Jumat, 19 April 2019

Belajar dari Sesama Ibu Rumah Tangga Penulis




MENJADI  ibu rumah tangga dengan profesi penulis sebagai tambahan kegiatan sekaligus sumber nafkah bukanlah perkara mudah, namun bukan berarti pula perkara yang bikin susah kalau dibarengi dengan rasa cinta sekaligus tujuan utama untuk menggapai cita-cita. Dan cita-cita yang dimaksud bukan sekadar harapan hidup yang lebih baik atau popularitas semata, ada idealisme untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, sekaligus membina personal yang sehaluan demi membukukan lebih banyak lagi hal-ihwal kehidupan berdasarkan kapasitas pemahaman.


DATA BUKU      : PEREMPUAN DAN LITERASI
PENULIS            : ANNA FARIDA
PENERBIT          : BITREAD PUBLISHING
CETAKAN           : PERTAMA, 2018
TEBAL                : 184 HALAMAN
ISBN                    : 978-602-5804-84-7
HARGA                : Rp61.000,00
PEMESANAN      : 0822-4041-2234

Inilah yang dilakukan Anna Farida, dan ia merangkum semua hal-ihwal tersebut dalam buku Perempuan dan Literasi (Esai-esai tentang Perempuan dan Bacaan). Sebuah saripati dari beragam pengalaman personalnya sebagai ibu rumah tangga sekaligus penggiat literasi. Dan Anna bukan sekadar ibu rumah tangga penggiat literasi semata, ia adalah pengajar kelas menulis daring (online) dan luring/luar jaringan (offline) alias tatap muka langsung di Sekolah Perempuan yang murid-muridnya kebanyakan sesama ibu rumah tangga pula atau ibu rumah tangga dengan tambahan karier di luar.

Kalau mau jujur, berapa banyak personal yang seperti Anna Farida di Indonesia ini, mendedikasikan diri untuk kebaikan lewat literasi dan membaginya dalam buku sarat kisah bermanfaat bagi sesama perempuan. Namun itulah Anna, barangkali ia tidak sadar akan peran demikian karena tidak berniat meninggikan diri, sebagai cikgu (demikianlah ia kerap disapa oleh beragam muridnya di dumay ‘dunia maya’), ia lebih tertarik pada dimensi pendidikan yang diperolehnya dari dunia literasi.

Mengajar sesama perempuan yang juga berkutat dengan urusan rumah tangga itu pada dasarnya amazing. Sebagai sesama ibu rumah tangga dengan empat orang anak, Anna merangkum pengalamannya dalam 51 esai ringan yang dibawakan dengan gaya bahasa mudah dicerna pembaca awam seakan bahasa tulisan serenyah lisan. Namun jangan remehkan renyah ala Anna ini, ia tetap menulis dengan tujuan pedagogik sehingga substansinya tetap tepat sasaran: menulis dengan empati untuk para ibu rumah tangga yang sama-sama menggulati dunia literasi.

Perempuan dan Literasi dibagi dalam dua bagian: Gagasan Acak dan Yang Tercatat Media. Gagasan Acak terdiri dari 41 tulisan yang dimuat di blog sampai status Facebook. Sisanya 10 tulisan yang telah dimuat media massa cetak dan naskah yang memenangi lomba menulis. Betapa produktivitas seseorang bisa dinilai dengan seberapa banyak karya yang dihasilkannya dalam kurun waktu tertentu meski teralang banyak kendala khas para ibu.

Yang khas dari Anna adalah meski menulis perihal dunia kepenulisan tetap membidik bahasa sebagai bahasan yang tak bisa diabaikan begitu saja. Bagi peminat bahasa selain literasi, Anda akan bergairah membacanya karena bahasan Cikgu Anna sangat mengena dan fenomena yang ia bahas seakan dokumentasi perjalanan bahasa Indonesia pula. Dan ibu-ibulah sasaran tujunya agar sama menghargai bahasa Indonesia lewat menulis.

