Senin, 07 Oktober 2019

Jangan Biarkan Anak Jadi Pencuri

generasi maju SGM
Astri dan Palung Dilindungi dengan Perhatian Orang Tua

 

PAGI tadi sepupu yang rumahnya di sebelah atas datang ke rumah sambil membawa belanjaan, dia menanyakan Palung.  Saya bilang sekolah. Oh, katanya. Saya tanya ada apa karena tidak biasanya menanyakan Palung, sepupu malah bertanya apa saya melihat R anak saudara sepupunya yang rumah bersebelahan main HP di sini. Saya bilang tidak memperhatikannya. Ternyata Sela keponakannya kehilangan ponsel Oppo. R diduga telah mencurinya. Innalillahi.


Itu memang baru dugaan berdasarkan pengamatan euma nenek Sela. Ponsel dicas bersama ponsel Elsi di rumah uyut, tidak ada yang menjaganya karena euma harus pulang ke rumahnya dulu setelah merawat uyut yang sedang sakit serta memastikannya telah tidur. Pas kembali, dia melihat R keluar dari rumah uyut dan jalan ke arah lain. Euma yang khawatir dan curiga segera bergegas ke rumah uyut, ponsel Oppo Sela sudah raib, sedang ponsel Elsi cucu uyut yang bagus masih ada.

Lalu apa yang terjadi? H yang mendapat laporan tentang anaknya langsung membawa R dan menyuruh bilang sendiri, tetapi R tidak mengaku. Sulit, memang. Tiada bukti dan hanya berdasarkan dugaan. Lalu, siapa yang mencuri ponsel Sela dalam waktu singkat di pagi yang sepi itu? Hanya anggota keluarga uyut leluasa keluar masuk rumah di lingkungan keluarga besar itu, ada 6 rumah berdekatan karena termasuk “kompleks” keluarga.

Jangan Memberi Celah kepada Anak untuk Mencuri


Kita tahu bahwa mencuri itu perbuatan tidak baik, berdosa, haram hukumnya, dilarang agama, merusak tatanan sosial masyarakat, dan merusak kejiwaan bagi pelakunya. Apalagi jika pelakunya masih anak-anak, yang mestinya dibekali pemahaman dan nilai norma serta moral agar bisa tumbuh dewasa sebagai pribadi berbudi pekerti baik.

Saya tidak tahu siapa yang mencuri ponsel itu, tetapi dalam tulisan saya kemarin tentang cara mengatur keuangan keluarga buruhbangunan, saya cerita kehilangan uang 50 ribu yang diselipkan di buku tabungan dalam dompet. Uang itu akan terlihat karena tidak dilipat. Anehnya uang itu saja yang hilang, tidak yang 10 ribuan ada 2 lembar di dompet dekat buku tabungan. Bikin bingung saja, apakah saya yang linglung dan ceroboh padahal yakin tidak menggunakannya karena merupakan untuk tabungan. Di dompet suami masih ada uangnya 100 ribu dan sama sekali tidak mengambil uang dari dompet saya, Palung kalau disuruh mengambil uang jajan dari dompet itu hanya akan ambil uang kecil di bagian saku lain dompet. Masa ada tuyul, hii seram.   

Rumah sering kedatangan teman-teman Palung yang bermain di luar, kerap juga mereka masuk ke dalam. Sebelum kejadian kehilangan uang saya tidak terlalu mempermasalahkan, sekarang jadi khawatir juga karena saya termasuk ceroboh serta terbiasa menaruh uang atau dompet sembarangan tidak di tempat terkunci agar mudah dijangkau.

Hal demikian tidak baik sebab bisa mengundang godaan bagi anak yang kurang punya pegangan kuat tentang nilai dasar sosial dan agama dari orang tua masing-masing. Saya merasa serba salah. Ingin rumah jadi tempat main yang menyenangkan bagi teman-teman Palung agar bisa diawasi, tetapi jika ada yang punya kebiasaan buruk karena kurangnya kontrol dari keluarga mereka, jelas itu akan mengganggu keluarga saya.

Setelah Sela kehilangan ponsel dari rumah uyut, saya harus berhati-hati dengan ponsel sendiri yang ada 2. Benda itu penting sekali bagi saya sebab merupakan alat kerja sekaligus komunikasi. Ada banyak data pribadi di dalamnya. Memuat akun media sosial milik saya sekaligus milik Indonesia Saling Follow. Tak bisa saya bayangkan jika kehilangannya.


