MENJADI
ibu rumah tangga dengan profesi penulis
sebagai tambahan kegiatan sekaligus sumber nafkah bukanlah perkara mudah, namun
bukan berarti pula perkara yang bikin susah kalau dibarengi dengan rasa cinta
sekaligus tujuan utama untuk menggapai cita-cita. Dan cita-cita yang dimaksud
bukan sekadar harapan hidup yang lebih baik atau popularitas semata, ada
idealisme untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, sekaligus membina personal
yang sehaluan demi membukukan lebih banyak lagi hal-ihwal kehidupan berdasarkan
kapasitas pemahaman.
DATA
BUKU : PEREMPUAN DAN LITERASI
PENULIS : ANNA FARIDA
PENERBIT : BITREAD PUBLISHING
CETAKAN : PERTAMA, 2018
TEBAL : 184 HALAMAN
ISBN : 978-602-5804-84-7
HARGA : Rp61.000,00
PEMESANAN : 0822-4041-2234
HARGA : Rp61.000,00
PEMESANAN : 0822-4041-2234
Inilah
yang dilakukan Anna Farida, dan ia merangkum semua hal-ihwal tersebut dalam
buku Perempuan dan Literasi (Esai-esai
tentang Perempuan dan Bacaan). Sebuah saripati dari beragam pengalaman
personalnya sebagai ibu rumah tangga sekaligus penggiat literasi. Dan Anna
bukan sekadar ibu rumah tangga penggiat literasi semata, ia adalah pengajar
kelas menulis daring (online) dan
luring/luar jaringan (offline) alias
tatap muka langsung di Sekolah
Perempuan yang murid-muridnya kebanyakan sesama ibu rumah tangga pula
atau ibu rumah tangga dengan tambahan karier di luar.
Kalau
mau jujur, berapa banyak personal yang seperti Anna Farida di Indonesia ini,
mendedikasikan diri untuk kebaikan lewat literasi dan membaginya dalam buku
sarat kisah bermanfaat bagi sesama perempuan. Namun itulah Anna, barangkali ia
tidak sadar akan peran demikian karena tidak berniat meninggikan diri, sebagai cikgu (demikianlah ia kerap
disapa oleh beragam muridnya di dumay
‘dunia maya’), ia lebih tertarik pada dimensi pendidikan yang diperolehnya dari
dunia literasi.
Mengajar
sesama perempuan yang juga berkutat dengan urusan rumah tangga itu pada
dasarnya amazing. Sebagai sesama ibu
rumah tangga dengan empat orang anak, Anna merangkum pengalamannya dalam 51
esai ringan yang dibawakan dengan gaya bahasa mudah dicerna pembaca awam seakan
bahasa tulisan serenyah lisan. Namun jangan remehkan renyah ala Anna ini, ia
tetap menulis dengan tujuan pedagogik sehingga substansinya tetap tepat
sasaran: menulis dengan empati untuk para ibu rumah tangga yang sama-sama
menggulati dunia literasi.
Perempuan dan Literasi
dibagi dalam dua bagian: Gagasan Acak dan Yang Tercatat Media. Gagasan Acak
terdiri dari 41 tulisan yang dimuat di blog sampai status Facebook. Sisanya 10 tulisan yang telah dimuat media massa cetak
dan naskah yang memenangi lomba menulis. Betapa produktivitas seseorang bisa
dinilai dengan seberapa banyak karya yang dihasilkannya dalam kurun waktu
tertentu meski teralang banyak kendala khas para ibu.
Yang
khas dari Anna adalah meski menulis perihal dunia kepenulisan tetap membidik
bahasa sebagai bahasan yang tak bisa diabaikan begitu saja. Bagi peminat bahasa
selain literasi, Anda akan bergairah membacanya karena bahasan Cikgu Anna sangat mengena dan
fenomena yang ia bahas seakan dokumentasi perjalanan bahasa Indonesia pula. Dan
ibu-ibulah sasaran tujunya agar sama menghargai bahasa Indonesia lewat menulis.