Motivasi adalah hal utama yang ia lakukan pada para ibu yang jadi muridnya agar tak takut menulis, dengan berani memulainya. Maka, prinsip Anna Farida dalam belajar menulis adalah: hajar saja, tabrak saja, nekat saja. Setelah itu saya akan memperbaikinya sambil jalan. (Halaman 57)

Justru dengan prinsip demikian menjadikan sosok pembelajar jadi tangguh dan rendah hati untuk berguru. Sosok yang tak baper-an juga kala berperan sebagai mentee (orang yang dimentori) Anna di Sekolah Perempuan.

Dalam “Penulis Mesti Mau Revisi”, Anna memaparkan bagaimana sang mentee gigih berjuang dalam proses mentoring yang dua bulan, rela bolak-balik revisi demi hasil akhir yang lebih baik sehingga naskahnya yang ditawarkan ke penerbit siap terbit.

Di sinilah proses panjang memperjuangkan naskah layak terbit bergantung pada penulisnya. Mentor hanya mengoreksi, dalam artian mengupas kalimat-kalimatnya, lantas mentee merevisi sendiri. Sampai hasil revisi sekian kalinya dianggap layak kirim ke penerbit dan ternyata lolos.

Lain halnya dalam pengalaman mengajar kelas menulis di SMU Muthahhari, Bandung, Anna menerapkan kelas free writing pada para remaja yang beranggapan bahwa menulis itu tidak menyenangkan karena mereka takut salah dan tidak biasa. Stigma semacam itu coba didobrak Anna dengan cara mengajar yang tidak biasa, dalam waktu 5 menit mereka bebas menulis apa saja tanpa perlu dibacakan di depan kelas apalagi dibaca oleh Anna sendiri.

Cara macam itu butuh tahapan berulang kali dalam setiap pertemuan sampai mereka siap untuk membuka diri. Demikianlah prinsip Anna, “Menulis Seharusnya Membebaskan”. 
Bahasan mengenai bahasa bahkan parenting dalam buku ini membuat pembaca beroleh nilai lebih, bahwa sebagai penulis kita harus menghargai bahasa Indonesia. Bahasa itu kesepakatan antar-penggunanya. Kalaupun ada kaidah, gunanya adalah menjadi standar agar tulisan kita bisa dibaca dengan baik oleh manusia Indonesia. Jadi, belajar bahasa Indonesia tidak akan ada hentinya. Kalaupun sekarang kita salah, santai saja. Ini bukan ujian nasional versi pilihan ganda. Masih banyak waktu untuk memperbaikinya. (Halaman 7)

Demikianlah cara santun sekaligus ringan soal bahasa dibahas Anna tanpa penghakiman. Pembaca niscaya nyaman untuk ikut belajar dari awal tanpa takut salah sampai pada akhirnya paham dan terbiasa karena sudah bisa.

Sedang parenting adalah sesuatu yang tak bisa dipisahkan dalam hidup para ibu rumah tangga yang ingin berperan sebagai orang tua pembelajar sepanjang hayat, demi menyertai tumbuh-kembang anak sambil bekerja menggulati literasi pula, karena perempuan tak boleh abai pada hal demikian. Dan inilah nilai lebih buku Perempuan dan Literasi.***

#AnnaFarida #PerempuandanLiterasi #BitreadPublishing #IbuRumahTanggaPenulis 
~Foto sampul buku dari Anna Farida dan Bitread oleh Fotografer Carolina S. Yana

65 komentar:

  1. inpiratisf ini bukunya.
    supaya generasi muda gak takut nulis, apalagi klo ga pernah nulis.
    Aku juga buntu nih klo nyari ide buat nulis. huuhu

    BalasHapus
  2. Harapanku sih sederhana aja. Ibu-ibu insaf dan nggak berbahasa tulis alay lagi. Disadari atau enggak, itu dicontoh oleh anak-anaknya.

    Btw, buku Anna emang keren. :)

    BalasHapus
  3. Cikgu Anna memang keren. Tulisannya renyah, sarat makna. Senangnya bisa belajar bersama Cikgu.

    BalasHapus
  4. Pada akhirnya menulis itu belajar ya mba. Belajar berbahasa, belajar sabar, belajar memahami arti berjuang. Yg penting jangan menyerah.