Pada suatu malam, bulan lalu, rumah kedatangan teman-teman Palung yang mengajak latihan silat di rumah Caca cucu Pak Suhara tetangga kami. Suami balik lagi bersama Palung untuk ganti baju silat, R ikut bersama mereka. Suami ambil sabuk silat warna merah dari laci atas lemari XL Palung, di dalamnya ada dompet merah punya saya. Saat suami mengaduk laci untuk mencari, R ikut berdiri di sebelahnya dan melihat ke dalam. Saya sebetulnya kesal pada suami, kenapa membiarkan anak lain ikut melongok isi lemari, jadi tahu tempat penyimpanan biasa. Saya pindahkan ke tempat yang dirasa aman, tetapi ada masa ceroboh karena habis ambil uang lalu meletakkannya di lemari Palung yang kuncinya rusak itu.

Lalu terjadilah drama kehilangan uang yang sungguh sangat mengganggu. Saya yang merasa alami penurunan daya ingat jadi khawatir, khawatir pikun bertambah parah karena sering begadang dan kurang tidur jadi linglung. Sekaligus merasa aneh karena telah memisahkan pos keuangan dan tahu tidak terlalu banyak belanja, jadi bagaimana bisa berkurang dengan cepat atau hilang.

Baiklah, perkara hilang uang dalam rumah itu saya anggap sebagai teguran agar lebih berhati-hati dan tidak sembarang percayaan, Anak dan suami saja tidak bisa diandalkan sebagai pengawas rumah karena mereka merasa rumah tempat aman.

Saya masih mengizinkan teman-teman Palung main, tetapi sudah menyuruh Palung agar mereka mainnya di bale-bale luar saja. Apa boleh buat, rumah memang tempat terbuka bagi tamu yang datang dengan niat baik, tetapi ada wilayah privasi.

Jangan biarkan anak-anak tidak punya kontrol diri berupa etika berkunjung ke rumah temannya. Teguran tetap harus dilakukan dengan cara ramah dan sopan meski itu tidak mudah karena watak mereka beragam. Ada yang tidak pedulian karena barangkali kurang punya pendidikan dasar keluarga yang baik sehingga membuatnya cenderung egois atau asosial.

Menasihati Anak  Orang Lain pun Penting


Ada saat tertentu kita harus nenegur anak orang lain untuk mengingatkan atau memberi tahu bahwa cara mereka keliru. Itu disebut nasihat. Mungkin kita bisa dianggap menggurui tetapi lebih baik daripada mendiamkan mereka. Bagaimanapun, jika mereka bermain di rumah kita, bisa disebut sebagai tamu. Tamu yang baik harus tahu bagaimana cara menempatkan diri. Pendidikan dasar sejak dini mengenai etika pergaulan itu penting disampaikan. Mereka harus tahu bahwa orang tua temannya pun punya wibawa sebagaimana orang tua mereka.

Saya pernah memergoki teman Palung masuk ke dalam rumah lalu membuka lemari kaca. Dia biasa main ke dalam rumah untuk bermain sendiri dengan mainan Palung, dan saya biarkan saja karena barangkali di rumahnya tidak nyaman jadi memilih main di rumah orang. Akan tetapi, Palung pernah menanyakan mainan gambarnya yang mendadak hilang padahal saya tidak membuang. Dering peringatan berdentang. Saya langsung periksa kotak kaca begitu anak itu hendak keluar rumah. Koleksi gambar Palung berkurang.

Saya segera bergegas ke luar rumah dan menegurnya, ada yang menonjol dari balik kausnya. Saya tanyakan itu apa. Dia tidak mau membuka sampai saya terpaksa memegang tonjolan itu. Menyuruhnya membuka lipatan kausnya yang dipilin. Isinya gambar Palung yang masih bagus karena baru digunting.

Jelas saya kesal sekali, Palung telah menghabiskan uang jajannya untuk beli mainan gambar yang bisa diadu meski saya tidak setuju dia beli melulu karena alasan tertentu. Lalu temannya malah mencuri. Saya menegurnya tetapi dia tidak mengakui bahwa itu milik Palung padahal kala datang jelas tidak bawa gambar. Diakunya milik sendiri.

Makin saya korek kebohongannya dengan mengatakan bahwa mencuri perbuatan tidak baik, anak itu yang berbohongnya tambah ngawur akhirnya mengakui bahwa gambar milik Palung. Saya suruh kembalikan ke tempatnya dan jangan mengulangi perbuatan tidak baik. Dia terlihat patuh, tetapi entahlah, karena Palung masih saja kehilangan mainan yang lain.


