PERTAMA
kali
jajan pempek kala SMP, yah, di luar sekolah, tepat di seberang gedung SMP
Muhammadiyah 8 Antapani, Bandung, ada mamang
yang jualan pempek dengan gerobak dorong kecilnya. Rasanya lumayan bagi anak
kecil dengan uang jajan terbatas. Pempeknya juga bukan pempek asli dengan rasa
ikan tenggiri yang mantap, semacam pempek aci
(kanji) namun diberi campuran mie basah sedikit dan potongan timun, kuahnya
juga saus cuka yang lumayan asam, berikut irisan cabai rawit. Saya lupa harganya
berapa, namun gerobak mamang pempek
itu pada jam istirahat kerap jadi portal kumpul anak cowok. Mungkin mereka risih nongkrong di kantin bareng kaum cewek yang ribut di lapak baso dan somay
bibi-bibi, atau gerobak batagor dan bubur ayam yang juga selalu ramai diserbu
anak-anak sekolah di lingkungan SD dan SMP Muhammadiyah.
Pempek
semacam itu tidaklah mengenyangkan, namun yang namanya anak-anak doyan jajan
tidak peduli soal rasa, yang penting harga terjangkau serta menjadi tempat
nongkrong yang nyaman. Saya mana mau nongkrong di sana, habis jajan akan segera
meninggalkan tempat. Tak nyaman saja meski saya mengenal semua teman di SMP itu
yang setingkat (kecuali kakak dan adik kelas yang tidak semuanya dikenal).
Pernah
saya jajan pempek punya tetangga yang rumahnya di blok lain dan jualan pempek
setiap sore di halaman ruko Antapani, rasanya standar saja meski termasuk
pempek yang mestinya asli. entahlah, lidah ABG saya sulit dibohongi soal rasa.
Saya pikir rasanya istimewa namun ternyata biasa, tiada rasa ikan tenggiri yang
tajam, lebih dominan tepung meski harga lumayan.
Lalu
pempek yang enak itu kapan bisa saya rasakan?
Ketika
harus merantau ke Kiaracondong, Bandung dan jadi kontraktor kamar sempit bareng
ibu yang selalu punya obsesi untuk jadi orang Bandung lagi (demi ambisi bodohnya
sampai melepas kehidupan tenteram di kampung dan kembali ke lingkungan masa
kecil kala masih punya rumah di sana, ada dua di depan dan belakang, sayang
keduanya dijual); saya diajak teman sepermainan untuk jajan pempek enak di
daerah Babakan Sari 1, dekat ruko yang ada Toserba Griya. Saya mau saja dan tak
menyesal karena rasanya benar lumayan enak. Ikan tenggirinya terasa. Namun di
lain waktu saya kapok beli lagi di sana karena yang melayaninya beda orang
serta rada jutek, mungkin karena saya belinya cuma 2 biji saja, padahal dulu
juga kala dilayani yang lain tak masalah cuma beli dua. Malaslah saya jadi
pelanggannya, ha ha.
Saya
sudah mencoba tualang rasa pempek kala pulang kampung ke Balubur Limbangan,
Garut. Tetap saja tak tahu rasa pempek yang enak bagaimana, yang ikan
tenggirinya terasa mantap dan asli serta dominan. Barangkali pempek demikian
harganya lumayan mahal dan hanya ada di tempat tertentu. Jadi saya menyerah
terobsesi pada pempek. Sesekali jajan pempek di mamang yang kerap mangkal di sekolahan dan keliling kampung sambil
berjualan cakue dan cimol dengan pikulannya. Boleh beli 2 ribu rupiah
sebungkus.
Pempeknya
cuma 500 rupiah per buah, namun sekarang 2000 rupiah dapat 3 buah karena harga aci (tepung kanji) naik padahal
pempeknya meski dibentuk seperti pastel lonjong dan pipih, ada isian kuning
telur. Kala saya heran dan tanya soal harga, mamang-nya mengaku teu mahi
alias tak menguntungkan. Keuntungannya cuma sedikit untuk menutupi modal dan
hasil keringat usaha.
Bagi
saya pempek mamang di kampung sudah
lumayan jadi teman jajan, rasa kuah cukanya memang asam dan cair, toh ditujukan pada pangsa pasar anak
kecil yang uang sakunya kadang terbatas. Setidaknya usaha demikian bisa menadi
lahan rezeki mamang dan keluarganya,
berikut sumber alternatif jajan anak-anak yang mudah bosan.
Di
kampung sudah ada yang jualan cendol enak dekat pos ronda Kampung Baduyut di
sebelah bawah kampung saya, lalu ada yang menjual baso somay basah, lantas
sekian pedagang lain meramaikan kekayaan kuliner kampung agar warganya leluasa
pilih jajanan.