Motivasi
adalah hal utama yang ia lakukan pada para ibu yang jadi muridnya agar tak
takut menulis, dengan berani memulainya. Maka, prinsip Anna Farida dalam
belajar menulis adalah: hajar saja,
tabrak saja, nekat saja. Setelah itu saya akan memperbaikinya sambil jalan.
(Halaman 57)
Justru
dengan prinsip demikian menjadikan sosok pembelajar jadi tangguh dan rendah
hati untuk berguru. Sosok yang tak baper-an
juga kala berperan sebagai mentee
(orang yang dimentori) Anna di Sekolah Perempuan.
Dalam
“Penulis Mesti Mau Revisi”, Anna memaparkan bagaimana sang mentee gigih berjuang dalam proses mentoring yang dua bulan, rela bolak-balik revisi demi hasil akhir
yang lebih baik sehingga naskahnya yang ditawarkan ke penerbit siap terbit.
Di
sinilah proses panjang memperjuangkan naskah layak terbit bergantung pada
penulisnya. Mentor hanya mengoreksi, dalam artian mengupas kalimat-kalimatnya,
lantas mentee merevisi sendiri. Sampai hasil revisi sekian kalinya
dianggap layak kirim ke penerbit dan ternyata lolos.
Lain
halnya dalam pengalaman mengajar kelas menulis di SMU Muthahhari, Bandung, Anna
menerapkan kelas free writing pada
para remaja yang beranggapan bahwa menulis itu tidak menyenangkan karena mereka
takut salah dan tidak biasa. Stigma semacam itu coba didobrak Anna dengan cara
mengajar yang tidak biasa, dalam waktu 5 menit mereka bebas menulis apa saja tanpa
perlu dibacakan di depan kelas apalagi dibaca oleh Anna sendiri.
Cara
macam itu butuh tahapan berulang kali dalam setiap pertemuan sampai mereka siap
untuk membuka diri. Demikianlah prinsip Anna, “Menulis Seharusnya Membebaskan”.
Bahasan
mengenai bahasa bahkan parenting
dalam buku ini membuat pembaca beroleh nilai lebih, bahwa sebagai penulis kita
harus menghargai bahasa Indonesia. Bahasa itu kesepakatan antar-penggunanya.
Kalaupun ada kaidah, gunanya adalah menjadi standar agar tulisan kita bisa
dibaca dengan baik oleh manusia Indonesia. Jadi, belajar bahasa Indonesia tidak
akan ada hentinya. Kalaupun sekarang kita salah, santai saja. Ini bukan ujian
nasional versi pilihan ganda. Masih banyak waktu untuk memperbaikinya. (Halaman 7)
Demikianlah
cara santun sekaligus ringan soal bahasa dibahas Anna tanpa penghakiman.
Pembaca niscaya nyaman untuk ikut belajar dari awal tanpa takut salah sampai
pada akhirnya paham dan terbiasa karena sudah bisa.
Sedang
parenting adalah sesuatu yang tak bisa dipisahkan dalam hidup para ibu rumah
tangga yang ingin berperan sebagai orang tua pembelajar sepanjang hayat, demi
menyertai tumbuh-kembang anak sambil bekerja menggulati literasi pula, karena
perempuan tak boleh abai pada hal demikian. Dan inilah nilai lebih buku Perempuan dan Literasi.***
#AnnaFarida #PerempuandanLiterasi #BitreadPublishing #IbuRumahTanggaPenulis
~Foto sampul buku dari Anna Farida dan Bitread oleh Fotografer Carolina S. Yana
inpiratisf ini bukunya.
BalasHapussupaya generasi muda gak takut nulis, apalagi klo ga pernah nulis.
Aku juga buntu nih klo nyari ide buat nulis. huuhu
kenapa takut nulis mas,..ada anjing ya,..ha-ha
HapusHarapanku sih sederhana aja. Ibu-ibu insaf dan nggak berbahasa tulis alay lagi. Disadari atau enggak, itu dicontoh oleh anak-anaknya.