Kita sudah berupaya menasihati anak orang jika berperilaku yang tidak sesuai di dalam wilayah rumah sendiri, tetapi sesungguhnya anak itu tetap tanggung jawab orang tuanya agar bisa diarahkan pada perilaku yang baik. Bisa saja rasa kurang membuat sang anak demikian. Kurang perhatian, kurang kasih sayang, kurang pemenuhan kebutuhan, kurang peduli pada keinginannya, kurang mendengarkan, dan sekian kurang lainnya yang meluber.

Jika Mencuri bagi Anak adalah Bad Habbit yang Mengakar


Ternyata ada juga yang demikian karena pengaruh lingkungan keluarganya, orang tuanya tidak bisa memberi contoh yang baik, cenderung sengaja melakukan perbuatan tidak terpuji yang ditiru anaknya, bahkan menyuruh sang anak lakukan hal serupa karena wataknya telah disaput pengaburan akan makna moral dengan pembenaran keadaan: kemiskinan.

Ada, kok, orang tua yang demikian. Tetangga di sebelah atas rumah saya yang dulu. Termasuk seakan tidak punya hati nurani dan mementingkan dirinya banget. Anaknya dibiarkan untuk jadi pengganggu dan perusuh; merusak dan mencuri barang orang termasuk mengganggu anak lain yang lebih kecil seakan sudah jadi kebiasaan buruk akut.

Saya bersyukur tidak bertetangga lagi dengan mereka, tetapi anaknya tetap saja beroleh stigma buruk di mata saya karena kebiasaan berulangnya. Rupanya dia tidak punya rasa malu maupun bersalah karena sang ibu yang asosial dan berperangai kasar tidak bisa mendidiknya dengan benar. Terlalu memanjakannya dan tidak memberi pegangan bersosialisasi. Makanya pada siapa pun dia akan bersikap seenaknya dan bikin orang lain mengurut dada atau merutuk.   

Orang Tua Harus Lebih Peduli dan Tidak Pilih Kasih


Pada akhirnya kebenaran terungkap. Kemarin siang R main ponsel di bale-bale rumah saya. Segera saya hampiri dia untuk menanyakan merek ponselnya, R sama sekali tidak curiga karena saya juga ingin melihat menunya. Ponsel Oppo warna putih, kartu Telkomsel, dan jenis lama dengan layar ukuran 4 inci seperti ponsel saya. Saya tidak tahu apakah itu milik Sela, diam-diam saya memotretnya. Kirim pesan dan foto-foto pada sepupu. Tidak ada tanggapan. Saya segera kirim ke anak sepupu di Cibiuk. Setelah beberapa lama barulah ada tanggapan.

Saya diminta tidak usah menanyakan pada R, biar ayah Sela yang urus dengan mendatangi H mamah R. Miris karena mereka termasuk bersaudara. Istri ayah Sela sepupu H. Bagaimana bisa seorang saudara melakukan perbuatan tidak terpuji pada saudara lainnya?

Di atas saya singgung soal rasa kurang yang dialami oleh seorang anak sehingga melakukan perbuatan untuk memenuhi egonya dengan cara merugikan, R termasuk demikian, sehingga perangainya cenderung sesuka hati. H dikritik sepupu bahwa dia terlalu irit pada anak sendiri. Untuk makan saja termasuk aneh karena telur satu diteriguan untuk 4 orang. Padahal rumah bagus dan isinya pun bagus. Ada kulkas dan televisi led model sekarang, punya tangki air, dan hal lainnya.  

Saya tanya pada keponakan di Cibiuk, bukankah H punya ponsel yang jauh lebih bagus, apakah R tidak boleh memainkan? Ponsel H termasuk layar model sekarang, lebih besar daripada ponsel Sela. Keponakan menduga jarang karena harus mengalah pada adiknya yang lebih sering pegang ponsel itu. Ternyata R juga pernah diduga mencuri uang oleh mamahnya karena di rumah tidak ada siapa-siapa. Uang itu dipakai untuk main PS di warung dekat balong (kolam ikan).

Jika anak berlaku salah dan tidak bertanggung jawab, apakah karena salah didik atau kurangnya pemenuhan aspek psikologis? Yang disayangkan adalah perilaku R tidak berani bersikap jujur mengakui kesalahannya, malah lepas tangan dan tidak bertanggung jawab. Menaruh ponsel itu di tangga dapur rumah tetangganya sampai Sela yang kebetulan lewat menemukannya.