    BalasHapus
  5. Menjadi penulis itu susah loh. Karena untuk membuat sebuah tulisan kita harus mengolah imajinasi terlebih dahulu, kemudian baru dituangkan dalam rangkaian kata-kata. Nah penulis dianggep berhasil kalau orang yang membaca bisa memahami dan bisa ikut membayangkan alur ceritanya. Maka buat saya, sebagai salah satu sarana menulis adalah dengan ngeblog. Lagi pula ngeblog itu adalah kekayaan intelektual.

    BalasHapus
  6. Buat aku yg gak punya background menulis, pastinya seneng kalau dapat ilmu-ilmu penulisan kaya gini baik dari buku maupun postingan blog seperti di blog Mbak Rohyati. Kayanya aku harus baca bulunya Mbak Anna ini deh untuk menambah ilmu

    BalasHapus
  7. Wah buku bagus nih..mudah2an saya bisa membacanya juga kapan2. Menambah wawasan dan semangat untuk menjalani hidup tentunya ya mba..

    BalasHapus
  8. Baca resensi dari mba sepertinya bukunya menarik jadi mengajarkan perempuan untuk berliterasi yang baik dan sesuai dengan kaidah bahasa

    BalasHapus
  9. Saya tertarik dengan prinsip mbak Anna yang ini 'hajar saja, tabrak saja, nekat saja. Setelah itu saya akan memperbaikinya sambil jalan'. Jadi ingin tau seperti apa menerapkannya

    BalasHapus
  10. Keren,....menjadi seorang penulis itu emang enggak gampang ya teh,...seperti halnya spa yang telah dilakukan oleh ibu anna farida,...

    Salut banget sama tulisannya yang udah dimuat di 41 blog dunia maya,...ea dan 10 di media cetak, sungguh pencspaian yang tidak biasa untuk membuat sebuah buku setebal itu,....jadi penasaran isi dalam bukunya apa ya,....jadi pengen baca 😀

    BalasHapus
  11. menarik dan menginspirasi ini, mba. Bukunya bisa diperoleh dimana, mba ? Butuh inspirasi nih mbaa :)

    BalasHapus
  12. Sangat menginspirasi. Gak banyak emang wanita yang seperti Ibu Anna ini. Saya sendiri suka cerita-cerita inspiratif seperti ini, Mba. Jadi penyemangat dan tambahan pengetahuan juga buat saya :)

    BalasHapus
  13. Nama Anna Farida sepertinya tidak asing bagiku. Pernah beberapa kali membaca namanya menjadi mentor kepenulisan, tp lupa di mana. Memang menulis bagi ibu rimah tangga, bisa digunakan sebagai wadah untuk memyalurkan aspirasi dab keluhannya ya. Eh itu sih kalau aku

    BalasHapus
  14. Setuju banget dengan penuturan mba Anna Farida, kalo Menulis itu Membebaskan.

    Nggak perlu takut menulis ya, asal tidak menulis hal SARA ya udah pede aja. Aku kenal mba Anna di komunitas penulis buku anak

    BalasHapus
  15. Menarik sekali sepertinya isi buku ini. Dilihat dari beberapa kalimat yang dipetik rasa rasanya akan mengantar kita untuk bisa lebih semangat lagi dalam menulis.

    BalasHapus
  16. Inspiratif mb, ini aku belum baca bukunya. Adakah di Gramedia?

    BalasHapus
  17. waaah aku penasaran nih sama bukunyaa, kapan kapan kalo mampir atau lewat ke toko buku coba nyari ah, jadi makin semangat nulis nih bacanya hihi

    BalasHapus
  18. Buku yang inspiratif ini mbak. Sekaligus membuktikan bahwa menulis itu bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa harus takut sudah pernah menulis atau belum sama sekali? Jadi penasaran sama bukunya....

    BalasHapus
  19. Ah, jadi kangen sama cikgu yang satu ini. Jadi kangen masa-masa aktif di grup IIDN. Btw, jadi penasaran ingin baca lengkap bukunya Mbak Anna. Menarik dan inspiratif, apalagi di ulas oleh ahlinya, nih. Terimakasih, ya, Mbak.