BalasHapusBtw, buku Anna emang keren. :)
Cikgu Anna memang keren. Tulisannya renyah, sarat makna. Senangnya bisa belajar bersama Cikgu.
BalasHapusserenyah apa teh,..ha-ha
HapusPada akhirnya menulis itu belajar ya mba. Belajar berbahasa, belajar sabar, belajar memahami arti berjuang. Yg penting jangan menyerah.
BalasHapusMenjadi penulis itu susah loh. Karena untuk membuat sebuah tulisan kita harus mengolah imajinasi terlebih dahulu, kemudian baru dituangkan dalam rangkaian kata-kata. Nah penulis dianggep berhasil kalau orang yang membaca bisa memahami dan bisa ikut membayangkan alur ceritanya. Maka buat saya, sebagai salah satu sarana menulis adalah dengan ngeblog. Lagi pula ngeblog itu adalah kekayaan intelektual.
BalasHapusiya, betul itu gan
HapusBuat aku yg gak punya background menulis, pastinya seneng kalau dapat ilmu-ilmu penulisan kaya gini baik dari buku maupun postingan blog seperti di blog Mbak Rohyati. Kayanya aku harus baca bulunya Mbak Anna ini deh untuk menambah ilmu
BalasHapusWah buku bagus nih..mudah2an saya bisa membacanya juga kapan2. Menambah wawasan dan semangat untuk menjalani hidup tentunya ya mba..
BalasHapusBaca resensi dari mba sepertinya bukunya menarik jadi mengajarkan perempuan untuk berliterasi yang baik dan sesuai dengan kaidah bahasa
BalasHapusSaya tertarik dengan prinsip mbak Anna yang ini 'hajar saja, tabrak saja, nekat saja. Setelah itu saya akan memperbaikinya sambil jalan'. Jadi ingin tau seperti apa menerapkannya
BalasHapusKeren,....menjadi seorang penulis itu emang enggak gampang ya teh,...seperti halnya spa yang telah dilakukan oleh ibu anna farida,...
BalasHapusSalut banget sama tulisannya yang udah dimuat di 41 blog dunia maya,...ea dan 10 di media cetak, sungguh pencspaian yang tidak biasa untuk membuat sebuah buku setebal itu,....jadi penasaran isi dalam bukunya apa ya,....jadi pengen baca 😀
menarik dan menginspirasi ini, mba. Bukunya bisa diperoleh dimana, mba ? Butuh inspirasi nih mbaa :)
BalasHapusSangat menginspirasi. Gak banyak emang wanita yang seperti Ibu Anna ini. Saya sendiri suka cerita-cerita inspiratif seperti ini, Mba. Jadi penyemangat dan tambahan pengetahuan juga buat saya :)
BalasHapusNama Anna Farida sepertinya tidak asing bagiku. Pernah beberapa kali membaca namanya menjadi mentor kepenulisan, tp lupa di mana. Memang menulis bagi ibu rimah tangga, bisa digunakan sebagai wadah untuk memyalurkan aspirasi dab keluhannya ya. Eh itu sih kalau aku
BalasHapusSetuju banget dengan penuturan mba Anna Farida, kalo Menulis itu Membebaskan.
BalasHapusNggak perlu takut menulis ya, asal tidak menulis hal SARA ya udah pede aja. Aku kenal mba Anna di komunitas penulis buku anak
Menarik sekali sepertinya isi buku ini. Dilihat dari beberapa kalimat yang dipetik rasa rasanya akan mengantar kita untuk bisa lebih semangat lagi dalam menulis.
BalasHapusInspiratif mb, ini aku belum baca bukunya. Adakah di Gramedia?
BalasHapuswaaah aku penasaran nih sama bukunyaa, kapan kapan kalo mampir atau lewat ke toko buku coba nyari ah, jadi makin semangat nulis nih bacanya hihi
BalasHapusBuku yang inspiratif ini mbak. Sekaligus membuktikan bahwa menulis itu bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa harus takut sudah pernah menulis atau belum sama sekali? Jadi penasaran sama bukunya....