Mungkin R takut, tetapi jika dibiarkan terus berperilaku tidak bertanggung jawab seperti itu, akan menjadikannya pribadi pengecut yang diam-diam siap mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk menzalimi orang lain sekaligus dirinya sendiri. Bahwa anak yang seharusnya dijaga fitrahnya agar berhati bersih, malah dinodai pengaruh buruk yang bisa jadi terbawa sampai dewasa.

Mari kita berdioa dan berusaha keras agar anak-anak tetap berada di jalan yang di-ridha-i Allah. Orang tua harus berperan sebagai orang tua, teman, guru, sekaligus sahabat yang baik bagi anak agar mereka dekat dan tidak hilang arah.
Salam,
@rohyatisofjan (Twitter dan Instagram)

#Cipeujeuh, 5 & 7 Oktober 2019
#Parenting #NilaiMoral #AnakBaik #AnakSehat #GenerasiMaju #SHSTOktober4
Foto dokumentasi pribadi  

31 komentar:

  1. Sepakat mbak. Jangan sampai mencuri jadi bad habit. Anak sejak dini harus tahu kalo mencuri itu dosa dan menzalimi orang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal anak adalah titipan sekaligus amanah dari Allah, tugas kita sebagi orang tua jangan lengah.

      Hapus
  2. jadi teringat tentang video india yang viral, tentang kebiasaan mencuri yang dimaklumkan oleh keluarga besar karena masih kecil, ketika ibu kandungnya menghukumnya malah ibu kandungnya yang dimarahin, memang bad habit kalau mengambil yang bukan haknya ya . . .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duuuh, buruk banget, padahal perbuatan anak itu jelas merusak dirinya sendiri. Mesrinya keluarga besar menyadarkan dan memberi teladan malah membiarkan.

      Hapus
    2. Duuuh, buruk banget, padahal perbuatan anak itu jelas merusak dirinya sendiri. Mesrinya keluarga besar menyadarkan dan memberi teladan malah membiarkan.

      Hapus
  3. Kehati-hatian dan kewaspadaan itu memang penting.
    Tamu harus dibatasi, tidak boleh leluasa masuk atau keluar masuk.
    Saya juga pernah mengalami hal serupa.
    Ya, saya peringatkan saja tidak sampai ke orang tuanya. Wah nanti bisa ruyam masalahnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mas. Rumah kita jika kedatangan anak-anak kecil, mereka tetap tamu dan harus paham etika bertamu. Meski masih kecil, harus diingatkan agar tidak keterlaluan.
      Duh, ada yang gitu juga di rumah Mas Bumi, seakan hal demikian tidak kenal wilayah. Desa maupun kota sama saja. Menyampaikan kepada orang tua malah akan runyam seperti H waktu disampaikan karena tiada bukti waktu itu. Sebab, butuh orang tua yang kooperatif serta tidak lepas tangan. Kasihan anak dengan kepribadian tanpa bimbingan.

      Hapus
  4. Serba salah juga sih kadang, negur anak tetangga dgn maksud baik, malah orangtuanya yang tersinggung dan marah berkepanjangan.
    Padahal kewajiban kita saling mengingatkan ya Teh

    BalasHapus
  5. benar2 ya jadi orangtua harus hati-hati dalam memulai pembelajaran ke anak-anak, susah susah gampang memang.
    apalagi berkaitan soal kayak mencuri atau mengambil hak orang lain
    sedari dini memang harus awareness ke mereka

    BalasHapus
  6. Ihhh ngerinyaa... tp klo ortunya ga dikasih tahu ya ga bisa ngerubah anaknya ya Teh. Semoga ortunya juga perhatian biar anaknya bisa berubah, ga kebawa sampe dewasa.

    BalasHapus
  7. Pencuri ya ampun jangan sampai deh. Kalau anak pencuri hati emaknya dengan prestasi gemilang dan saat taat sama Allah. Boleh lah.

    BalasHapus
  8. Baca ini seakan dapat tamparan sekaligus pengingat bahwa sebagai ibu itu memiliki tugas yang mulia sebagai madrasah pertama anak ya, Mbak. Amit-amit banget kalau ada anak seperti R ini, pun keluarganya. Semoga kita terhindar dari hal-hal yang keji seperti ini.

