Palung pun suka. Jajanan semacam itu boleh dikata tak populer di kota yang cenderung multiinternasional dengan burger, takoyaki, pizza, dan kebab.
Cipeujeuh, 20 Februari 2019
#Kuliner #Pempek #JajananMurah #SHSTFebruari4
~Foto hasil jepretan kamera ponsel ANDROMAX PRIME

12 komentar:

  1. Yuk Mba, main ke Palembang agar bisa mencicipi empek2 dari tempat asalnya.. 😊

    BalasHapus
  2. Saya tinggal tidak jauh dari Kota Palembang, sekitar 4 jam. Pempek Palembang banyak sekali jenisnya Mbak dan rasanya pun sangat enak terutama cukonya ( cuka ),,mmmm makyuzzzz,,,dan bikin ketagihan.

    Pempek Palembang yang terkenal adalah pempek selam yang berisikan telur, selain itu juga ada pempek kulit, pempek lenjer, dan aneka pempek lainnya.

    Kandungan Gizi dari bahan ikannya membuat tubuh kita menjadi sehat.

    # maaf mbak saya numpang promo kuliner daerah saya, hihihihii.... sekaligus ngak bisa kirim contoh pempeknya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. wewwww,pempek kapal selam itu di sini mahal loh kang, saya pernah cicipin yang punya Farina, langsung auto keselak harganya hahahahah

      Hapus
  3. Istri saya orang Lampung mbak, jadi saya sering makan pempek Lampung.. Katanya yang dilampung juga ga kalah enak sama yang di Palembang.. Tapi yang otentik Palembang saya juga belum pernah coba.. hahaha..

    Dulu waktu sekolah, ntah kenapa pempek yang jualan di depan SD itu enak kali.. Sampai sekarang saya ga pernah nemu yang seenak didepan sekolah wkwkwkwkw.. Padahal ya, cuma aci doang dengan cuka yang encer wahahaha..

    BalasHapus
  4. Terus terang dibandingkan pizza, burger dan semacamnya itu, saya lebih suka makanan khas indonesia. Entah saya yg sok nasionalis atau emang lidah saya saja yang kurang internasional hahaha
    Makanan kesukaan saya tentu saja nasi padang. Mantap banget itu xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ohh, berarti satu selera dengan ponakanku kelas 1 SD nih ..., kalo disodori makanan kekinian atau ngetrend dipilih anak-anak jaman now, ponakanku tuh lebih suka penganan traditional seperti klepon.
      Daaan itu .., terjadi sejak dia batita.

      Hapus
  5. Ayok kapan ada waktu main ke kotaku, kak ..
    Dikotaku banyak pedagang kuliner mie tek-tek dimasaknya pakai alat anglo gitu yang bikin rasa masakan jadi tambah sedep.

    Aku pribadi juga sering loh beli jajanan anak-anak kayak gitu, kak.
    Ya batogor, siomay ala-la, bakso kojek gitu ..
    Suka aja .. hehehe :)
    Lagian enak juga kok.

    BalasHapus
  6. aku ga terlalu suka pempek karena kuahnya menyengat baunya hehehe tapi suka sih waktu itu beli di Cimahi pempek wong namanya enak banget sayangnya tutup sepertinya kurang laku :p

    BalasHapus
  7. Disini Kayu Agung pempek banyak bertebaran mba hehe, yuk mampir ketempat ku :D

    BalasHapus
  8. Di luar dari soal pempek, saya iri Kak di situ masih ada gorengan 500/buah. Dududud ... kalau di sini mana ada ... 1000/buah itu Kak. Kadang untuk gorengan tertentu seperti kroket atau lumpia bisa 5000/3buah. Yah namanya juga usaha :D Makanya kadang suka goreng-menggoreng sendiri buat cemal-cemil begitu.

    BalasHapus
  9. Saya dong, jarang makan pempek.
    Terakhir kali makan waktu hamil hampir 2 tahunan lalu.
    Makan pempek yang langsung bikin batuk saking keselek ama harganya yang muahal hahaha
    Makannya di emol sih, pempek Farina yang terkenal padahal menurut saya rasanya biasa itu hehehe.
    Jadi pengen deh makan pempek murah dan enak :D

    BalasHapus

Terima kasih sudah singgah, silakan tinggalkan jejak komentar sebagai tanda persahabatan agar saya bisa lakukan kunjungan balik. Komentar sebaiknya relevan dengan isi tulisan. Nama komentator tidak langsung mengarah ke URL pos blog agar tidak menambah beban jumlah link pemilik blog ini. Jangan sertakan link hidup dan mati, apalagi iklan karena termasuk spam.Terima kasih banyak. Salam. @rohyatisofjan

Disabilitas Mengelola Komunitas

Arti disabilitas adalah keterbatasan aktivitas dan partisipasi akibat  ketidakmampuan mental atau fisik. Hal itu bisa menjadi stigma dalam m...