BalasHapusAh, jadi kangen sama cikgu yang satu ini. Jadi kangen masa-masa aktif di grup IIDN. Btw, jadi penasaran ingin baca lengkap bukunya Mbak Anna. Menarik dan inspiratif, apalagi di ulas oleh ahlinya, nih. Terimakasih, ya, Mbak.
BalasHapusPenting untuk lebih banyak membaca dan menulis bagi perempuan ya. Dan kalau punya mentor yang asyik seperti ini bakal lebih enak lagi
BalasHapusAku juga masih banyak salah huhuhu semoga kita terus belajar untuk memperbaikinya ya kak.
BalasHapusYa Allah aku kok merinding bacanya ya mba, apalagi kisahnya dalam buku. Memang seoarang ibu itu pembelajar sepanjang hayat. Ya Allah sehatkanlah ibu-ibu yang begitu berjuang untuk keluarganya aamiin
BalasHapusSalut dan kagum dengan mba Anna farida, yang mampu mengajar kepada para perempuan, kalau membaca kalikat “free writing” otomatis saya ingat pada Pak Hernowo hasyim yang menulis buku Free Writing
BalasHapusSekarang semua orang bisa menulis (status) dan tapi kadang tergelincir pada tulisan yg ga bernilai estetika dan melanggar kaidah2 noorma. Jadi nyetatusnya malah ga berbobot. Bagus nih bukunya buat para mamak Indonesia
BalasHapusPenulis harusnya membebaskan diri, suka dengan kalimat ini mbak. Buku yg sangat bermanfaat, jadi pengen koleksi. Soalnya aku koleksi buku para blogger hehehe.
BalasHapusMesti gak boleh berhenti belajar ya...
BalasHapusKarena menulis itu menyampaikan pesan atau gagasan.
Dan semoga menjadi amal jariyyah.
aamiin~
Aku itu beruntung banget dwngan mwnjadi blogger aku bsia ikutan belajqr dan banyak.membaca artikel yang aku butuhkan. Salah satunya tentang parenting
BalasHapusaku blm baca bukunya. pengen beli, sudah ada di gramedia kah? aku juga banyak yg mesti di perbaiki. sering banget salah.
BalasHapusAku tidak asing sama nama cikgu Anna ini. Setahuku beliau penulis cerita anak juga kan, ya? Aku jadi penasaran isi lengkap dari buku ini. Nanti coba kuintip di IG bitread ah.
BalasHapusWaahh inspiring bangetttt
BalasHapusPenulis idola saya ini
BalasHapusSering mau ikut kelasnya tapi bentrok sama bujet dan waktu
Dulu niat saya ngeblog ingin belajar menulis. Eh sampai sekarang kok ya belum mahir-mahir juga. Masih begitu sulit sekali merangkai kata demi kata.
BalasHapusSuka banget dengan kutipannya mbaaa..
BalasHapus"hajar saja, tabrak saja, nekat saja. Setelah itu saya akan memperbaikinya sambil jalan"
Ini saya banget!!!
Banyak orang yang fokus belajar, terlalu fokus sampai lupa praktek, belajar mulu ga nulis-nulis hahaha
Padahal, belajar yang bagus itu ya teruslah menulis, lalu blog walking, nanti juga bakalan dapat feedback dari kegiatan tersebut.
Saya aja, terus terang belum pernah sama sekali ikut kelas menulis.
Bukan merasa udah jago, tapi waktunya yang bikin nangis huhuhu
Makanya, daripada ngabisin waktu untuk ikut kelas nulis, saat ini mending belajar sambil nulis aja, trus main ke blog ini juga banyak banget manfaatnya bisa belajar menulis yang baik :*
Kalau soal tulis menulis, ibu ibu atau kaum emak2 memang jago nya.... apalqgi jima menulis soal curhatan..... pasti mantap....