Mie
baso yang dijajakan di berbagai warung atau motor keliling, cilok, bandros,
cingcau, bacil (baso aci cilik), cuanki, kerang hijau,bajigur, dan sekian jajanan lainnya. Jangan lupa aneka
warung yang khusus menjual seblak juga. Anda bebas jajan murah meriah asal
punya uangnya saja. Harga pun bervariasi, ada yang satuan gopek (500 rupiah)
sampai 5.000 atau 10.000 rupiah.
Karena
saya berumah lumayan terpencil di tengah kebun, maka kerap tidak tahu kalau ada
mamang jualan melintasi gang rumah
paling depan di ujung. Bisanya jajan di warung dekat rumah saja, di warung Bi
Ai-Suhara yang sejak subuh buta sudah sedia aneka gorengan 500 rupiah per buah.
Tentu saja saya bosan dengan gorengan kayak bala-bala,
gehu (goreng tahu), gero (dage di jero/ampas tahu kedelai di dalam), atau goreng hui (ubi manis). Pada saat tertentu saya rindu pempek sungguhan.
Terakhir
ke Pasar Modern Balubur Limbangan, saya melihat gerobak yang jual pempek di
antara satu barisan panjang gerobak makanan aneka pedagang. Harganya per buah
cuma 2.500 rupiah, ada 4 jenis dan saya beli 3 karena tidak yakin soal rasa.Mamang yang melayani saya masih muda dan
ramah, mengizinkan saya beli 3 saja soalnya nanti pengen beli baso di lapak
langganan. Pempeknya terdiri dari lonjor, adaan yang isi telur, lalu polos
dengan sematan daun bawang di sekitarnya dalam bentuk pipih atau bundar. Saya
pesan tiga yang pertama. Dan dengan cekatan dia memotong-motong dulu pempeknya
agar mudah matang dengan cepat jika digoreng, serta mudah dimakan pembeli
tentunya tanpa harus repot memotong-motong sendiri.
Kuah
cuka dan sambal dibungkus terpisah. Dalam bungkusan kuah cuka ada tambahan
mentimun yang dipotong kotak-kotak kecil. Kala dicoba di rumah, kuah cukanya
enak. Sambalnya digerus kasar sehingga pedasnya terasa.
Bagaimana
dengan rasa pempek? Saya bingung membedakannya, sih. entah apakah rasa asin gurih itu dari garam dan bumbu penyedap
rasa yang berlebih, atau rasa khas ikan tenggiri yang banyak. Saya tak peduli,
harganya juga murah untuk ukuran kampung. Kalau harga pempek yang asli berisi
ikan tenggiri secara dominan bolehlah lebih mahal karena mengedepankan citarasa.
Apakah
di lain waktu saya akan jajan pempek itu lagi? Entahlah, saya malah tertarik
pada gerobak mamang yang jualan nasi
goreng, kwetiau, dan terutama mie tek-tek! Sungguh saya rindu ingin mencicipi
mie tek-tek lagi. Terakhir makan mie jawa (yang juga semacam mie tek-tek) di
Restoran Bakmi Jogja, Jalan Bengawan, Bandung pada suatu malam berhujan di
bulan April 2005; rasanya mengesankan meski sejujurnya saya lebih suka mie
tek-tek Mas Joko di Babakan Sari dalam lingkungan rumah masa kecil. Mungkin
saya hanya rindu kenangan manis, namun citarasa mie godog maupun goreng Mas Joko terasa sedap bagi lidah saya, pun
aroma bakaran anglonya.
Ah, menulis soal
makanan malah bikin saya lapar. Saya belum minum obat untuk kali ketiga malam
ini. Selesaikan dulu tulisan karena takut pengaruh obat akan membuat saya
mengantuk, lantas menunda proyek SHST (Satu Hari Satu tulisan). Serpanjang hari
sibuk jelajah blog di grup BW WAG, 2 grup dan ada 37 blog yang harus saya
kunjungi dan komentari.
Intinya,
pempek tetap jadi makanan favorit saya namun tidak untuk lebih sering disantap.
Sesekali saja. Saya bahkan tidak tahu makanan mana yang paling enak sebagai
jenis jajanan favorit. Saya suka makan apa saja asal bersih dan halal. Perkara
sehat, mau saya makanannya tak dicampuri zat macam-macam kayak pengawet atau borax. Itu seram!
Saya
belum pernah merasakan pempek asli Palembang yang berasal dari Palembang.