    BalasHapus
  20. Penting untuk lebih banyak membaca dan menulis bagi perempuan ya. Dan kalau punya mentor yang asyik seperti ini bakal lebih enak lagi

    BalasHapus
  21. Aku juga masih banyak salah huhuhu semoga kita terus belajar untuk memperbaikinya ya kak.

    BalasHapus
  22. Ya Allah aku kok merinding bacanya ya mba, apalagi kisahnya dalam buku. Memang seoarang ibu itu pembelajar sepanjang hayat. Ya Allah sehatkanlah ibu-ibu yang begitu berjuang untuk keluarganya aamiin

    BalasHapus
  23. Salut dan kagum dengan mba Anna farida, yang mampu mengajar kepada para perempuan, kalau membaca kalikat “free writing” otomatis saya ingat pada Pak Hernowo hasyim yang menulis buku Free Writing

    BalasHapus
  24. Sekarang semua orang bisa menulis (status) dan tapi kadang tergelincir pada tulisan yg ga bernilai estetika dan melanggar kaidah2 noorma. Jadi nyetatusnya malah ga berbobot. Bagus nih bukunya buat para mamak Indonesia

    BalasHapus
  25. Penulis harusnya membebaskan diri, suka dengan kalimat ini mbak. Buku yg sangat bermanfaat, jadi pengen koleksi. Soalnya aku koleksi buku para blogger hehehe.

    BalasHapus
  26. Mesti gak boleh berhenti belajar ya...
    Karena menulis itu menyampaikan pesan atau gagasan.
    Dan semoga menjadi amal jariyyah.
    aamiin~

    BalasHapus
  27. Aku itu beruntung banget dwngan mwnjadi blogger aku bsia ikutan belajqr dan banyak.membaca artikel yang aku butuhkan. Salah satunya tentang parenting

    BalasHapus
  28. aku blm baca bukunya. pengen beli, sudah ada di gramedia kah? aku juga banyak yg mesti di perbaiki. sering banget salah.

    BalasHapus
  29. Aku tidak asing sama nama cikgu Anna ini. Setahuku beliau penulis cerita anak juga kan, ya? Aku jadi penasaran isi lengkap dari buku ini. Nanti coba kuintip di IG bitread ah.

    BalasHapus
  30. Penulis idola saya ini
    Sering mau ikut kelasnya tapi bentrok sama bujet dan waktu

    BalasHapus
  31. Dulu niat saya ngeblog ingin belajar menulis. Eh sampai sekarang kok ya belum mahir-mahir juga. Masih begitu sulit sekali merangkai kata demi kata.

    BalasHapus
  32. Suka banget dengan kutipannya mbaaa..

    "hajar saja, tabrak saja, nekat saja. Setelah itu saya akan memperbaikinya sambil jalan"

    Ini saya banget!!!

    Banyak orang yang fokus belajar, terlalu fokus sampai lupa praktek, belajar mulu ga nulis-nulis hahaha

    Padahal, belajar yang bagus itu ya teruslah menulis, lalu blog walking, nanti juga bakalan dapat feedback dari kegiatan tersebut.

    Saya aja, terus terang belum pernah sama sekali ikut kelas menulis.
    Bukan merasa udah jago, tapi waktunya yang bikin nangis huhuhu

    Makanya, daripada ngabisin waktu untuk ikut kelas nulis, saat ini mending belajar sambil nulis aja, trus main ke blog ini juga banyak banget manfaatnya bisa belajar menulis yang baik :*

    BalasHapus
  33. Kalau soal tulis menulis, ibu ibu atau kaum emak2 memang jago nya.... apalqgi jima menulis soal curhatan..... pasti mantap....

    BalasHapus
  34. Kok kutipannya bikin mengena ya mbak,, tepat banget kalo ngambil kutipan bikin saya sadar...

    "hajar saja, tabrak saja, nekat saja. Setelah itu saya akan memperbaikinya sambil jalan"

    memang semuanya pada saat awal-awal, ga mungkin kita muncul sebagai sosok yang sempurna dalam suatu hal, jangan ragu bikin salah, toh sembari jalan nanti sambil diperbaikai.