BalasHapusKok kutipannya bikin mengena ya mbak,, tepat banget kalo ngambil kutipan bikin saya sadar...
BalasHapus"hajar saja, tabrak saja, nekat saja. Setelah itu saya akan memperbaikinya sambil jalan"
memang semuanya pada saat awal-awal, ga mungkin kita muncul sebagai sosok yang sempurna dalam suatu hal, jangan ragu bikin salah, toh sembari jalan nanti sambil diperbaikai.
Ibu rumah tangga yang aktif menulis dan menghasilkan buku, ini sangat produktif, seolah buku ini mengajak wanita2 lain diluar sana untuk produktif juga.
Btw, ngulas tentang ini karena bersamaan hari Kartini kah mbak?
Sekolah Perempuan ini yang ngadain Teh Indari dari IIDN bukan ya, Mba? Wah asyik dong sembari menulis, sembari terus mengambil ilmu dari Cikgu Anna. Iya kalau awal mah yang terpenting nggak usah ribet harus sempurna dulu, hehe... Sembari dipelajari aja tekhnisnya.
BalasHapusSepertinya nama penulis sekaligus blogger Anna Farida ini kedengaran ngga asing ..., kuingat beberapakali pernah mampir meninggalkan jejak berkomentar di beberapa artikelku.
BalasHapusSenang rasanya punya kenalan banyak blogger merangkap jadi penulis buku.
Semoga semangatnya menular buat kita semua, ya ..
Kayaknya ini buku wajib saya punyai huehehe. Makasih review-nya, Kakak kece.
BalasHapusMmmm....ini Endorse yach, gimana nich Mbak, saya jadi binggung...hahahah...
BalasHapusGimana Mbak mipili Jagungnya sudah kelarkah ?
kasih kabar dong sesekali, biar hati kami tenang,hahahah......
Saya ngeblog juga asal menulis, hajar dan tabrak.
BalasHapusDan seiring berjalannya waktu, ada pembaca yang memberi saran.
Sehingga saya sedikit demi sedikit bisa belajar apa itu ejaan EYD
Buku yang harus saya baca nih, apalagi saya yang baru mulai rutin menulis, dan sudah banyak lupa tentang pelajaran cara penulisan dan EYD..hihihi
BalasHapusaku juga ngajar blog emak2, kadang waktunya itu nggak pas, pas mereka kepingin belajar anak2 kepingin main, kadang mereka udh cape ketiduran, aku nungguin kelas sambil meringis, tapi salut sama perjuangan emak2 yg kepingin pinter td
BalasHapuskeren yaa mba Anna farida ini,
BalasHapusjadi ibu rumah tangga dengan 4 anak tapi masih tetap bisa berkarya. inspiratif dan patut di contoh.. :D
pengen juga bisa mengabadikan tulisan blog dan sosmed ke buku seperti bu anna farida ini
BalasHapuskeren jadi terinspirasi
BalasHapusMenulis bagiku menghempaskan unek2 dihati dan juga bisa menghasilkan uang hahah
BalasHapusLama nggak mampir di blog ini ya kayaknya aku. Sepertinya bukunya inspiratif, akhir-akhir ini lagi keranjingan baca buku yang inspiratif begini.. bisa masuk list buku nih. Metode free writingnya, memang awal itu pasti untuk nulis takut-takut ada salah kata. Oh ya, thank you buat reviewnya ya mbak ^^
BalasHapusTes
BalasHapusMengikuti tulisan ibu ibu cakep ini saya jadi malu, soalnya benar benar buta teknik menulis. Saya basisnya teknik, matimatika dan koding namun kemudian menulis mulai menjadi hobi.
BalasHapusCara menulisnya asal bisa dibaca dan mudah dimengerti ya sudah. Hehehe..saya menulis dalam dua bahasa kayaknya sih alam yang ngajarin😁😁
Hai Kak...