Pengen coba juga namun belum punya uang untuk alokasi jajan karena harus pakai
jasa pesanan. Untuk sementara jajan apa yang ada di sekitar.
Saya
bersyukur warung di kampung rumah selalu menyediakan aneka kuliner yang
beragam, bahkan saya suka belanja jajan pasar kalau ke pasar. Sekarang saya
kangen kacang bulu, itu kacang kedelai rebus dengan kulit dan tangkainya. Dulu
di warung Bi Ai-Suhara ada itu, beli dari pasar. Kacang kedelainya gurih,
Palung pun suka. Jajanan semacam itu boleh dikata tak populer di kota yang
cenderung multiinternasional dengan burger, takoyaki, pizza, dan kebab.
Cipeujeuh, 20 Februari 2019
#Kuliner #Pempek #JajananMurah
#SHSTFebruari4
~Foto hasil jepretan kamera ponsel
ANDROMAX PRIME
Yuk Mba, main ke Palembang agar bisa mencicipi empek2 dari tempat asalnya.. 😊
BalasHapusSemoga bisa, duh penasaran banget, ha ha.
HapusSaya tinggal tidak jauh dari Kota Palembang, sekitar 4 jam. Pempek Palembang banyak sekali jenisnya Mbak dan rasanya pun sangat enak terutama cukonya ( cuka ),,mmmm makyuzzzz,,,dan bikin ketagihan.
BalasHapusPempek Palembang yang terkenal adalah pempek selam yang berisikan telur, selain itu juga ada pempek kulit, pempek lenjer, dan aneka pempek lainnya.
Kandungan Gizi dari bahan ikannya membuat tubuh kita menjadi sehat.
# maaf mbak saya numpang promo kuliner daerah saya, hihihihii.... sekaligus ngak bisa kirim contoh pempeknya. :)
wewwww,pempek kapal selam itu di sini mahal loh kang, saya pernah cicipin yang punya Farina, langsung auto keselak harganya hahahahah
HapusIstri saya orang Lampung mbak, jadi saya sering makan pempek Lampung.. Katanya yang dilampung juga ga kalah enak sama yang di Palembang.. Tapi yang otentik Palembang saya juga belum pernah coba.. hahaha..
BalasHapusDulu waktu sekolah, ntah kenapa pempek yang jualan di depan SD itu enak kali.. Sampai sekarang saya ga pernah nemu yang seenak didepan sekolah wkwkwkwkw.. Padahal ya, cuma aci doang dengan cuka yang encer wahahaha..
Terus terang dibandingkan pizza, burger dan semacamnya itu, saya lebih suka makanan khas indonesia. Entah saya yg sok nasionalis atau emang lidah saya saja yang kurang internasional hahaha
BalasHapusMakanan kesukaan saya tentu saja nasi padang. Mantap banget itu xD
Ohh, berarti satu selera dengan ponakanku kelas 1 SD nih ..., kalo disodori makanan kekinian atau ngetrend dipilih anak-anak jaman now, ponakanku tuh lebih suka penganan traditional seperti klepon.
HapusDaaan itu .., terjadi sejak dia batita.
Ayok kapan ada waktu main ke kotaku, kak ..
BalasHapusDikotaku banyak pedagang kuliner mie tek-tek dimasaknya pakai alat anglo gitu yang bikin rasa masakan jadi tambah sedep.
Aku pribadi juga sering loh beli jajanan anak-anak kayak gitu, kak.
Ya batogor, siomay ala-la, bakso kojek gitu ..
Suka aja .. hehehe :)
Lagian enak juga kok.
aku ga terlalu suka pempek karena kuahnya menyengat baunya hehehe tapi suka sih waktu itu beli di Cimahi pempek wong namanya enak banget sayangnya tutup sepertinya kurang laku :p
BalasHapusDisini Kayu Agung pempek banyak bertebaran mba hehe, yuk mampir ketempat ku :D
BalasHapusDi luar dari soal pempek, saya iri Kak di situ masih ada gorengan 500/buah. Dududud ... kalau di sini mana ada ... 1000/buah itu Kak. Kadang untuk gorengan tertentu seperti kroket atau lumpia bisa 5000/3buah. Yah namanya juga usaha :D Makanya kadang suka goreng-menggoreng sendiri buat cemal-cemil begitu.
BalasHapusSaya dong, jarang makan pempek.
BalasHapusTerakhir kali makan waktu hamil hampir 2 tahunan lalu.
Makan pempek yang langsung bikin batuk saking keselek ama harganya yang muahal hahaha
Makannya di emol sih, pempek Farina yang terkenal padahal menurut saya rasanya biasa itu hehehe.
Jadi pengen deh makan pempek murah dan enak :D