    Ibu rumah tangga yang aktif menulis dan menghasilkan buku, ini sangat produktif, seolah buku ini mengajak wanita2 lain diluar sana untuk produktif juga.

    Btw, ngulas tentang ini karena bersamaan hari Kartini kah mbak?

    BalasHapus
  35. Sekolah Perempuan ini yang ngadain Teh Indari dari IIDN bukan ya, Mba? Wah asyik dong sembari menulis, sembari terus mengambil ilmu dari Cikgu Anna. Iya kalau awal mah yang terpenting nggak usah ribet harus sempurna dulu, hehe... Sembari dipelajari aja tekhnisnya.

    BalasHapus
  36. Sepertinya nama penulis sekaligus blogger Anna Farida ini kedengaran ngga asing ..., kuingat beberapakali pernah mampir meninggalkan jejak berkomentar di beberapa artikelku.

    Senang rasanya punya kenalan banyak blogger merangkap jadi penulis buku.
    Semoga semangatnya menular buat kita semua, ya ..

    BalasHapus
  37. Kayaknya ini buku wajib saya punyai huehehe. Makasih review-nya, Kakak kece.

    BalasHapus
  38. Mmmm....ini Endorse yach, gimana nich Mbak, saya jadi binggung...hahahah...

    Gimana Mbak mipili Jagungnya sudah kelarkah ?

    kasih kabar dong sesekali, biar hati kami tenang,hahahah......

    BalasHapus
  39. Saya ngeblog juga asal menulis, hajar dan tabrak.
    Dan seiring berjalannya waktu, ada pembaca yang memberi saran.
    Sehingga saya sedikit demi sedikit bisa belajar apa itu ejaan EYD

    BalasHapus
  40. Buku yang harus saya baca nih, apalagi saya yang baru mulai rutin menulis, dan sudah banyak lupa tentang pelajaran cara penulisan dan EYD..hihihi

    BalasHapus
  41. aku juga ngajar blog emak2, kadang waktunya itu nggak pas, pas mereka kepingin belajar anak2 kepingin main, kadang mereka udh cape ketiduran, aku nungguin kelas sambil meringis, tapi salut sama perjuangan emak2 yg kepingin pinter td

    BalasHapus
  42. keren yaa mba Anna farida ini,
    jadi ibu rumah tangga dengan 4 anak tapi masih tetap bisa berkarya. inspiratif dan patut di contoh.. :D

    BalasHapus
  43. pengen juga bisa mengabadikan tulisan blog dan sosmed ke buku seperti bu anna farida ini

    BalasHapus
  44. Menulis bagiku menghempaskan unek2 dihati dan juga bisa menghasilkan uang hahah

    BalasHapus
  45. Lama nggak mampir di blog ini ya kayaknya aku. Sepertinya bukunya inspiratif, akhir-akhir ini lagi keranjingan baca buku yang inspiratif begini.. bisa masuk list buku nih. Metode free writingnya, memang awal itu pasti untuk nulis takut-takut ada salah kata. Oh ya, thank you buat reviewnya ya mbak ^^

    BalasHapus
  46. Mengikuti tulisan ibu ibu cakep ini saya jadi malu, soalnya benar benar buta teknik menulis. Saya basisnya teknik, matimatika dan koding namun kemudian menulis mulai menjadi hobi.

    Cara menulisnya asal bisa dibaca dan mudah dimengerti ya sudah. Hehehe..saya menulis dalam dua bahasa kayaknya sih alam yang ngajarin😁😁

    BalasHapus
  47. Hai Kak...
    Bukunya menarik sekali dan aku suka metode free writing yang diterapkan oleh Bu Anna. Hal ini dikarenakan memang anak-anak hingga orang dewasa beranggapan bahwa menulis itu sulit dan tentang bakat. Padahal, jika kita mau mengasah pasti kita bisa.

    Terima kasih Kak sharingnya, ini bikin aku jadi semakin semangat berkarya melalui tulisan meskipun masih amburadul. Tapi, aku mau menerjang saja sambil memperbaiki di jalan, mengutip kata-katanya Bu Anna. Hehe..