    BalasHapus
  9. Super PR jadi ibu jaman now.
    Aku sering ngerasa pengin ngibarin bendera putih aja nih Mak.
    Saking beratnya tantangan jadi emak2
    --bukanbocahbiasa(dot)com--

    BalasHapus
  10. Sedih juga ya kalau ada anak yang sampai kayak R ini. Bener, kurang kontrol dari orangtuanya sih ini. Kekurangan yang dialami tidak serta merta membenarkan segala tindakannya. Semoga tidak terlambat untuk mengembalikan kepribadian R agar nantinya jadi orang yang bertanggung jawab.

    BalasHapus
  11. Apapun kebutukan yang dilakukan, selama dia masih anak-anak, memang jadi tanggung jawb orang tua ya. Karena seorang anak melakukan deviasi pasti bukan tanpa sebab

    BalasHapus
  12. Kalau memaklumi bad habit karena masih kecil, aneh juga, ya. Justru dari kecil perlu tahu perbedaan bad dan good dan harus bisa memilih yang baik. Semoga yang seperti R bisa berubah menjadi pribadi yang baik.

    BalasHapus
  13. aduh gemes amat mba bacanya tentang si R nih, aku sih di rumah memang akan ngomel untuk main hanya di runag keluarga tidak di kamar sejak aku kecilpun begitu untuk privasi juga..

    dan aku ga segan kok dulu ponakanku ambil mainan anakku kubilang itu tidak baik lebih baik minta daripada mencuri masukin ke saku hehehe

    BalasHapus
  14. Istilah yg pas buat anak ini kleptomania mba, mencuri tapi gak ada rasa bersalah krn dia sudah terbiasa mencuri dan dibiarkan sama orangtuanya, kalau dibiarkan tetap jadi penyakit sampai besar nanti.

    BalasHapus
  15. Saya rasa orang tua berpengaruh penting dalam mendidik anak terutama di rumah. Kalau sampai ada anak yang suka mencuri, menalak barangkali faktor pertama kali yang harus dicari tahu penyebabnya adalah faktor keluarga, setelah itu faktor lingkungan pergaulan....karena kasus anak mencuri ini bisa jadi kurangnya perhatian orang tua terhadap anak sehingga dia mencari kepuasan sendiri namun dg cara yang salah. Semoga anak2 kita terhindar dari hal-hal yang kurang bagus ya mbak....aamiin.

    BalasHapus
  16. Orangtuanya mana yang menginginkan anaknya menjadi seorang pencuri.. semoga hal ini jadi pelajaran untuk kita semua sebagai orangtua untuk senantisa menjaga anak anak dari hal hal yang tidak baik ya mbak.. terima kasih sharingnya sudah mengingatkan saya untuk selalu manjaga anak anak

    BalasHapus
  17. Kita memang harus selalu memperhatikan anak - anak dan mengingatkan mereka kalaua da perbuatan yang salah dan tidak baik. Anak - anak memang jadi tanggung jawab kita ya mba..dan mencuri itu kan dosa!

    BalasHapus
  18. Innalilahi, sampai mencuri begitu.
    Kalau ga ditegur dan coba di telusuri itu akan menjadi kebaisaan sampai besar. Harus lakukan sesuatu.
    Pernah anak saya yang 4th, mengambil SIM Budhenya buat mainan, sebenarnya dia tidak tahu itu apa dan Budhenya juag ceroboh namun si kecil sudah saya hukum karena mengambil yang bukan miliknya. Saya kurung di kamar sampai dia "BELAJAR" bahwa mengambil barang orang kalau ga dikasih apapun itu tidak boleh.

    BalasHapus
  19. Ya Allah miris kalo denger cerita begitu ya Mba
    bukan salah dia juga pengaruh lingkungan dan keluarga juga. Tanggungjawab kita bersama, ya Allah semoga kita sebagai orangtua dimudahkan dalam membimbing anak-anak

    BalasHapus
  20. memang benar maksud hadis: "anak kecil itu ibarat kain putih, ibu ayahnyalah yang mencorakkannya sama ada menjadi yahudi atau nasrani"

    kalau dalam pepatah ada menyebut, ke mana tumpah kuah kalau tidak ke nasi.

    bagaimana kelakuan orang tua begitulah juga kelakuan anak-anak. baiknya kita baiklah anak-anak kelak. mudah-mudahan

    BalasHapus
  21. wahhh wahh..jangan sampai mba jadi pencuri...bahayaa..hhihihi

    BalasHapus
  22. Aku juga selalu berharap kebaikan untuk keturunan kami, supaya tidak menyusahkan orang lain. Sukur sukur bisa bermanfaat untuk orang lain

    BalasHapus
  23. Sebenarnya, tidak ada anak yang jadi pencuri, anak-anak itu polos.
    Namun biasanya, keinginan memiliki sebuah barang yang tidak bisa mereka dapatkan dari orang tua, membuat mereka nekat mengambil barang orang lain.