BalasHapusBukunya menarik sekali dan aku suka metode free writing yang diterapkan oleh Bu Anna. Hal ini dikarenakan memang anak-anak hingga orang dewasa beranggapan bahwa menulis itu sulit dan tentang bakat. Padahal, jika kita mau mengasah pasti kita bisa.
Terima kasih Kak sharingnya, ini bikin aku jadi semakin semangat berkarya melalui tulisan meskipun masih amburadul. Tapi, aku mau menerjang saja sambil memperbaiki di jalan, mengutip kata-katanya Bu Anna. Hehe..
Tulisan yang tidak sekadar panjang.
BalasHapusTerima kasih informasinya! Akhir-akhir ini sudah mulai jarang baca buku dan blogging, dan sepertinya ini buku yang menarik. Masuk wishlist!
BalasHapuswah mantap bukunya, sukses selalu mba
BalasHapusSalam Ikut nyimak .Kayaknya asik juga
BalasHapusWahhh teh anna kayanya sosok yang keren banget ya. Saya kagum, memang banyak dari anak-anak yang masih malu malu untuk mnunjukan karyanya, proses belajar yang seperti itu bagus si menurut saya.
BalasHapusHi kak kenapa ga mobile friendly lagi hihi
BalasHapusMasyAllah luar biasa ya Bun Cikgu Anna Farida ini. Semoga kita bisa meniru semangat belajarnya dan menebar manfaat lewar passion yaitu menulis. Semoga setiap kebaikan itu tercatat sebagai ladang amal kita ya termasuk menulis
BalasHapusMasyaAllah.. jadi penasaran sama bukunya cikgu ini, ibu 4 anak dan juga penulis.. wow, ga mudah jadi penggiat literasi, apalagi jadi ibu rumah tangga.. nah ini mampu keduanya, kereen!
BalasHapusIni bagian yg saya suka mbak yg biasa saya lakukan: hajar saja, tabrak saja, nekat saja. Setelah itu saya akan memperbaikinya sambil jalan
BalasHapusCik Gu Ana ini asalnya dari mana ya? sepertinya dia perempuan tangguh yang berusaha memberdayakan perempuan lainnya dalam dunia literasi.. konsepnya menarik karena memang wanita punya banyak topik yang dapat disampaikan yang kurang cocok bagi penulis pria..
BalasHapusSaya suka banget sama prinsip Anna Farida yang ini:
BalasHapus"Hajar saja, tabrak saja, nekat saja. Setelah itu saya akan memperbaikinya sambil jalan."
INI BENER BANGET LHO.
Saya belajar nulis otodidak dari SD. Makin terpacu nulis waktu baca-baca cerpennya Anita Cemerlang. Dulu belajar nulis gak segampang sekarang yang bisa online atau daring. Dulu otodidak dan serba nekad. Termasuk nekad ngirim ke Anita Cemerlang dan majalah cerpen lainnya. Ditolak berkali-kali dah biasa. Naskah dikembalikan beserta coretan masukan bla bla bla aja sudah girang soalnya gak punya mentor.
😁 Pokoknya hajar aja! Sikat! Revisi belakangan. Wkwkwk.
Saya masih ingat "bahasa adalah kesepakatan" adalah hal yang dikatakan Mbak Anna ketika Mbak Anna menyempatkan diri bertemu saya dan teman-teman IIDN Makassar ketika liburan ke Makassar beberapa tahun lalu.
BalasHapusKitaperlu orang-orang seperti Mbak Anna ini ya yang persisten dalam mengedukasi seputar literasi. Soalnya bagi sebagian orang, kebebasan berliterasi itu hajar saja, lalu penulisan menjadi belepotan tak masalah. PAdahal tetap ada kaidah yang dipergunakan meskipun itu tak saklek seperti ujian nasional namun tetap harus dipelajari dan harus diperbaiki jika ada kesalahan penulisan.
SAya penasaran dengan kisah mengajar di SMA itu, pengen tahu bagaimana mengajarkan menulis pada anak muda/remaja.