    BalasHapus
  48. Terima kasih informasinya! Akhir-akhir ini sudah mulai jarang baca buku dan blogging, dan sepertinya ini buku yang menarik. Masuk wishlist!

    BalasHapus
  49. Salam Ikut nyimak .Kayaknya asik juga

    BalasHapus
  50. Wahhh teh anna kayanya sosok yang keren banget ya. Saya kagum, memang banyak dari anak-anak yang masih malu malu untuk mnunjukan karyanya, proses belajar yang seperti itu bagus si menurut saya.

    BalasHapus
  51. Hi kak kenapa ga mobile friendly lagi hihi

    BalasHapus
  52. MasyAllah luar biasa ya Bun Cikgu Anna Farida ini. Semoga kita bisa meniru semangat belajarnya dan menebar manfaat lewar passion yaitu menulis. Semoga setiap kebaikan itu tercatat sebagai ladang amal kita ya termasuk menulis

    BalasHapus
  53. MasyaAllah.. jadi penasaran sama bukunya cikgu ini, ibu 4 anak dan juga penulis.. wow, ga mudah jadi penggiat literasi, apalagi jadi ibu rumah tangga.. nah ini mampu keduanya, kereen!

    BalasHapus
  54. Ini bagian yg saya suka mbak yg biasa saya lakukan: hajar saja, tabrak saja, nekat saja. Setelah itu saya akan memperbaikinya sambil jalan

    BalasHapus
  55. Cik Gu Ana ini asalnya dari mana ya? sepertinya dia perempuan tangguh yang berusaha memberdayakan perempuan lainnya dalam dunia literasi.. konsepnya menarik karena memang wanita punya banyak topik yang dapat disampaikan yang kurang cocok bagi penulis pria..

    BalasHapus
  56. Saya suka banget sama prinsip Anna Farida yang ini:

    "Hajar saja, tabrak saja, nekat saja. Setelah itu saya akan memperbaikinya sambil jalan."

    INI BENER BANGET LHO.

    Saya belajar nulis otodidak dari SD. Makin terpacu nulis waktu baca-baca cerpennya Anita Cemerlang. Dulu belajar nulis gak segampang sekarang yang bisa online atau daring. Dulu otodidak dan serba nekad. Termasuk nekad ngirim ke Anita Cemerlang dan majalah cerpen lainnya. Ditolak berkali-kali dah biasa. Naskah dikembalikan beserta coretan masukan bla bla bla aja sudah girang soalnya gak punya mentor.

    😁 Pokoknya hajar aja! Sikat! Revisi belakangan. Wkwkwk.

    BalasHapus
  57. Saya masih ingat "bahasa adalah kesepakatan" adalah hal yang dikatakan Mbak Anna ketika Mbak Anna menyempatkan diri bertemu saya dan teman-teman IIDN Makassar ketika liburan ke Makassar beberapa tahun lalu.

    Kitaperlu orang-orang seperti Mbak Anna ini ya yang persisten dalam mengedukasi seputar literasi. Soalnya bagi sebagian orang, kebebasan berliterasi itu hajar saja, lalu penulisan menjadi belepotan tak masalah. PAdahal tetap ada kaidah yang dipergunakan meskipun itu tak saklek seperti ujian nasional namun tetap harus dipelajari dan harus diperbaiki jika ada kesalahan penulisan.

    SAya penasaran dengan kisah mengajar di SMA itu, pengen tahu bagaimana mengajarkan menulis pada anak muda/remaja.

    BalasHapus

Terima kasih sudah singgah, silakan tinggalkan jejak komentar sebagai tanda persahabatan agar saya bisa lakukan kunjungan balik. Komentar sebaiknya relevan dengan isi tulisan. Nama komentator tidak langsung mengarah ke URL pos blog agar tidak menambah beban jumlah link pemilik blog ini. Jangan sertakan link hidup dan mati, apalagi iklan karena termasuk spam.Terima kasih banyak. Salam. @rohyatisofjan

Disabilitas Mengelola Komunitas

Arti disabilitas adalah keterbatasan aktivitas dan partisipasi akibat  ketidakmampuan mental atau fisik. Hal itu bisa menjadi stigma dalam m...