    Saya paling takut juga nih masalah ini.
    Karena bingung juga.
    Kalau semua keinginan anak dipenuhi, anak jadi nggak pernah belajar arti perjuangan mendapatkan sesuatu.

    Di sisi lain, kalau kita terlalu keras, bisa-bisa anak nekat mengambil barang orang.

    Solusinya memang pendekatan terus sama anak, dampingi, dengarkan curahan hatinya, dan sounding dengan baik agar anak mengerti.

    Itu sih teori, tapi jalaninnya ampooonnn sulit hahahaha.

    Setidaknya buat saya sih mba, anak 2, dan saya bukan cuman ngurus anak saja, harus ngurus rumah, cari duit juga dengan ngeblog dan di medsos.

    Duuhh, hanya bisa sesekali menghela napas, biar udara damai mampu ikhlasin semua keadaan ini, lalu semangat lagi melakukan semuanya dengan baik.

    Si kakak sering banget saya tegur karena membawa pulang benda yang bukan miliknya, entah itu mainan kertas sekalipun, saya tanya.
    Cuman PR banget nih, untuk saya mengkondisikan diri lebih fit di saat anak berangkat dan pulang sekolah, jadi saat anak melakukan sesuatu yang mungkin salah, saya bisa lebih sabar dan bijak hadapinnya.

    Semoga kita selalu dikuatkan menjadi orang tua yang amanah ya mba, aamiin :)

    BalasHapus
  24. Baca postingan ini jadi ingat sama cerita mama saya yang sempat kecurian eman dan uangnya ratusan ribu. Pas diselidiki ternyata yang curi itu adalah teman adikku sendiri yang pernah diajak main di rumah.

    Well, anak yang seperti ini memang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Harus ditindaki kalau nggak bisa dengan cara halus atau nasihat ya kalau perlu pake jalur hukum karena kalau dibiarkan bebas korbannya bisa lebih banyak lagi.

    BalasHapus
  25. Di kelas si bungsu ada satu teman yang beberapa kali kepergok teman dan gurunya ketika mencuri. Miris ya. Padahal orang tuanya termasuk golongan mampu. Kebiasaan buruk seperti ini biasanya sudah mendapat teguran dari wali kelas. Tapi namanya anak, masih belum kapok jadi berulang.

    BalasHapus
  26. iya ini pelajaran kehidupan yang tidak diajarkan di sekolah apapun sepertinya.. tapi sangat penting sekali walaupun tidak dapat dilihat hasilnya dalam sekejap dan tidak diberi nilai dalam rapor

    BalasHapus
  27. sedih bacanyaa.. aku lgs takut salah mendidik anak kalo sampe anak jd begini :(. skr ini sih, tiap amalm biasanya aku dongengin anak2 dengan kisah2 islami mba.. sambil sesekali ingetin mereka apa2 aja yg dilarang dalam agam dan dosa besar.. aku selalu tekanin, please bilang ke mami ato papi kalo kalian butuh sesuatu.. jgn ambil punya org lain krn itu mencuri dan Allah ga suka.

    itu aja yg aku tekanin ama mereka.. sebisa mungkin toh aku dan suami pasti memenuhi kalo memang kita mampu dan kita anggab barangnya ptg buat mereka. semuanya memang harus dari keluarga.. keluarga yg memberi contoh pertamakali.. aku msh tetp menganggab kalo ank sampe nakal dan tidak bisa dikendalikan, itu karena didikan keluarganya yg salah :(

    BalasHapus

Terima kasih sudah singgah, silakan tinggalkan jejak komentar sebagai tanda persahabatan agar saya bisa lakukan kunjungan balik. Komentar sebaiknya relevan dengan isi tulisan. Nama komentator tidak langsung mengarah ke URL pos blog agar tidak menambah beban jumlah link pemilik blog ini. Jangan sertakan link hidup dan mati, apalagi iklan karena termasuk spam.Terima kasih banyak. Salam. @rohyatisofjan

Disabilitas Mengelola Komunitas

Arti disabilitas adalah keterbatasan aktivitas dan partisipasi akibat  ketidakmampuan mental atau fisik. Hal itu bisa menjadi stigma dalam m...